Menuju konten utama

Campur-Campur BBM, Apakah Menyiksa Mesin Kendaraan?

Mencampur bahan bakar dengan angka oktan berbeda tidak lebih baik dari menggunakan bahan bakar dengan oktan lebih rendah dari rekomendasi pabrik.

Campur-Campur BBM, Apakah Menyiksa Mesin Kendaraan?
Ilustrasi pengisian bahan bakar. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - Kenaikan harga bahan bakar (BBM) Pertamax bisa mendorong orang tergoda untuk beralih ke BBM jenis Premium atau Pertalite yang lebih ramah kocek. Namun, agar mesin tidak "kaget" karena menenggak BBM berkualitas lebih rendah, biasanya ada yang menyiasatinya dengan mencampur dengan BBM dari yang direkomendasikan pabrik.

Setiap pabrikan motor atau mobil punya rekomendasi berapa oktan atau research octane number (RON) minimal yang harus dipakai pada produk mereka. Di Indonesia misalnya, produk mobil murah atau LCGC direkomendasikan memakai BBM dengan minimal RON 92.

Anjuran ini sering dikaitkan soal anggapan penggunaan BBM dengan RON di luar rekomendasi pabrik bisa berdampak pada performa dan kerusakan mesin. Pada kasus saat orang kali pertama bermigrasi ke BBM dengan RON yang lebih rendah, maka akan tercampur BBM dengan RON rekomendasi pabrik dengan kualitas BBM di bawahnya.

Dari kaca mata pabrikan kendaraan, upaya merekomendasikan agar pengendara memakai BBM dengan oktan tertentu saja, tujuannya agar menjaga performa mesin tetap optimal. Pemakaian bahan bakar yang tidak sesuai dikhawatirkan berakibat buruk pada mesin dalam jangka panjang.

"Konsumen diharapkan mengikuti standar bahan bakar yang digunakan sesuai dengan yang direkomendasikan pada owners manual untuk mendapatkan performa kendaraan yang maksimal dan sesuai dengan (spesifikasi) yang disampaikan kepada konsumen," jelas Boediarto, Technical Service & CS Support Department PT Mitsubishi Motors Krama Yudha Sales Indonesia kepada Tirto.

"Penggunaan bahan bakar yang sesuai dengan rekomendasi juga mengurangi potensi timbulnya kerusakan dan keluhan dalam penggunaan jangka panjang," katanya.

Menggunakan bahan bakar dengan nilai oktan rendah dari rekomendasi pabrik, merujuk pada tulisan Economist memang berpotensi memicu pembakaran prematur, atau dalam istilah teknis disebut knocking alias ngelitik. Peristiwa seperti itu terjadi ketikan bahan bakar meledak lebih dulu sebelum dialiri bunga api dari busi karena suhu dalam ruang bakar lebih tinggi dari titik bakar bensin yang digunakan. Akibatnya, penyaluran energi menjadi terganggu, ditandai dengan gejala brebet.

Untungnya, mobil-mobil modern yang menerapkan sistem injeksi bahan bakar berbasis sistem elektronik, seperti diulas pada artikel berjudul “Why Putting Regular Gas Into A Car That Needs Premium Won't Save You Any Money” terbitan Jalopnik mampu beradaptasi ketika diberikan bahan bakar berkualitas rendah. Sistem knocking sensor akan mendeteksi jika terjadi pembakaran prematur, kemudian menyesuaikan campuran bahan bakar dan udara di ruang bakar secara otomatis. Namun, konsekuensinya tenaga yang dihasilkan bakal berkurang karena pembakaran tidak berjalan optimal.

Dalam konteks mencampur BBM oktan sesuai rekomendasi pabrik, dengan oktan BBM yang lebih rendah, pada dasarnya mesin memiliki ambang toleransi buat menerima bahan bakar berkualitas lebih rendah. “Jika (menggunakan bahan bakar oktan rendah) berjalan baik, tanpa ada pembakaran prematur, atau masalah detonasi, maka (pemilik kendaraan) bisa menghemat dalam membeli bahan bakar,” kata Profesor School of Transportation Centennial College Toronto, Stephen Leroux.

Infografik Oktan

Oktan Tinggi Bukan Segalanya

Saat pengendara menggunakan BBM dengan oktan lebih tinggi dari anjuran produsen relatif tidak memberikan efek positif pada kinerja mesin. Penelitian berjudul “Effect of octane on performance, energy consumption and emissions" yang dikerjakan Richard Stradling, John Williams, Heather Hamje, dan David Rickeard yang dipublikasikan Transportation Research Arena pada 2016, menguji reaksi performa mesin saat diberi BBM berkualitas tinggi.

Riset tersebut menggunakan dua mobil sebagai sampelnya. Mobil pertama memiliki ECU yang dikalibrasi untuk BBM dengan RON 98 dan mobil kedua dikalibrasi untuk RON 95. Penyusutan performa terjadi secara signifikan begitu mobil pertama dan kedua diberikan besin dengan RON 86 dan 91. Berbeda halnya ketika peneliti menggunakan bensin beroktan mulai dari 95 sampai 111, performa mesin cenderung setara.

Konklusi dari penelitian tersebut menyatakan konsumsi BBM meningkat ketika mobil diajak berakselerasi cepat (full gas) dengan bensin beroktan lebih rendah dari standar kalibrasi ECU. Semakin rendah oktan, semakin rendah efisiensi bahan bakar. Namun, berbeda halnya begitu mobil melaju dengan kecepatan konstan. Dalam kondisi seperti itu, efisiensi bahan bakar cenderung stabil meskipun menggunakan bensin dengan RON terendah.

Penelitian itu menepis anggapan bahwa BBM dengan oktan tinggi mampu mengangkat kinerja mesin kendaraan terutama mobil. Hal itu dikarenakan oktan bahan bakar hanya dipengaruhi zat aditif, seperti etanol yang berfungsi menaikkan nilai oktan dan titik bakar, tanpa menambah energi yang dapat dihasilkan.

Minimnya manfaat menggunakan BBM dengan oktan tinggi dari rekomendasi juga dipaparkan dalam penelitian American Automobile Association pada 2016, dilansir Business Insider. Para periset melakukan observasi menggunakan mobil-mobil berkapasitas mesin 2.0 liter sampai 5.0 liter yang diberikan bahan bakar dengan RON 87 dan 93. Setelah dianalisa, tidak ada peningkatan efisien bahan bakar dan tenaga mesin yang signifikan ketika mobil meminum BBM dengan nilai oktan tinggi.

Bagaimana dengan mencampur oktan BBM?

Stephen Leroux mengungkapkan tidak ada manfaat yang dihasilkan. Mencampur bahan bakar tidak mengubah oktan dari masing-masing jenis. “Saran saya lebih baik menggunakan satu oktan saja. Saya tidak melihat manfaat dari mencampur (bahan bakar),” ujar Stephen dikutip dari The Globe and Mail.

Pilihan yang paling baik adalah memang menggunakan bahan bakar sesuai rekomendasi pabrikan. Beralih ke bahan bakar beroktan rendah atau mencampurnya, sebaiknya bukan pilihan, tapi juga bukan larangan. Keputusan ada di tangan masing-masing pengendara.

Baca juga artikel terkait BBM atau tulisan lainnya dari Yudistira Perdana Imandiar

tirto.id - Otomotif
Penulis: Yudistira Perdana Imandiar
Editor: Suhendra