tirto.id - Cacing merupakan salah satu satwa harapan karena termasuk salah satu bentuk perkembangan usaha peternakan. Masyarakat sudah mulai mengembangkan ternak satwa alternatif atau satwa harapan sebagai sumber bahan baku industri, pakan, atau hewan laboratorium.
Ternak atau satwa harapan umumnya memiliki beberapa kelebihan, antara lain: siklus hidup pendek, jarang terkena penyakit, murah harganya, serta mudah beradaptasi dengan lingkungan dan pakan yang diberikan.
Potensi ekonomi yang dimiliki satwa harapan dapat menjadi alternatif bagi masyarakat untuk mengisi waktu luang sekaligus sebagai alternatif penghasilan keluarga.
Cacing Tanah sebagai Satwa Harapan
Melansir E-Book Prakarya Kelas VIII (Suci Paresti, dkk, 2017), cacing tanah (Lumbricus terrestris) dapat berukuran panjang 9 hingga 30 cm bergantung pada banyak ruas badan, umur, dan mutu pakannya. Cacing tidak punya tangan, kaki, ataupun mata.
Cacing tanah memiliki berbagai jenis. Diperkirakan ada sekitar 2.700 jenis cacing tanah di dunia. Cacing dapat hidup jika tersedia oksigen, air, pakan, dan suhu yang cocok. Cacing akan mencari tempat yang cocok jika keempat kebutuhan tersebut tidak terpenuhi.
Kotoran cacing tanah mengandung nitrogen unsur hara penting bagi tanaman. Kotoran cacing ini membantu mengikat partikel tanah menjadi agregat-agregat sehingga struktur tanah menjadi baik.
Cacing bisa menumbuhkan ekor baru, tetapi tidak dapat menumbuhkan kepala baru jika bagian tersebut terpotong. Bayi cacing tidak dilahirkan, mereka berada dalam kokon berukuran lebih kecil dari sebutir beras.
Meskipun tidak punya mata, cacing dapat menangkap sinar, khususnya pada bagian tubuh terdepan (bagian kepala). Mereka bergerak menjauhi sinar dan kulit cacing akan menjadi kering jika terekspos sinar dalam waktu lama (sekitar satu jam). Jika kulit cacing kering, ia akan mati.
Cacing tergolong sebagai binatang hermaprodit (berkelamin ganda). Setiap cacing mempunyai organ jantan maupun betina. Cacing kawin dengan cara menyatukan bagian clitellum (bagian membengkak di dekat kepala pada cacing dewasa) dan bertukar sperma. Setiap cacing kemudian membentuk selubung telur dalam clitellum.
Cara Budidaya Cacing Tanah
Proses budidaya cacing tanah sebagaimana dikutip dalam E-Book Prakarya Kelas VIII (Nina Suprihatin, 2020), terbagi dalam lima tahap sebagai berikut:
1. Proses Persiapan Tempat Budidaya
Tempat budidaya harus disiapkan terlebih dahulu. Tempat yang bisa digunakan bebas, tergantung anggaran dan lahan yang dimiliki. Lahan sempit skala rumahan dapat memanfaatkan tempat berupa bak plastik, besek, karung bekas, rak kayu, dan box kayu. Pemanfaatan lahan yang cukup luas, seperti kolam ikan dan sistem kolam jedingan juga bisa dilakukan.
2. Proses Pemberian Media Hidup Cacing Tanah
Media hidup cacing tanah berupa bahan-bahan organik yang sudah dicampur rata. Bahan-bahan organik itu sebagian besar sudah membusuk dan termasuk limbah, di antaranya log jamur tiram, jerami padi, serbuk gergaji atau grajen, sampah organik dan kotoran sapi.
Cara membuatnya adalah dengan mencampurkan semua bahan organik itu kecuali kotoran sapi dengan cara memasukkannya ke wadah atau tempat budidaya mencapai ketinggian 15 cm. Setelah itu diberi air secukupnya.
Langkah berikutnya, aduk hingga merata, lalu biarkan selama 4 minggu supaya proses fermentasi berlangsung. Baru kemudian tambahkan kotoran sapi yang sudah didiamkan selama 7 hari. Perbandingan campuran media hidup 70 persen dan kotoran sapi 30 persen.
Setelah itu, pastikan terlebih dahulu pH media dan kelembabannya. pH media yang baik adalah pH netral, bisa diukur dengan kertas lakmus.
3. Menyiapkan Bibit Cacing Tanah Unggulan
Bibit cacing tanah yang terbukti berkualitas unggul dapat dibeli dari peternak cacing tanah. Cacing tanah dari peternak lebih mudah beradaptasi dengan media yang sudah dipersiapkan.
Banyaknya bibit disesuaikan dengan daya tampung fasilitas budidaya. Wadah seperti bak plastik, dan rak kayu, setidaknya bisa menampung sebanyak 100 hingga 150 bibit cacing tanah. Untuk wadah skala besar seperti bekas kolam atau kolam jedingan, dapat menampung hingga hitungan kilogram bibit cacing tanah.
4. Memasukkan Bibit Cacing Tanah ke Media Hidup
Bibit cacing tanah itu, sebaiknya jangan dimasukkan sekaligus ke media hidupnya. Masukkan sedikit bibit di permukaan tanah guna mengecek apakah media hidupnya sudah cocok atau belum. Jika bibit langsung masuk ke dalam media dan dalam 3 jam tidak ada satu pun yang berkeliaran atau kabur keluar wadah, itu artinya media hidupnya sudah cocok.
Setelah itu, tambahkan bibit cacing secara bertahap dan cek rutin tiap 3 jam sekali. Jika ternyata menemukan bibit cacing yang berkeliaran bahkan berusaha kabur keluar dari wadah media hidupnya, maka media hidupnya perlu diganti.
Cara mengganti medianya adalah dengan menyiram media dengan air, peras, buang airnya, lakukan berulang sampai warna air perasannya menjadi bening. Setelah penaburan bibit, pastikan untuk mengeceknya setelah 12 jam untuk memastikan apakah bibit sudah beradaptasi dengan media hidup yang dipersiapkan.
5. Proses Panen Cacing Tanah
Cacing tanah bisa dipanen sekitar 2,5 sampai 4 bulan. Pemanenan dapat pula ditandai dengan banyaknya kotoran cacing atau disebut kascing di media hidup. Bentuk kotoran cacing (kascing) dapat dilihat di permukaan tanah dengan bentukan padat dan menggumpal warnanya hampir mirip dengan warna tanah, coklat kehitaman.
Pemanenan dilakukan sebagian, dengan menyisakan sebagian cacing dewasa untuk dijadikan bibit kembali dan kokon untuk memperbanyak populasi cacing tanah untuk budidaya. Cara panen dilakukan dengan menggunakan bantuan lampu neon, bohlam, maupun petromaks.
Cahaya berfungsi untuk membuat cacing di dalam media naik ke permukaan dan berkumpul. Ambil cacing-cacing tersebut dan masukkan ke wadah lain. Untuk cacing dan kokon yang tidak dipanen, sebaiknya dipindahkan ke media hidup yang baru, dan tempatnya terpisah.
Penulis: Nurul Azizah
Editor: Alexander Haryanto