tirto.id - Semenjak memimpin negeri ini, Presiden Joko Widodo sudah beberapa kali terlihat meninjau langsung sejumlah proyek infrastruktur. Satu proyek bahkan ada yang dikunjungi beberapa kali, sekadar untuk memastikan perkembangannya. Misalnya untuk pekerjaan Tol Trans Sumatera, yang sudah dikunjungi Presiden Jokowi hingga enam kali. Proyek MRT Jakarta sudah dikunjungi tiga kali.
Perhatian Presiden Jokowi terhadap infrastruktur memang cukup besar. Pada demo 4 November, saat ribuan orang merangsek ke istana, Presiden Jokowi malah ngeluyur melihat perkembangan proyek kereta Bandara Soekarno Hatta. Belum lama ini, Jokowi dengan wajah sumringah mengecek perkembangan proyek Tol Bekasi-Cawang-Kampung Melayu (Becakayu), yang sebelumnya mangkrak sudah 22 tahun.
Proyek-proyek infrastruktur yang dibesuk Jokowi merupakan bagian dari 226 proyek strategis nasional yang ditargetkan harus tuntas 2019. Kesuksesan proyek ini bukan hanya soal taruhan janji saat kampanye, tapi jauh lebih dari itu. Selama hampir dua tahun, realisasi perkembangan proyek ada yang memuaskan dan sebaliknya, misalnya proyek pembangkit listrik, sedangkan untuk pembangunan jalan tol relatif berjalan pesat.
Bola Panas
Pembangunan infrastruktur jalan, baik tol maupun non tol dan bendungan termasuk yang paling banyak disasar pemerintah dari 14 sektor proyek infrastruktur yang dicanangkan. Dipacak dari Paparan Menko Perekonomian dalam Kegiatan Penyampaian Outlook Ekonomi 2017, tercatat ada 52 proyek jalan dan 60 proyek bendungan. Sektor yang juga cukup besar targetnya antara lain infrastruktur kawasan mencakup 25 proyek, kereta 19 proyek, bandara 17 proyek, pelabuhan 13 proyek, selebihnya ada listrik, smelter, energi, dan lainnya.
Realisasi pembangunan jalan tol termasuk yang tinggi perkembangannya, hingga September 2016 yang sudah beroperasi mencapai 26,8 persen. Ini bagian dari target menyelesaikan 1.000 km jalan tol hingga 2019. Sedangkan untuk progres sektor irigasi, bendungan, bandara jauh lebih tinggi, masing-masing 60,7 persen, 36,9 persen, 33,3 persen. Faktor pendorong percepatan ini karena pembebasan lahan yang lebih baik terutama soal kelancaran dana talangan pemerintah yang nilainya triliunan rupiah pada proyek tol kepada investor, seperti yang terjadi pada Tol Becakayu.
“Adanya dana talangan, jadi cepet banget, sangat cepet,” kata Jokowi.
Sayangnya capaian yang positif di pembangunan jalan dan infrastruktur pertanian, justru berkebalikan dengan proyek lainnya. Misalnya, proyek kereta yang realisasinya baru 14,97 persen, pelabuhan 18,3 persen, dan yang paling memperihatinkan di proyek ketenagalistrikan. Khusus untuk proyek 35.000 MW, hingga September baru terealisasi 0,56 persen dari yang sudah beroperasi. In belum menghitung capaian realisasi proyek 7.000 MW yang merupakan warisan pemerintah sebelumnya.
Pada 1 November lalu, Presiden Jokowi menggelar rapat terbatas (ratas) yang khusus membahas progres proyek listrik. Saat itu lah, sebuah “bola panas” dilempar Jokowi, yang berawal dari permintaannya soal laporan dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mengenai 34 proyek pembangkit listrik yang mangkrak selama 7-8 tahun.
“Ini menyangkut triliunan, tidak boleh dibiarkan terus menerus...Saya lihat satu dua banyak yang tak bisa diteruskan karena hancur dan karatan semua, harus ada kepastian, kalau memang ini tidak bisa diteruskan ya sudah, berarti saya bawa ke KPK. Ini menyangkut uang yang tak kecil tapi gede sekali,” tegas Jokowi.
