tirto.id - Kendati sudah konsisten memproduksi sepeda motor berkualitas tinggi sejak 1923, rekam jejak BMW Motorrad—divisi sepeda motor BMW—di dunia balap tidaklah sementereng reputasinya sebagai produsen otomotif secara umum.
Ada masa-masa saat mereka begitu berjaya, misalnya sebelum Perang Dunia II ketika sukses merajai Isle of Man TT atau pada dekade 1980-an hingga 1990-an pada ajang Reli Dakar. Namun secara umum, BMW Motorrad cenderung lebih sering menghindari kompetisi balap.
Kini, situasinya berbeda. Sejak memutuskan kembali ke ajang balap via World Superbike (WSBK) pada 2009, pelan tapi pasti, BMW Motorrad sukses membangun reputasi sebagai kompetitor yang patut disegani.
Berulang kali mereka memang menemui kegagalan, terutama karena dominasi pabrikan Italia (Ducati dan Aprilia) serta Jepang (Kawasaki, Honda, dan Yamaha) di ajang tersebut. Akan tetapi, pada musim balap 2024, BMW sukses memutus dominasi tersebut.
Dengan mengandalkan pembalap Turki, Toprak Razgatlıoğlu, yang sebelumnya pernah menjuarai WSBK bersama Yamaha, BMW Motorrad sukses menggamit titel perdana dalam ajang balap bergengsi tersebut. Status mereka pun sontak berubah: dari penantang serius menjadi "sasaran tembak" seluruh peserta WSBK.
BMW Motorrad pun sepertinya tidak akan berhenti sampai di sana. Muncul spekulasi bahwa mereka bakal benar-benar terjun di ajang MotoGP, tak cuma selaku sponsor serta penyedia safety car seperti yang selama ini dilakukan, tetapi sebagai tim pabrikan.
Jejak Langkah BMW di Superbike
Kembalinya BMW ke ajang balap motor terjadi sejak 2009, ketika mereka mengikuti WSBK dengan bekal BMW S 1000 RR. Sebenarnya, sepeda motor tersebut punya kualitas luar biasa bagus. Desain yang agresif, ditambah berbagai inovasi dalam fitur elektronik, membuatnya laku keras di pasaran dan mendapat reviu positif.
WSBK berbeda dengan MotoGP. Ajang MotoGP pada dasarnya memakai sepeda motor purwarupa, sedangkan WSBK menggunakan produk yang sudah diluncurkan di pasaran. Artinya, motor yang dipakai pengendara umum di jalan raya dan ditunggangi para pembalap di lintasan sebetulnya sama persis. Hanya saja, mesin yang dipakai para pembalap WSBK sudah melewati proses modifikasi sedemikian rupa sehingga pantas tampil di ajang balap kelas dunia.
Inilah yang kemudian menjadi kendala bagi BMW Motorrad. Mereka memang sukses meluncurkan motor jalan raya berkualitas tinggi. Akan tetapi, jam terbang mereka di ajang balap, khususnya WSBK, kala itu masih minim. Maka, dengan motor yang aslinya sudah bagus pun BMW Motorrad masih kesulitan menavigasi kompetisi WSBK.
WSBK selama ini didominasi oleh pabrikan yang sudah lama bermain di sana, khususnya Ducati, Kawasaki, serta Yamaha. Para insinyur dan mekanik di tim-tim tersebut sudah mafhum betul bagaimana menyetel motor yang bisa diandalkan.
BMW, sebagai pendatang baru, kesulitan bersaing dalam hal ini. Akan tetapi, mereka bukannya sama sekali tidak belajar. Dari berbagai kegagalan yang dialami S 1000 RR, lahir sebuah sepeda motor baru yang benar-benar difokuskan untuk balap: BMW M 1000 RR.
BMW M 1000 RR merupakan hasil karya dari BMW M, divisi balap BMW yang sudah eksis sejak 1972. Produk ini spesial karena merupakan sepeda motor pertama BMW yang menyandang label "M". Sebelumnya, BMW M lebih menitikberatkan pada mobil sehingga BMW M 1000 RR ini bisa dibilang merupakan sepeda motor bersejarah.
