tirto.id - Pandemi COVID-19 telah berdampak ke seluruh sektor dan bisa mengakibatkan resesi ekonomi yang menjadi musuh negara-negara di dunia, termasuk Indonesia.
Pertumbuhan ekonomi di Indonesia pada bulan April-Juni 2020 kontraksi sebesar 5,32 persen. Angka tersebut menunjukkan bahwa perekonomian Indonesia diambang resesi jika bulan Juli-September 2020 pertumbuhan kembali negatif.
Hal ini secara resmi diumumkan oleh pemerintah melalui Badan Pusat Statistik (BPS).
Hartanto selaku Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga mengatakan bahwa pemerintah berharap pada Juli-September 2020 minimal dapat menjaga agar situasi tidak terlalu buruk, namun bisa recover mendekati minus 1 persen atau 0.
Selain itu nilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Selasa sore (11/8/2020) ditutup melemah. Inilah yang menjadi kekhawatiran akan terjadinya resesi domestik.
Apa Itu Resesi Ekonomi?
Resesi adalah penurunan aktivitas ekonomi yang signifikan dan berlangsung selama berbulan-bulan hingga bertahun-tahun.
Resesi dianggap sebagai bagian tak terhindarkan dari siklus bisnis atau irama ekspansi dan kontraksi reguler yang terjadi dalam perekonomian suatu negara.
Resesi ekonomi terjadi ketika Produk Domestik Bruto (PDB) negatif, meningkatnya pengangguran, penurunan penjualan ritel, serta kontransi (minus) pendapatan dan manufaktur untuk jangka waktu yang lama, demikian dikutip dari Forbes.
Pada tahun 1974, ekonom Julius Shiskin memberikan beberapa aturan praktis untuk mendefinisikan resesi yakni penurunan PDB selama dua kuartal berturut-turut.
Ekonomi yang sehat berkembang dari waktu ke waktu, sehingga dua perempat produksi yang menyusut menunjukkan ada masalah mendasar yang serius, menurut Shiskin. Definisi resesi ini menjadi standar umum selama bertahun-tahun.
Dampak resesi yang sangat dirasakan adalah menurunnya jumlah lapangan pekerjaan, produksi perusahaan-perusahaan semakin sedikit, jumlah pengangguran meningkat, penjualan ritel turun, kontraksi terhadap pendapatan usaha.
Ketika pemerintah sedang memikirkan strategi dan kebijakan pemulihan ekonomi, kita juga perlu mempersiapkan diri khususnya di sektor keuangan pribadi. Jika resesi tersebut melanda, kita tidak kaget bahkan mampu melewati setiap goncangan tersebut.
Cara Atur Keuangan Keluarga Agar Siap Hadapi Resesi Ekonomi
Berikut ini cara atau strategi dalam menghadapi resesi ekonomi seperti dilansir dari Forbesdan Antara:
1. Kurangi konsumsi belanja dan tanggung jawab memikirkan orang yang dicintai
Sebaiknya mulai dibiaskan mengurangi tingkat konsumsi belanja dengan cara-cara yang masih mungkin dilakukan.
Salah satu contoh, bagi anggota keluarga dewasa mengurangi “jatah” makan nasi sebanyak sepertiga dari porsi biasanya, bahkan mengurangi kebiasaan main gim dan surfing internet.
Pemilihan anggaran untuk kebutuhan keluarga yang menjadi prioritas yang telah disiapkan untuk dibeli seperti saat menghadapi kontraksi akibat pandemi.
Hal tersebut di antaranya beras, gas elpiji, mi instan, kecap manis, minyak goreng, bumbu dapur, sabun mandi, sabun cuci baju, shampo, pasti gigi, kuota internet, pulsa telepon, dan kebutuhan prioritas lainya.
Jika Anda seorang tulang punggung keluarga, maka perlu memastikan kehidupan mereka di masa depan. Salah satunya dengan cara memastikan bahwa memiliki asuransi kecacatan dan asuransi jiwa yang memadai.
Jika resesi terjadi, sudah terbiasa untuk berhemat dan masih bisa bertahan.
2. Tingkatkan kapasitas dana darurat
Miliki dana darurat atau cadangan mulai dari sekarang. Jangan sampai di kemudian hari kita mengandalkan dari utang ketika kebutuhan darurat harus dikeluarkan.
Jika sudah memiliki dana darurat, perkuatlah kapasitasnya.
Semua anggota keluarga harus bisa memastikan kebutuhan kehidupannya tercukupi hingga 3-6 bulan ke depan
3. Meningkatkan penghasilan
Salah satu cara terbaik yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan penghasilan harian atau bulanan sebagai antisipasi.
Jika sering menghabiskan waktu untuk membaca blog keuangan pribadi atau artikel keuangan pribadi, maka bisa melihat bahwa ada saatnya untuk mengambil pekerjaan sampingan.
Namun jangan mengabaikan aset terpenting yakni pekerjaan yang ada saat ini. Jika dapat meluangkan sedikit waktu lembur dan bekerja keras untuk mendapatkan promosi, itu mungkin cara yang jauh lebih bermanfaat untuk meningkatkan penghasilan.
4. Belanja dari orang terdekat
Dalam situasi yang sulit, sangat memungkinkan kita membutuhkan bantuan dari orang lain. Oleh sebab itu membangun hubungan baik dari orang-orang terdekat seperti tetangga, teman, saudara, kolega dengan memilih berbelanja kepada mereka.
Hal ini menjadi salah satu investasi terbaik untuk menjadi bekal yang sangat membantu dalam menghadapi situasi sulit nantinya.
5. Cari pemasukan sampingan
Saat resesi, pendapatan bisa tiba-tiba berkurang. Maka penting mencari pemasukan sampingan untuk mengamankan kemampuan keuangan. Tentu harus kreatif dan inovati dalam hal ini.
Cara menemukan pekerjaan sampingan seperti berbisnis keci-kecilan, memiliki sumber pendapatan yang pasif, atau lainnya.
6. Bayar utang bunga tinggi
Membayar utang dengan bunga tinggi sangat penting karena ini mengurangi tekanan arus kas jika Anda mengalami masalah keuangan.
Tidak memiliki tagihan kartu kredit dalam jumlah besar setiap bulan akan membantu untuk tetap berada di atas air sampai semuanya beres.
Jika tidak bisa melunasi utang dan hanya mampu melakukan pembayaran minimum pada kartu kredit, saldo dapat membengkak dengan cepat.
7. Terus berinvestasi
Ketika pasar saham jatuh dan semua orang panik, akan tampak berlawanan dengan intuisi untuk terus berinvestasi. Anda harus mengingatkan diri sendiri bahwa secara praktis tidak mungkin mengatur waktu pasar secara efektif.
Sangat diperlukan terus berinvestasi secara teratur. Cara mudah untuk melakukannya adalah dengan mengotomatiskannya sehingga menjadi autopilot.
8. Penuhi kebutuhan pangan dengan budi daya sendiri
Kebutuhan pangan merupakan prioritas bagi setiap orang. Salah satu solusi terhadap pemenuhan pangan keluarga di masa resesi adalah dengan melakukan budidaya tanaman hidroponik dan budikdamber (membudidayakan ikan dalam ember) yang dimulai sejak sekarang.
Berbudidaya hidroponik dan budikdamber menjadi pemenuhan pangan bagi keluarga dan hobi baru yang tidak memakan biaya banyak. Pasalnya, alat dan bahan tersedia dengan harga murah serta memanfaatkan barang bekas.
Penulis: Maria Nanda Ayu Saputri
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno