tirto.id - Minggu lalu, beredar sebuah video berdurasi 1:28 menit di Facebook yang memperlihatkan seseorang mengeluarkan cacing dari dalam sebuah pisang. Video tersebut disertai narasi bahwa pisang itu diimpor dari Somalia dan mengandung cacing helicobacter yang dapat melumpuhkan otak hingga menyebabkan kematian.
Informasi ini sempat dibagikan akun Facebook bernama Agung Alit Jayaku (arsip) pada 17 November 2021 seraya menanyakan kebenaran info ini.
“SAYA MOHON INFO APAKAH BERITA INI BENAR ATAU HOAKS?” tulisnya.
Video itu juga beredar di WhatsApp. Narasi yang tersebar di WhatsApp secara lengkap berbunyi: “Hai! Teman dan kerabat tolong sebarkan video ini sebanyak-banyaknya. 500 ton pisang dari Somalia tiba di pasar baru-baru ini. Mereka mengandung cacing yang disebut Helicobacter, yang melepaskan pisang beracun di perut, dan kemudian mengembangkan gejala berikut (diare, muntah, mual, sakit kepala). Setelah 12 jam, orang tersebut akan Kematian karena kematian otak. Harap jangan membeli dan makan pisang hari ini, atau jika Anda melakukannya, pastikan untuk membuka pisang di dalamnya.”
Lantas, benarkah klaim-klaim yang disampaikan terkait pisang asal Somalia ini?
Penelusuran Fakta
Tirto menelusuri unggahan yang dimaksud akun Agung Alit. Kami mencari video tersebut di YouTube, dengan kata kunci “Somalia Banana” dan menemukan beberapa video terkait kata kunci ini. Dua video yang cocok dengan narasi yang belakangan tersebar adalah video dari akun YouTube Viral Graphy, dibagikan pada 3 November 2021. Video tersebut juga memiliki deskripsi “Helicobacter Virus in Banana”.
Video yang sama juga ditemukan di akun YouTube Famille Live yang diunggah pada 2 November 2021 dengan judul Bahasa Perancis, “Regarder bien avant de manger votre banane.”
Tidak hanya itu, hasil penelusuran AFP juga menunjukkan bahwa video ini telah tersebar di Mesir, Filipina, Amerika Latin, dan Iran.
Ini berarti, video ini menyebar ke banyak tempat di dunia, tidak hanya di Indonesia.
Lalu bagaimana dengan klaim infeksi Helicobacter pylori?
Menurut situs kesehatan Alodokter, Helicobacter pylori adalah sejenis bakteri yang dapat hidup di dalam lambung dan bisa menyerang serta merusak dinding lambung.
Pada kondisi normal, lambung akan mengeluarkan asam untuk membunuh bakteri yang masuk ke dalam saluran pencernaan bersama makanan. Akan tetapi, Helicobacter pylori dapat hidup dalam asam, sehingga asam lambung menjadi tidak efektif dalam membunuh bakteri tersebut.
Situs Alodokter juga menyebutkan bahwa infeksi Helicobacter pylori disebabkan oleh bakteri Helicobacter pylori di dalam lambung. Bakteri ini dapat menyebar melalui kontak mulut atau air liur antara penderita dengan orang sehat, Fecal-oral (melalui kotoran penderita yang tidak dibersihkan dengan benar), dan konsumsi air atau makanan yang terkontaminasi bakteri.
Seseorang dapat terinfeksi Helicobacter pylori apabila tinggal di lingkungan dengan sanitasi tidak baik, tinggal di pemukiman padat penduduk, mengonsumsi air yang tidak dimasak hingga matang, dan serumah dengan penderita bakteri ini.
Biasanya, tidak ada gejala jika infeksi bakteri Helicobacter pylori belum menyebabkan komplikasi. Gejala baru muncul ketika infeksi sudah menyebabkan luka pada saluran pencernaan. Beberapa gejala yang bisa dialami seperti sakit perut, kembung, mual dan muntah, demam, sendawa berlebihan, penurunan berat badan, hilang nafsu makan, dan feses berdarah atau berwarna gelap.
Berdasarkan intisari dari situs Alodokter, ditemukan bahwa infeksi Helicobacter pylori disebabkan oleh bakteri, bukan dari cacing. Sementara itu, infeksi ini menyerang saluran pencernaan, bukan pembekuan otak yang hingga menyebabkan kematian.
Di video juga disebutkan bahwa asal cacing ini adalah pisang dari Somalia. Menurut konfirmasi dari Departemen Pertanian, Pembaruan Lahan, dan Pembangunan Pedesaan (DALRRD) Afrika Selatan, informasi terkait impor pisang dari Somalia yang mengandung “cacing” Helicobacter pylori bersifat menyesatkan. Departemen ini juga mengutuk berita palsu yang tersebar terkait Somalia.
“Tidak ada impor pisang yang baru-baru ini terjadi melalui salah satu pelabuhan kami dari Somalia,” tulis klarifikasi tersebut.
Memang dulunya Somalia merupakan pengekspor utama pisang, namun hal ini tidak lagi dilakukan sejak pecahnya perang saudara di negara itu sejak 1991. Menurut analisis pasar yang dilakukan Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO), Ekuador, Filipina, Guatemala, dan Kolombia kini termasuk pengekspor pisang terbesar di dunia. Di Afrika, pengekspor pisang terbesar dipimpin Kamerun dan Pantai Gading. Somalia tidak disebutkan dalam analisis tahun 2019 ini.
Memang Somalia telah mulai mengekspor pisang ke Arab Saudi pada 2019, namun angkanya tidak sebesar ekspor mereka untuk produk domba, kambing, sapi, minyak biji jintan hitam, dan resin, seperti yang dilaporkan oleh The Observatory of Economic Complexity (OEC) pada 2019.
Lalu, jika video tersebut tidak menunjukkan cacing, lantas apakah itu? AFP menanyakan hal ini pada Fabricio Loyola, ahli agronomi di Ekuador yang juga anggota perguruan tinggi insinyur pertanian provinsi Pichincha. Menurutnya, apa yang diekstraksi dari buah tersebut lebih mirip serat dan masalah yang disebabkan pematangan buah.
Ketika proses pematangan pisang dipercepat, "bagian putih yang dapat dimakan dari buah tidak mencapai kadar gula yang cukup dan menjadi jaringan berserat," jelas Fabricio. "Larva raksasa" seperti yang ditunjukkan dalam video itu, tidak realistis, tambahnya.
Kesimpulan
Berdasarkan penelusuran fakta yang telah dilakukan, klaim bahwa pisang ekspor dari Somalia yang mengandung cacing dan membahayakan bersifat salah dan menyesatkan (false & misleading). Semua klaim-klaim yang disampaikan terbukti tidak benar dan tidak mendukung klaim utama.
==============
Tirto mengundang pembaca untuk mengirimkan informasi-informasi yang berpotensi hoaks ke alamat email factcheck@tirto.id atau nomor aduan WhatsApp +6288223870202 (tautan). Apabila terdapat sanggahan atau pun masukan terhadap artikel-artikel periksa fakta maupun periksa data, pembaca dapat mengirimkannya ke alamat email tersebut.
Editor: Nuran Wibisono