Basisnya memang masih dari S 1000 RR. Namun, oleh BMW M, modifikasi besar-besaran dilakukan di bagian suplai daya, sasis, pembuangan, serta pengereman. Selain itu, fairing motor ini juga dilengkapi dengan sirip aerodinamis yang mampu menghasilkan downforce (daya dorong ke bawah yang menambah kestabilan sepeda motor). Produk ini resmi diluncurkan pada 2021.
Lagi-lagi, hasilnya bagi BMW Motorrad di WSBK tidak langsung terlihat secara signifikan. Memang, sejak diperkenalkannya M 1000 RR, mereka berhasil menaikkan status dari tim papan bawah menjadi tim papan tengah.
Sampai akhirnya, pada musim 2024, mereka merekrut Toprak yang sukses membawa angin segar. Toprak kembali meraih gelar juara dunia, sementara BMW berhasil merangsek ke zona elite, dengan finis di urutan dua untuk kategori konstruktor.
Sudah Bertaji Hendak Berlaga
Gelar WSBK sudah di tangan. Kini, perhatian BMW, disebut-sebut, tertuju pada MotoGP. Bagi BMW Motorrad, tentu saja ini bukan sekadar langkah perubahan, melainkan lompatan ke revolusioner. Pasalnya, harus diakui, pamor MotoGP jelas berada di atas WSBK. Selain itu, di ajang inilah para pabrikan bisa benar-benar memamerkan segala inovasi teknologinya.
MotoGP bisa disebut sebagai laboratorium riset dan pengembangan, tempat berbagai eksperimen dilakukan. Apabila berhasil dan memungkinkan, teknologi yang sudah dikembangkan itu bakal diterapkan pada motor produksi (yang nantinya akan dipakai pula di WSBK). Melihat bagaimana BMW Motorrad mengembangkan M 1000 RR, rasanya ekosistem MotoGP akan sangat cocok dengan karakternya sebagai sebuah pabrikan.
Bagi BMW, MotoGP sebetulnya bukan tempat yang asing. Sudah sejak 1999 mereka menjadi sponsor ajang balap motor terkemuka sejagat itu, dengan menyuplai safety car bikinan BMW M serta membiayai berbagai kegiatan pendukung. Selain itu, pada 2012, pembalap Amerika Serikat, Colin Edwards II, pernah berlaga di MotoGP CRT (Claiming Rule Teams), atau disebut juga MotoGP kelas terbuka, dengan mengendarai BMW S 1000 RR.
Akan tetapi, kehadiran S 1000 RR di MotoGP CRT tidak bisa sepenuhnya disebut sebagai partisipasi BMW di MotoGP. Pasalnya, kelas terbuka tersebut muncul akibat desakan keadaan. Sebelumnya, pada 2011, hanya ada tiga pabrikan yang jadi peserta kompetisi. Dorna selaku penyelenggara lantas menginisiasi kelas terbuka yang mengizinkan motor berspesifikasi setara WSBK untuk berlaga di MotoGP.
Sementara itu, rumor yang beredar belakangan ini mengindikasikan hal yang sama sekali berbeda. BMW tidak lagi akan terlibat secara "ketengan", melainkan terjun secara penuh sebagai tim pabrikan pada 2027. Tentu ini semua masih sebatas spekulasi dan kabar burung. Akan tetapi, tak ada salahnya pula menelaah berbagai kemungkinan yang muncul.
Apalagi, informasi bahwa BMW Motorrad akan "naik kelas" telah diperkuat oleh pernyataan Markus Flasch, mantan kepala divisi M Sport BMW yang kini bergabung dengan departemen sepeda motor. Dalam wawancaranya di Motorrad, ia tidak memungkiri adanya "kemungkinan lain" dari BMW M, terlebih setelah bermitra selama bertahun-tahun dengan MotoGP.
