tirto.id - Masalah tiket masih menghantui Asian Games 2018. Setelah muncul tiket ganda dalam acara pembukaan, Sabtu 18 Agustus lalu, masalah yang tak kalah pelik muncul: para penonton kesulitan untuk mendapatkan tiket.
Menjelang pertandingan final bulutangkis nomor beregu putra, Rabu (22/9/18), ratusan calon penonton sampai sempat beradu mulut dengan panitia. Soalnya, mereka tak mendapat tiket meski sudah mengantre sejak pukul lima pagi di Pintu 1 Gelora Bung Karno.
Panitia menjelaskan bahwa tiket sudah habis hanya dalam satu jam. Calon penonton tidak terima penjelasan ini.
Situasi tak jauh berbeda juga terjadi pada Kamis (23/4/18). Meski tak sampai ribut dengan panitia, para calon penonton juga banyak yang kecewa karena kehabisan tiket. Pada pukul setengah dua siang, tiket on the spot cabang bulutangkis dan voli di loket tiket 2, dekat Pintu 4 GBK, sudah habis.
Ahmad, runner ticketing di loket tiket 1 yang jaraknya begitu dekat dengan loket 2, mengatakan bahwa tiket bulutangkis dan voli sudah ludes terjual hanya dalam waktu dua jam. "Tiket bulutangkis dan voli buka jam 8 pagi dan sudah tutup jam 10 pagi. Banyak peminatnya," ujar Ahmad kepada Tirto.
Panitia Asian Games 2018 memang menjual tiket on the spot dalam jumlah yang terbatas. Menurut Danny Buldansyah, Direktur Media dan Public Relation INASGOC, penjual tiket on the spot untuk semua cabang olahraga di Asian Games 2018 memang hanya dialokasikan 20 persen, sisanya dijual online.
Meski alasannya masuk akal, namun keterlibatan para calo juga disinyalir menjadi salah satu penyebab sulitnya para penonton mendapatkan tiket.
Simon Simanjurang, Direktur Ticketing INASGOC, langsung membantah dugaan ini. Saat menemui para penonton yang ricuh Rabu lalu, ia yakin bahwa tiket tak sampai ke tangan calo. Bahkan, ia memberikan janji kepada para calon penonton pada saat itu: jika ada bangku kosong dalam pertandingan final bulutangkis putra dan para calon penonton yang tidak mendapatkan tiket mendesaknya untuk mundur, ia siap mengundurkan diri.
Kenyataannya, berdasarkan cuitan dari akun Twitter @infosuporter, bangku Istora Senayan, tempat berlangsungnya pertandingan, ternyata tak penuh. Akun itu mengaku mendapatkan foto dari pekerja media yang pada malam itu berada di lokasi.
Calo Memang Ada di GBK
Selasa (20/8/18) lalu polisi menangkap dua orang calo yang berseliweran di GBK—bukti kalau memang praktik ini benar adanya. Dugaan ini semakin diperkuat karena reporter Tirto pun bisa bertemu dengan salah satunya.
Pada Kamis (23/8/18), seorang calo yang mengaku bernama Slamet berhasil menjual 30 tiket final bulutangkis beregu putra yang digelar sehari sebelumnya dengan harga satuan Rp500 ribu rupiah. Padahal harga tiket kategori B (paling murah) normalnya cuma Rp200 ribu.
Ketika mengatakan itu Slamet baru saja melayani seorang penonton yang ingin membeli tiket final basket (5x5) putra dan penutupan Asian Games 2018.
Kepada calon pembelinya itu ia mengatakan bahwa harga tiket bisa lebih mahal. Jika timnas basket putra lolos ke babak berikutnya, kata Slamet, mereka berpeluang besar melawan Cina, salah satu kandidat kuat peraih emas.
Pembeli itu tak keberatan, asalkan Slamet memang bisa mendapatkan tiket yang dijanjikan. Slamet pun berjanji akan mengusahakannya. Slamet kemudian memberikan nomor teleponnya kepada calon pembelinya itu.
Slamet tidak selalu membawa tiket dalam jumlah besar ketika berseliweran mencari calon pembeli. Ketika mengobrol dengan kami, misalnya, ia hanya membawa enam tiket dengan harga Rp250 ribu—harga sebenarnya cuma Rp100 ribu.
Temuan ini kami klarifikasi lagi ke penyelenggara. Sekjen INASGOC, Eris Herryanto, mengaku bingung bagaimana caranya mencegah praktik ini. "Soalnya mereka kalau beli itu gayanya seperti orang biasa," katanya.
Eris juga bingung bagaimana "menindak" orang-orang ini karena menurutnya tak ada aturan tertulis yang menyebut menjadi calo tiket itu perbuatan pidana. Satu-satunya yang bisa dilakukan adalah menerapkan logika ekonomi, kata Eris.
"Mereka itu yang bisa menghentikan masyarakat, karena ada permintaan ada penawaran. Kalau mereka pasang tarif terlalu besar ya jangan dibeli," katanya.
Penulis: Renalto Setiawan
Editor: Rio Apinino