tirto.id - Tangan Rinaldy A Yunardi memilin selembar tissue dan membentuknya serupa bunga.
Memilin, katanya, ibarat pelajaran memperkuat diri: prosesnya sulit tetapi nantinya bisa menjadi indah. Menurut Rinaldy, proses rumit semacam itu kerap dialami wanita.
"Sering kali mereka harus lebih banyak memendam rasa untuk menjaga situasi agar tetap nyaman. Ia menjaga keluarga, menahan perasaan, dan menyesuaikan kata-kata. Kecantikan terletak di pikirannya. Saya pikir wanita yang damai hatinya ialah wanita yang bisa tenang dan kuat perisainya. Saya rasa tugas wanita itu berat dan ia harus lebih kuat dari laki-laki,” desainer yang disapa Yung Yung mengutarakan pendapatnya tentang wanita, sembari mengingat ibunya.
Anggapan itu ia peroleh dari pengalaman bersama almarhumah ibunya. Satu-satunya orang yang dekat dengannya di dalam keluarga. Ia bercerita bahwa sang ibu seorang yang sabar. Ibu Rinaldy ialah guru kelas keterampilan membuat bunga dari kertas krep. Makna yang Rinaldy sematkan kepada wanita itu dituangkannya dalam Lady Warrior, koleksi aksesori serupa busana yang ia buat untuk sebuah acara mode dua tahun lalu.
Karya ini punya kesan lebih mendalam dari karya lain. Aksesori tersebut dibuat dari material kertas. Bila dilihat aslinya, benda tersebut lebih tampak terbuat dari rotan lantaran anyaman dan kekokohannya. Mengeksplorasi material bagaikan candu untuk Rinaldy. Di tahun 1996 tanpa sengaja ia memanfaatkan material akrilik menjadi bahan dasar sebuah tiara. Akrilik itu ia temukan di pabrik elektronik milik sang kakak. Ia tak tahan untuk memodifikasi material tersebut.
“Di era itu, rata-rata tiara berbentuk besar. Detailnya pun demikian. Oleh karena itu saya mencoba untuk membuat bentuk lain. Lebih simpel dan ringan,” kenang Rinaldy.
Kawan-kawan yang punya usaha di bidang busana pengantin jadi pelanggan pertama. Lambat laun, pesanan datang dari luar daerah seperti Medan, Semarang, Surabaya, dan Malang. Dari sana Rinaldy yakin bahwa aksesori adalah bisnis tepat baginya. Ia berteman dengan desainer busana Didi Budiardjo, Eddy Betty, Sebastian Gunawan, dan Adrian Gan. Mereka memberi masukan pada Rinaldy untuk membuat jenis aksesori selain tiara.
Masukan itu disambut baik. Terciptalah koleksi anting, kalung, clutch, dan hiasan kepala yang lebih berwarna. Karyawan Rinaldy yang semula hanya tiga orang terus bertambah. Kini ada sekitar 22 karyawan. Mereka membantu mewujudkan karya-karya yang selalu terkesan dramatis.
“Saya seperti membesarkan anak dan mengisi mereka dengan jiwa saya. Ketika saya tiada nanti, semua ini akan menjadi milik mereka. Tak masalah bila nanti mereka hendak mengembangkan produk atau mengubah karakter produk, yang penting mereka mencintai apa yang mereka kerjakan dan mereka bisa menghargai karya yang pernah saya buat. Saya merasa selalu bekerja keras dan itu bisa menjadi contoh bagi mereka. Penghargaan dari ajang World of Werable Art (WOW) salah satu buktinya. ”
Di awal tahun, sebuah email yang ditujukan untuk Rinaldy berisi tawaran untuk mengikuti ajang WOW di Selandia Baru. “Awalnya ragu. Saya sudah 22 tahun berkarya, apakah masih layak untuk ikut lomba,” kata Rinaldy.
Sang kawan Faye Liu, pemilik The Clique, Brand Management Consultant, mendorong Rinaldy untuk mengikuti ajang tersebut. “Sebenarnya saya orang yang tidak bisa ditantang. Bila ditantang, saya bisa stres. Tapi kepercayaan dan keberanian Faye akhirnya menguatkan. Saya membuat beberapa koleksi yang dibuat dari material tali rafia, kristal, metal, dan HPL.”
Karya berjudul Encapsulate mendapat penghargaan tertinggi Supreme WOW Award. Faye ialah orang yang membuat karya Rinaldy dikenakan oleh sejumlah selebriti Hollywood.
Rinaldy mengaku merasa nyaman berteman dengan Faye sehingga yakin bisa bekerjasama dengannya. Dengan jejaring yang dimilikinya, Faye berjasa karena menyebarluaskan karya Rinaldy kepada para kenalannya. "Saya pribadi tidak terlalu mahir memikirkan strategi marketing atau branding. Saya tidak pernah punya target. Saya hanya melakukan eksperimen material sepenuh hati karena hal itu yang bisa membuat saya merasa sangat bahagia. Ketika melihat material bisa menjadi bentuk yang saya bayangkan,” aku Rinaldy.
Di tahun ini, Taco, perusahaan produsen material HPL mengajak Rinaldy bekerjasama membuat karya dari produk terbaru mereka. Tercipta 30 karya hiasan kepala. Ada yang bentuknya spiral ada pula yang bentuknya menyerupai lanskap kota metropolitan. Benda tersebut lebih tampak sebagai karya seni ketimbang benda yang bisa dipakai untuk gaya sehari-hari.
“Eksplorasi tak berbatas. Saya merasa diri saya pun berproses menjadi orang yang membuat karya seni,” katanya.
Rinaldy mengaku harus menyediakan waktu untuk berimajinasi, dan mencari teknik eksplorasi material. Sebab, dalam kesehariannya, pikiran Rinaldy dipadati oleh segala urusan kantor dan janji dengan pihak lain. Terlebih di saat ini. Ia tengah mempersiapkan koleksi untuk show tunggal pada 13 Desember 2017. Saat Tirto tiba di butiknya di kawasan Pluit, Jakarta Utara, sejumlah model tengah menunggu giliran untuk mencoba busana. Ada pula yang datang untuk audisi.
“Saya suka model yang ekspresinya tegas dan kuat,” katanya sambil mengamati cara model itu berjalan.
Setelah urusan dengan para model usai, barulah kami bisa berbincang. Ia duduk relaks di kursi kerjanya. Tangannya sulit diam. Ada saja yang dirangkainya. Ia menyatakan bakat kriya didapatnya dari keluarga. Selain memiliki ibu yang terampil, ayah Rinaldy juga seorang pembuat tas berbahan kulit. Kakaknya yang pekerja pabrik pun mahir merangkai perangkat elektronik.
“Belakangan ini, kami mulai kerja jam 9 pagi dan lembur di kantor sampai jam 10 malam. Kalau ada waktu luang ekstra, menonton bioskop atau makan di tempat makan pinggir jalan saja bisa membuat saya senang. Saya cukup simpel. Biarlah hanya karya yang nampak dramatis,” katanya.
Peragaan tunggal Rinaldy itu akan bertajuk "Equilibrium." Sejumlah selebriti dalam negeri akan turut meramaikan acara yang diselenggarakan di The Ritz- Carlton Pacific Place Jakarta.
Penulis: Joan Aurelia
Editor: Maulida Sri Handayani