Belakangan diketahui ada 12 dari 34 proyek pembangkit dalam proyek 7.000 MW tidak bisa dilanjutkan lagi karena kondisi sudah tak layak. Artinya bila sudah tak bisa dilanjutkan, pemerintah menyimpulkan ada potensi kerugian negara dari total nilai kontrak proyek sebesar Rp3,76 triliun. Proyek mangkrak ini bagian dari proyek PLN (Persero) yang telah ditunjuk pemerintah untuk membangun 7.000 MW sejak 2006 dan 2010.
"Beberapa memang sudah masuk radar kita, dari 34 itu banyak yang sudah masuk radar kita," kata Ketua KPK Agus Rahardjo dikutip dari Antara.
Persoalan pembangunan pembangkit listrik menjadi “bola panas” tak hanya bagi mereka yang terlibat pada pemerintahan sebelumnya, tapi juga jadi taruhan pemerintahan saat ini. Jangankan proyek 7.000 MW yang merupakan “anak angkat” hasil warisan pemerintahan lalu, proyek 35.000 MW yang merupakan “anak kandung” pemerintahan saat ini justru berisiko tak tercapai, ditandai realisasi yang masih rendah. Meskipun tak bisa dipungkiri proyek ini masih terus berjalan, di antaranya PLTU Jawa Tengah atau PLTU Batang 2.000 MW senilai Rp40 Triliun, yang tahun ini sudah financial closing.
Sementara itu, proyek infrastruktur yang realisasinya relatif rendah adalah pembangunan infrastruktur kereta. Proyek kereta memang menjadi perhatian khusus pemerintah, bahkan bisa dibilang terlalu ambisius. Geger proyek kereta cepat yang diklaim sejak awal oleh pemerintah tak menggunakan uang negara, masuk dalam daftar 226 proyek strategis nasional hingga 2019. Meski tak memakai APBN, proyek ini juga berpotensi menjadi “pola panas” di kemudian hari bila mangkrak atau merugi karena ada keterlibatan BUMN. Perkembangan kereta cepat Jakarta-Bandung bisa dibilang belum menggembirakan semenjak groundbreaking Januari 2016 lalu, karena masih tahap pembebasan lahan.
"Agar kegiatan mega proyek ini bisa terlaksana dengan baik maka beberapa indikator terjadinya spekulasi tanah, itu bisa segera dihentikan dan kenaikan harga tanah wajar," kata Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Jawa Barat Iwa Karniwa dikutip dari Antara.
Capaian yang belum memuaskan tahun ini harus menjadi perhatian pemerintah terutama di proyek-proyek infrastruktur yang realisasinya masih rendah. Presiden Jokowi memang punya ambisi besar membangun infrastruktur yang ditandai dengan kenaikan anggaran yang pesat di 2017, yang mencapai Rp387 triliun, atau naik 150 persen dibandingkan 2014.
Sehingga tak mengherankan, ia banyak mengeluarkan kebijakan percepatan proyek infrastruktur antara lain Perpres Nomor 4 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan, Perpres Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional, Inpres Nomor 1 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional, dan lainnya. Kegiatan bolak-balik mengecek perkembangan proyek sebuah konsekuensi dari ambisi sang presiden.
Ini karena Jokowi sangat paham, menyisakan proyek-proyek ini akan melahirkan persoalan di kemudian hari. Jokowi tentu tak mau presiden penerusnya akan mengungkit-ungkit proyek infrastruktur yang dibuatnya karena mangkrak sehingga menjadi bola panas. Persis yang dipesan oleh Jokowi di depan para menterinya saat ratas “bola panas” 1 November lalu.
“Oleh sebab itu, saya minta yang baru ini (35.000 MW) betul-betul hati-hati semuanya, hati-hati semuanya.”
Penulis: Suhendra
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti