Menuju konten utama

Cara BI Dorong Produk UMKM Masuk Pasar Internasional

Menghubungkan UMKM dengan pelaku usaha lebih besar (eksportir) merupakan salah satu cara BI mendorong produk UMKM di pasar internasional.

Cara BI Dorong Produk UMKM Masuk Pasar Internasional
Ilustrasi. ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto

tirto.id - Bank Indonesia (BI) melakukan pendampingan untuk mendorong UMKM masuk pasar internasional di tengah persaingan dagang internasional yang ketat. Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo menyebutkan ada tiga pendekatan yang dilakukan BI untuk mendorong ekspor UMKM.

Pertama, UMKM langsung memasarkan produknya kepada pembeli luar negeri. Kedua, menghubungkan UMKM dengan pelaku usaha lebih besar (eksportir). Ketiga, menghubungkan UMKM dengan desainer yang telah memiliki pasar internasional.

BI juga menjalin kerja sama dengan para desainer untuk lebih mendorong potensi UMKM, peningkatan nilai tambah, dan sekaligus perluasan pasar secara nasional dan global. Kemudian, negara tujuan pemasaran produk-produk UMKM bervariasi, tidak hanya di Asia, tetapi juga Ke Eropa, Timur Tengah, serta Amerika Serikat.

Untuk mendorong terciptanya usaha kreatif yang mengangkat budaya daerah, Bank Indonesia juga menjalin sinergi dengan berbagai pihak. Salah satu contoh kerjasama antara lain dengan Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) dalam program Inovatif dan Kreatif Melalui Kolaborasi Nusantara (IKKON).

"Kerjasama tersebut dilaksanakan bersama KOPPIKON (Koperasi Karya IKKON Bersama) di Banyuwangi yang mampu mengidentifikasi keunikan daerah, sehingga tercipta suatu desain yang diaplikasikan oleh pengrajin UMKM Bank Indonesia dan hasilnya dapat kita saksikan di pameran kali ini," kata Perry di Jakarta Convention Center pada Jumat (20/7/2018).

Pada 20-22 Juli, BI mengadakan pameran Karya Kreatif Indonesia (KKI) 2018 dengan 75 booth dan 500 produk UMKM di JCC, tanpa biaya sewa booth. Tujuannya untuk lebih mengenalkan produk-produk UMKM ke masyarakat luas.

Beberapa UMKM Binaan BI mendapatkan kenaikan omzet. Umsaroh (43), pengrajin asal Banten mengatakan omzetnya semula sekitar Rp50 juta per bulan dan setelah mendapatkan pembinaan bisa menvapai Rp100 juta per bulan.

"Pembinaan berupa pemberian pelatihan, sosialisasi sudah 1 tahun. Satu tahun udah 3 kali bersama-sama dengan UMKM lainnya," ujar Umsaroh kepada Tirto.

Ada 12 motif kain batik lebak yang diproduksi Umsaroh dengan berbagai bahan, meliputi katun, dobby, viskos, satin, hingga sutra dengan ukuran 2 meter kali 40 sentimeter. Harga kain dibandrolnya dari Rp200 rabu hingga Rp750 juta.

"Belum ekspor, penjualan baru luar provinsi, seperti Manado, Yogya, Lampung, Balikpapan. Penjualan udah lewat online, reseller," ucap Umsaroh.

Peningkatan kualitas produksi masih terus dijajalnya dengan binaan dari BI untuk meningkatkan daya tarik produksi yang baru dimulainya 2 tahun lalu.

Senada dengan Umsaroh, Narman Nasinah (28) juga mengungkapkan hal yang sama. Pengrajin kain asal Badui itu mengatakan omzetnya sekarang bisa meningkat sekitar Rp30 juta per bulan dari semula Rp15 juta per bulan.

Pasar ekspor masih dijajakinya dengan pembinaan dari BI. "Saat ini masih dapat binaan untuk bisa tembus pasar internasional. Perwakilan BI datang langsung 2-3 kali. Rutin. Pendekatan diskusi-diskusi," ujar Narman.

Kain tenun kerajinan tangan asal badui, Narman bandrol mulai dari Rp40 ribu sampai 1,5 juta dengan ukuran paling lebar 1x2 meter.

"Bahan ada sintetis dan alami. Alami harganya lebih mahal 2 kali lipat dari sintetis," kata Narman.

Usaha yang ia bangun sejak 2016 ini, telah dipasarkan menggunakan media daring, baik Instagram, website, dan Whatsapp.

Baca juga artikel terkait UMKM atau tulisan lainnya dari Shintaloka Pradita Sicca

tirto.id - Bisnis
Reporter: Shintaloka Pradita Sicca
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Yantina Debora