Menuju konten utama

Civitas Akademik UGM Nyatakan Perlawanan Terhadap Pelemahan KPK

Pelemahan KPK dinilai telah menyalahi amanah reformasi dan konstitusi.

Civitas Akademik UGM Nyatakan Perlawanan Terhadap Pelemahan KPK
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo (dua kiri) didampingi Ketua Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM Oce Madril (kiri) dan mahasiswa membawa poster di Kantor Pukat UGM, DI Yogyakarta, Rabu (11/9/2019). ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah/ama.

tirto.id - Puluhan civitas akademik Univeritas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarya berkumpul di gedung rektorat untuk menyatakan sikap perlawanan terhadap pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Dalam keterangan tertulis yang diterima Tirto, Minggu (15/9/2019), pernyataan sikap civitas akademik UGM dibacakan oleh Dewan Guru Besar UGM Profesor Koentjoro. Pernyataan itu berjudul "pelemahan KPK sebagai amanat reformasi dan konstitusi adalah rongrongan integritas bangsa. UGM melawan".

Amanah konstitusi untuk menjaga persatuan bangsa, meningkatkan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa dinilai mustahil tercapai jika korupsi merajalela.

"Amanah reformasi telah melahirkan KPK, lembaga anti rasuah yang tumbuh dan berkembang bersama demokrasi serta mendapat kepercayaan publik luas, bahkan menjadi rujukan internasional," kata Koentjoro.

Namun, dengan adanya upaya sistematis pelemahan KPK dan gerakan anti-korupsi yang agresif, dan dinilai brutal dalam beberapa pekan terakhir telah melecehkan moralitas bangsa.

"Hati nurani telah dicampakkan secara terang-terangan. Pengajuan RUU KPK yang tidak mengikuti prosedur legislasi, proses pemilahan capim KPK yang penuh kontroversi, bahkan teror kepada para akademisi aktivis anti korupsi, tidak saja melemahkan KPK, namun juga gerakan anti korupsi bahkan melemahkan sendi-sendi demokrasi," kata dia.

Jika kondisi seperti itu dibiarkan, maka kata Koentjoro, amanah reformasi dan konstitusi berada dalam kondisi amat berbahaya, sehingga menurutnya perlu ada sikap yang tegas.

"Menyikapi berbagai proses sistematis pelemahan KPK, gerakan anti korupsi, amanah reformasi dan bahkan amanah Konstitus, dengan ini kami para dosen dan civitas akademika UGM menuntut kepada DPR dan pemerintah," katanya.

Dalam pernyataan yang dibacakan tersebut, terdapat lima tuntutan yang ditujukan ke DPR dan pemerintah, di antaranya sebagai berikut:

1. Menghentikan segala tindakan pelemahan terhadap KPK.

2. Menghentikan pembahasan RUU KPK, karena prosedur dan substansinya yang dipaksakan berpotensi meruntuhkan sendi-sendi demokrasi dan menjadi akar dari carut marut persoalan akhir-akhir ini. Ingat, semua ini terjadi dalam kondisi perekonomian yang menghadapi potensi resesi.

3. Mengevaluasi pembahasan RUU lain yang melemahkan gerakan anti-korupsi. Pisahkan pasal-pasal anti-korupsi dari revisi Uu KUHP dan lakukan revisi UU Tipikor untuk mengakomodasi rekomendasi UNCAC. Pembahasan beberapa RUU SDA (pertanahan dll) tidak perlu dipaksakan selesai dalam waktu dekat untuk memastikan tidak adanya state-captured corruption dalam RUU-RUU tersebut.

4. Menyadari situasi krisis dan mengakui bersama bahwa kita telah bergeser dari amanah reformasi dan amanah Konstitusi. Bangsa Indonesia wajib kembali ke rel demokrasi, sesuai haluan reformasi dan amanah konstitusi.

5. Semua ini harus dilaksanakan dengan segera secara efektif dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnnya.

Selain membuat pernyataan sikap, akademisi UGM juga memberikan dukungan terhadap aksi Aliansi Akademisi Nasional menolak RUU KPK dan upaya pelemahan KPK.

Pada dashboard dukungan yang diperbarui Sabtu (14/9/2019) pukul 16.00 WIB, total ada 2.338 dosen, 33 universitas di seluruh Indonesia yang menyatakan dukungan terhadap aksi tersebut. Dari UGM sendiri terdapat 344 dosen yang menyatakan dukungan.

Baca juga artikel terkait REVISI UU KPK atau tulisan lainnya dari Irwan Syambudi

tirto.id - Hukum
Penulis: Irwan Syambudi
Editor: Widia Primastika