tirto.id - Polda Metro Jaya menyebut ada kelompok yang berusaha meraup keuntungan dari sistem ganjil-genap DKI Jakarta. Ada yang secara ilegal menjual pelat nomor berinisial RFP, RFS, dan RFD, yang merupakan sandi kendaraan pejabat, sekaligus STNK-nya.
"Tujuannya untuk menghindari gage (ganjil-genap-red)," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Argo Yuwono dalam keterangan tertulis, Rabu (28/8/2019).
Polisi sudah menangkap enam orang penjual pelat dan STNK palsu di kawasan Kelapa Gading, Jumat (16/8/2019) pekan lalu. Mereka adalah CL, TSW, Y, AMY, DP, dan S.
Komplotan ini berdagang via e-commerce, media sosial, dan offline.
Masing-masing orang dalam komplotan tersebut memiliki tugas berbeda, kata Argo. Tersangka AMY, misalnya, bertugas membuat STNK palsu. Dia belajar memalsukan STNK secara otodidak.
"STNK dibuat sendiri oleh pelaku AMY menggunakan HVS, dicetak menggunakan printer," ujar Argo.
Tersangka DP berperan menjual pelat. Ia dagang di pinggir jalan di daerah Sunter, Jakarta Utara. Sementara tersangka S bertindak sebagai kurir.
CL menjual satu paket STNK dan plat nomor via daring. dengan harga Rp20-25 juta. Keuntungan yang didapat bisa mencapai Rp2,5 juta dan Rp8 juta.
Polisi menyita sejumlah barang bukti, dari mulai satu pelat nomor palsu, lima STNK palsu, dan satu BPKB palsu. Atas perbuatannya, para tersangka dikenalan Pasal 263 Ayat (1) atau Ayat (2) KUHP dengan ancaman pidana enam tahun penjara.
"Untuk masyarakat diharapkan menaati peraturan. Berkaitan dengan gage, jangan berupaya mengelabui petugas; jangan sampai menggunakan plat palsu," tutup Argo.
Wilayah yang terkena ganjil genap diperluas sejak awal Agustus lalu berdasarkan Instruksi Gubernur DKI Jakarta Nomor 66 Tahun 2019.
"Sebelumnya hanya ada sembilan ruas jalan yang diterapkan gage, maka saat ini ditambah menjadi 25 ruas jalan. Selanjutnya, ada penambahan pada jam sore hari. Semula jam 16.00-20.00 ini akan ada tambahan waktu menjadi 21.00 [WIB]" kata Kepala Dishub Syafrin Liputo di Balai Kota DKI, Rabu (7/8/2019).
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Andrian Pratama Taher