Menuju konten utama

Cinta Segitiga Chelsea, Adidas, dan Nike

Semua cabang olahraga, terutama sepakbola, adalah medan perang abadi antara Nike dan Adidas untuk memperebutkan hati, pikiran, dan dompet para fans olahraga di seluruh dunia. Chelsea hanyalah seujung kuku dari arena pertarungan keduanya. Mereka berebut menjadi protagonis di segala lini sekaligus di laboratorium, di televisi, di internet, di persimpangan jalan kota-kota besar.

Cinta Segitiga Chelsea, Adidas, dan Nike
Ilustrasi. FOTO/www.adidas.co.id/www.nike.com/GRAFIS/TF Subarkah

tirto.id - Klub sepakbola Chelsea, juara musim lalu yang musim ini terseok-seok dari papan bawah ke papas atas Liga Inggris, tanpa angin tanpa hujan sekonyong-konyong mengumumkan berakhirnya kontrak kerja sama mereka dengan Adidas enam tahun lebih awal.

Kesepakatan pensponsoran senilai £300 juta atau setara dengan $433 juta itu sedianya berakhir di tahun 2023 nanti. Namun, kedua belah pihak, Chelsea dan Adidas, sepakat untuk mengakhirinya lebih cepat di akhir musim depan. Dalam pengumuman yang diunggah pada 11 Mei di situs resmi Chelsea, pihak Chelsea hanya menyampaikan terima kasih kepada Adidas atas "dukungan dan kerja sama yang fantastik". Tidak disebutkan alasan pasti mengapa mereka putus kontrak.

Orang langsung berspekulasi, meraba-raba penyebab pecah kongsi yang telah berlangsung sejak 2006 itu. Segerombolan fans Chelsea yang gegabah tidak bisa menahan diri untuk tidak menuding buruknya performa Chelsea musim ini sebagai biang keladi. Sedang gerombolan lainnya segera mencium gelagat bahwa justru manajemen Chelsea yang menginginkan perceraian.

Kemungkinan terakhir cukup beralasan. Dalam pengumuman resmi pihak Adidas dinyatakan, "Kesepakatan bersama mengenai terminasi dini kontrak ini akan mempersilakan klub sepakbola Chelea untuk memasuki kontrak baru dengan kompetitor Grup Adidas." Kompensasinya, Adidas akan memperoleh sejumlah uang pada 2007 yang tidak diperinci jumlahnya.

Chelsea tidak mungkin begitu saja mau membayar kompensasi yang jumlahnya sudah pasti tidak kecil kalau tidak ada udang di balik batu. Dengan kata lain, Chelsea kemungkinan besar sudah dapat iming-iming nilai kontrak yang lebih menggiurkan dari pesaing Adidas.

Kerja sama Chelsea-Adidas dimulai sepuluh tahun yang lalu, pada tahun 2006, beberapa tahun setelah Roman Abramovic mengambil alih kepemilikan klub dan membanjirinya dengan uang dan membeli prestasi di tingkat domestik. Tahun 2013, setahun setelah Chelsea menjuarai Liga Champions, Adidas memperbarui kerja sama mereka dengan nilai yang memecahkan rekor kontrak aparel sepanjang sejarah Liga Inggris: £30 juta per musim. Tapi rekor itu tak bertahan lama, setahun kemudian Adidas kembali mencatatkan rekor baru bersama Manchester United dengan deal £75 juta per musim.

Chelsea tentu kurang senang dinomorduakan.

Benar saja, tak sampai seminggu sehabis pengumuman perpisahan itu, beredar laporan di berbagai media berbahasa Inggris perihal persetujuan baru antara Nike dan Chelsea. Nilainya £60 juta per tahun atau kira-kira $87 juta, dua kali lipat dari kontrak Adidas dan Chelsea, dua kali lipat dari jumlah yang dibayarkan Puma kepada Arsenal, bahkan tiga kali lipatnya uang yang dihasilkan Manchester City dari Nike.

Pada akhirnya cerita ini berkembang menjadi klise "ini atau itu" yang membosankan. Sebagaimana Pepsi atau Coca-Cola, Boeing atau Airbus, Honda atau Toyota, Samsung atau Apple, Prabowo atau Jokowi, Indomaret atau Alfamart yang konon bisa melahirkan perang sipil, Adidas atau Nike adalah pertempuran lawas yang entah kapan habisnya.

Semua cabang olahraga, terutama sepakbola, adalah medan perang abadi antara Nike dan Adidas untuk memperebutkan hati, pikiran, dan dompet para fans olahraga di seluruh dunia. Chelsea hanyalah seujung kuku dari arena pertarungan keduanya.

Mereka berebut menjadi protagonis di segala lini sekaligus: di laboratorium, di televisi, di internet, di persimpangan jalan kota-kota besar, melalui berbagai kampanye pemasaran unik, penawaran sponsorship, bajak-membajak kontrak kerja sama, dan di setiap lapangan permainan di planet ini, dari Taman Tebet hingga Santiago Bernabeu.

Selama bertahun-tahun, seperti harimau kencing untuk menandai wilayah kekuasaannya, kedua merek itu telah mengukir dominasi di kawasannya masing-masing—Nike di Amerika dan Adidas di Eropa dan Asia. Tapi keadaanya sekarang telah berubah, keduanya telah menjelma raksasa yang melahap banyak perusahaan kecil, maka tiap-tiap mereka keluar dari zona nyaman dan bertarung di semua tempat untuk menguasai dunia.

Di mana ada pertumbuhan pasar peralatan olahraga, di situ Nike dan Adidas cari muka. Untuk menyebut beberapa, Nike misalnya mensponsori basket di Yunani, Spanyol, Israel, Polandia, Rusia, dan Brasil, kriket di India, bisbol di Korea Selatan, dan rugby di Argentina. Adapun Adidas, di antaranya mensponsori panahan di Pakistan, senam artistik di Amerika Serikat dan Italia, bisbol di Cina, dan tinju di Thailand. Nyaris tidak ada negara atau olahraga di mana dua brand ternama itu tidak nongol sedemikian rupa.

Sejak jargon iklan bahkan keduanya telah merangkum sengitnya kompetisi yang mereka jalani. "Impossible is nothing," seru Adidas. “Just Do It,” omel Nike.

Baca juga artikel terkait ADIDAS atau tulisan lainnya dari Arlian Buana

tirto.id - Olahraga
Reporter: Arlian Buana
Penulis: Arlian Buana
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti