tirto.id - Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Hendrikus Passagi mengimbau agar masyarakat tidak khawatir apabila hendak meminjam uang dari perusahaan fintech peer-to-peer lending. Menurut Hendrikus, OJK belum menemukan adanya perlakuan tak adil kepada nasabah yang memang secara tertib membayar utang.
“Kalau Anda pelajari berita yang secara viral beredar, orang tersebut memang berinisiatif untuk tidak membayar dan bahkan melarikan diri,” kata Hendrikus saat ditemui di Mal Taman Anggrek, Jakarta pada Jumat (13/7/2018).
Adapun berita yang dimaksud Hendrikus itu tak lain adalah cara penagihan tak beretika ke nasabah yang dilakukan salah satu perusahaan fintech, RupiahPlus. Sebagaimana sempat ramai diberitakan, RupiahPlus sampai meneror data pribadi nasabah, yakni dengan menghubungi orang yang tak ada sangkut pautnya dengan peminjaman uang nasabah.
Hendrikus menilai kejujuran merupakan sifat terpenting dalam peminjaman uang melalui fintech peer-to-peer lending. Kendati demikian, ia tidak menampik apabila OJK terus memikirkan cara untuk meningkatkan keamanan dalam transaksi secara online ini. Pasalnya di balik bisnis yang bergerak secara cepat dan masif ini, segala kemudahan yang ditawarkan pun menyimpan risiko yang relatif besar.
Saat disinggung mengenai pengenaan bunga peminjaman bagi nasabah, Hendrikus mengindikasikan bahwa pengaturan bunga pada fintech peer-to-peer lending merupakan kesepakatan langsung dengan peminjamnya. Ia pun menyebutkan penetapan bunga di industri fintech peer-to-peer lending merupakan proses ‘demokrasi’.
“Pengawasan OJK adalah untuk memastikan bahwa uang peminjam maupun pemilik dananya ketika meminjamkan lewat platform tidak disalahgunakan. Penyelenggara fintech harus menggunakan escrow account dan virtual account, serta hanya boleh bertahan di sana maksimal selama dua hari,” jelas Hendrikus.
Lebih lanjut, Hendrikus mengklaim bahwa OJK terus memikirkan cara untuk mengamankan transaksi online ini. Oleh karena itu, kasus RupiahPlus ini tak dilihat Hendrikus sebagai pemicu agar OJK mendadak bereaksi terhadap kejadian yang berlangsung.
Masih dalam kesempatan yang sama, Legal Coordinator Fintech Lending Division Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) Chandra Kusuma menyebutkan bahwa penetapan bunga tersebut sejalan dengan risiko peminjaman yang tinggi. Menurut Chandra, bunga yang disebut-sebut relatif tinggi itu merupakan konsekuensi dari dana yang cepat cair dan tanpa agunan.
“Kami bisa memberikan pinjaman kepada 500 orang dengan proses selama tiga hari, bahkan sampai ada yang hanya 20 menit. Kompensasinya [penetapan] bunga itu. Bunga yang dilihat tinggi itu pun kalau dilihat dari kebutuhan yang sudah mepet, seimbang,” ungkap Chandra.
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Alexander Haryanto