tirto.id - Selama ribuan tahun manusia berlomba-lomba mencari cara agar awet muda dan panjang umur.
Legenda tentang mata air ajaib yang mampu menjadikan kita kembali muda dapat ditemukan di banyak tempat, dari Fountain of Youth di St. Augustine, Florida sampai air terjun Sedudo di Nganjuk, Jawa Timur. Tak sedikit juga yang berusaha mengungkap rahasia umur panjang penduduk Pulau Okinawa, Jepang.
Seiring itu, kalangan ilmuwan gencar melakukan riset. Salah satunya pernah dilakukan oleh tim peneliti dari Butler Columbia Aging Center di Columbia University’s Mailman School of Public Health, Amerika Serikat, yang hasilnya dipublikasikan di jurnal Nature Aging (2023).
Daniel Belsky, PhD, profesor epidemiologi bagian dari tim peneliti dalam riset ini menyatakan, sejumlah hasil studi terdahulu yang dilakukan di berbagai negara telah berhasil membuktikan bahwa pembatasan asupan kalori mampu memperlambat terjadinya proses penuaan secara biologis dan memperpanjang usia kehidupan pada binatang percobaan seperti cacing, lalat buah, dan tikus. Kini, mereka mencoba mengujinya pada manusia.
“Temuan studi kami, upaya memperlambat laju penuaan biologis dimungkinkan terjadi melalui modifikasi gaya hidup dan perilaku,” ungkap Belsky seperti dilansir NBC News.
Laju penuaan biologis ini diukur berdasarkan data yang diperoleh dari riset bernama CALERIE (Comprehensive Assessment of Long-term Effects of Reducing Intake of Energy) Phase-2.
Data yang diteliti adalah sampel darah 220 orang subjek penelitian. Sebagian di antaranya dipilih secara acak untuk mengurangi asupan kalori harian sebanyak 25 persen. Sampel darah diambil sebanyak tiga kali: pada awal penelitian serta 12 dan 24 bulan setelahnya.
Kemudian, peneliti mengukur perlambatan laju penuaan dengan cara mengamati tiga tanda metilasi DNA pada sampel darah, yaitu tanda kimia pada urutan DNA yang diekstrak dari sel darah putih.
Tanda metilasi terlibat dalam proses ekspresi gen di dalam tubuh kita dan senantiasa mengalami perubahan seiring pertambahan usia, sehingga dapat menjadi salah satu indikasi usia biologis.
Setelah mengukur, membandingkan, dan menganalisis tanda metilasi DNA yang muncul pada sampel darah, peneliti berkesimpulan bahwa upaya mengurangi asupan kalori dapat memperlambat laju penuaan biologis antara dua sampai tiga persen pada tubuh orang dewasa yang sehat.
Masih mengacu pada data penelitian CALERIE Phase-2, tim peneliti dari Yale School of Medicine juga pernah melakukan uji klinis lanjutan untuk mencari tahu manfaat kesehatan dari pembatasan asupan kalori pada tubuh manusia sekaligus mengidentifikasi protein kunci yang dapat dimanfaatkan untuk kesehatan. Hasilnya dipublikasikan di jurnal Science (2022).
Setelah melakukan analisis seluler dan transkripsi gen terhadap sampel darah, tim peneliti menemukan adanya peningkatan fungsi kelenjar timus pada subyek penelitian yang menerapkan pembatasan asupan kalori.
Di dalam tubuh kita, kelenjar timus berfungsi menghasilkan sel T, sejenis sel darah putih yang penting dalam sistem kekebalan tubuh.
Dibandingkan organ tubuh lainnya, timus mengalami penuaan lebih cepat. Pada orang dewasa sehat berusia 40 tahun, sekitar 70 persen kelenjar timusnya sudah berlemak dan berkurang fungsinya.
Itu sebabnya, semakin tua seseorang, maka produksi sel T di dalam tubuhnya kian sedikit sehingga ia lebih berisiko mengalami infeksi.
Tim peneliti menggunakan mesin MRI (magnetic resonance imaging) untuk mengamati perbedaan fungsional kelenjar timus pada orang yang membatasi asupan kalori dan yang tidak. Hasilnya, kelenjar timus pada orang yang membatasi asupan kalori memiliki lebih sedikit lemak dan volume fungsionalnya juga menjadi lebih besar.
“Fakta bahwa kelenjar timus dapat diremajakan kembali, menurut saya merupakan sebuah temuan yang menakjubkan. Selama ini hanya ada sangat sedikit bukti bahwa hal tersebut dimungkinkan terjadi pada tubuh manusia,” ujar Vishwa Deep Dixit, PhD, profesor di bidang patologi, imunobiologi, dan pengobatan komparatif yang menjadi peneliti senior dalam uji klinis ini.
Salah satu metode yang bisa dilakukan untuk mengurangi asupan kalori dalam keseharian adalah dengan melakukan intermittent fasting (IF) atau puasa berselang.
Berbagai hasil riset, terutama berdasarkan eksperimen pada hewan, menunjukkan potensi kesehatan dari IF. Dirangkum dari Medical News Today, IF pada tikus dapat mengurangi risiko diabetes. Dalam percobaan terhadap binatang dan manusia, IF juga dapat menurunkan tekanan darah, laju nadi, kolesterol, dan trigliserida.
Ada pula potensinya untuk membantu pertumbuhan sel-sel saraf baru pada binatang, yang dapat menekan risiko gangguan saraf seperti Alzheimer dan Parkinson. Masih riset pada binatang, aktivitas diet atau pembatasan kalori bahkan berpotensi menghambat perkembangan tumor dan mengurangi risiko kanker.
Di balik sederet potensi kesehatan dari pembatasan asupan kalori melalui aktivitas berpuasa, Manpreet Mundi, M.D dari Mayo Clinic menegaskan pentingnya berkonsultasi pada dokter atau ahli gizi terlebih dahulu apabila kamu baru mau mulai berpuasa atau melakukan IF. Hal ini penting dilakukan terutama pada kamu yang memiliki keluhan kesehatan seperti batu ginjal, GERD, osteoporosis, dan diabetes.
Alih-alih langsung berpuasa 16 jam per hari nonstop selama seminggu (seperti yang umumnya dilakukan oleh praktisi IF), Mundi menyarankan agar kamu mengawali rutinitas puasa secara bertahap, diawali dengan puasa berselang-seling, puasa selama 8 jam saja per hari, atau puasa selama 5 hari saja dalam seminggu.
Caroline Thomason, RD, CDCES, pakar nutrisi seperti dikutip dari Healthline juga mengingatkan untuk memastikan keseimbangan jenis-jenis makanan yang dikonsumsi sebelum mulai memangkas asupan kalori per hari.
Pastikan makanan yang disantap setiap hari mengandung karbohidrat, protein, biji-bijian, buah, sayuran, dan lemak sehat untuk mencukupi kebutuhan nutrisi tubuh.
“Tak kalah penting, terapkan pula kebiasaan sehat seperti tidur cukup, melakukan aktivitas fisik secara teratur, dan mengelola stres dengan baik. Faktor-faktor tersebut juga besar perannya untuk healthy aging,” jelas Thomason.
* Artikel ini pernah tayang di tirto.id pada 11 April 2023. Kami melakukan penyuntingan ulang dan menerbitkannya kembali untuk keperluan redaksional Diajeng.
Penulis: Nayu Novita
Editor: Lilin Rosa Santi & Sekar Kinasih