Menimbang antara Tantangan dan Potensi
MotoGP memang sangat menggoda. Akan tetapi, masuk ke seri ini akan menjadi tantangan besar bagi BMW. Berbeda dengan WSBK, dengan pengalaman BMW puluhan tahun memproduksi motor jalan raya, MotoGP mengharuskan perusahaan untuk memulai dari awal. Hal ini karena tuntutan teknis MotoGP sangat berbeda dengan balap superbike.
Sebagian besar tim MotoGP mengandalkan mesin V4 untuk motor purwarupa mereka, yang menawarkan keseimbangan antara tenaga dan ukuran ringkas. BMW, di sisi lain, secara tradisional mengandalkan mesin inline-four. Karenanya, mereka perlu merancang arsitektur mesin baru untuk tetap kompetitif.
Tantangan lainnya adalah komitmen finansial. MotoGP merupakan salah satu cabang balap termahal di dunia, dengan tim papan atas yang menghabiskan lebih dari 50 juta euro per tahun. Bagi BMW, terjun ke ajang ini berarti investasi besar-besaran; tidak hanya dalam penelitian dan pengembangan, tetapi juga dalam merekrut talenta terbaik. Mereka perlu menggaet insinyur, mekanik, pembalap, sampai manajer tim yang berpengalaman di MotoGP.
Membangun tim kompetitif juga akan memakan waktu, terutama karena MotoGP sudah didominasi pabrikan-pabrikan kesohor, macam Honda, Ducati, dan Yamaha. Bagi BMW, ini tak ubahnya mengulangi apa yang mereka rasakan di WSBK pada 2009 silam. Mereka perlu mengadopsi strategi jangka panjang dan berfokus pada perbaikan bertahap alih-alih mengejar hasil instan.
Bagi MotoGP, kehadiran BMW Motorrad tentu akan meningkatkan persaingan di grid. Perhatian lebih akan tertuju kepada MotoGP, terutama dari orang-orang yang penasaran akan kiprah pabrikan Jerman tersebut.
Dari segi pemasaran, partisipasi BMW dapat membantu memperluas jangkauan global MotoGP. Berdasarkan data dari Statistadan laporan tahunannya, jenama otomotif asal Jerman tersebut memiliki pengikut kuat di pasar Eropa, Asia (khususnya Tiongkok), serta Amerika Utara. Beberapa wilayah tersebut merupakan target perluasan audiens MotoGP.
Namun, di sisi lain, masuknya BMW berpotensi menekan tim-tim berkocek tipis seperti Aprilia. Bukan tidak mungkin, dengan dana operasional yang mumpuni, BMW justru akan menciptakan jurang baru antara si punya dan si papa. Meski begitu, kemungkinan lainnya adalah semakin banyak tim satelit yang bisa beroperasi menggunakan mesin keluaran BMW.
Tentu masih ada segudang aspek yang mesti dipertimbangkan oleh BMW Motorrad. Yang jelas, masuk atau tidaknya mereka ke MotoGP bisa jadi akan menentukan masa depan jenama ini. Masuk ke MotoGP akan mendongkrak citra serta reputasi mereka. Selain itu, kans untuk mengembangkan inovasi terdepan akan terbuka lebar dan, dalam jangka panjang, bisa amat bermanfaat bagi seluruh lini BMW Motorrad.
Meski begitu, sekali lagi, berkiprah di MotoGP pun bukan perkara sepele. BMW memang memiliki sumber dana melimpah, tetapi belum tentu bisa menyusun tim yang tepat untuk menang. Di WSBK, misalnya, selama bermusim-musim mereka diperkuat pembalap macam Scott Redding yang sarat pengalaman. Akan tetapi, baru ketika Toprak datang BMW bisa meraih gelar juara. Pencarian sosok yang tepat ini bisa memakan banyak waktu, terlebih di MotoGP yang begitu ketat.
Penulis: Yoga Cholandha
Editor: Fadli Nasrudin