tirto.id - Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan sebanyak 89 persen sumber air dan sebanyak 71,3 persen air siap minum di Daerah Istimewa Yogyakarta telah tercemar. Pencemaran air ini disebabkan oleh kondisi sumber air layak yang telah terkontaminasi bakteri E.coli dan beberapa bahan kimia lainnya.
"Hasil survei kualitas air (SKA) tahun 2015 menunjukkan fakta bahwa kondisi air minum di DIY cukup memprihatinkan," ujar Direktur Statistik Kesra Badan Pusat Statistik (BPS) Gantjang Amanullah dalam Sosialisasi Hasil Survei Kualitas Air Tahun 2015 (SKA 2015), di Yogyakarta, Selasa (18/10/2016).
Menurutnya, hasil SKA memperlihatkan mayoritas sumber air di DIY telah tercemar bakteri E. coli sebanyak 89 persen, dengan sumber air layak minum sebanyak 87,8 persen dan sumber air tidak layak sebanyak 95,5 persen.
Gantjang Amanullah menambahkan, air siap minum juga telah tercemar bakteri E.coli sebanyak 71,3 persen. Kemudian air siap minum dari sumber air layak 69,8 persen dan air siap minum dari sumber air tidak layak sebanyak 78,1 persen.
Tidak heran bila sumber air tercemar bakteri, karena kontaminasi juga terjadi pada kondisi air itu sendiri. Kondisi sumber air layak seperti air pipa, air kemasan bermerek, air tanah, dan air isi ulang sebagai sumber air siap minum dilaporkan terkontaminasi bakteri E.coli dengan kadar persentase berbeda-beda.
Sebanyak 73 persen air pipa telah terkontaminasi E.coli, lalu air kemasan bermerek sebanyak 52 persen, air tanah sebanyak 68,9 persen dan air isi ulang yang telah terkontaminasi sebanyak 47,2 persen.
Semakin kompleksnya sumber air di DIY dari segi kualitas yang makin buruk ini, mendorong beberapa komunitas maupun organisasi non-pemerintah untuk berupaya mengatasi persoalan air. Di antaranya ialah, Komunitas Restorasi Sungai, Gerakan Memanen Air, Srikandi Sungai Indonesia, Studen Goes to River, River Ecologi Club, Gerakan Pengurangan Resiko Bencana dan Sekolah Sungai Indonesia.
“Munculnya komunitas peduli atau penggiat restorasi sungai seperti Komunitas Peduli Sungai Code-Boyong, Gadjah Wong, Winongo, Tambak Bayan dan Sungai Oyo bisa menjadikan masukan baru bagi pengelolaan air berkelanjutan,” ujar Sutapa selaku Direktur Eksekutif Asia Pacific Center for Ecohydrology-United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (APCE-UNESCO).
Penulis: Yantina Debora
Editor: Yantina Debora