tirto.id - Awalnya, tidak banyak yang menyukai The Fast and the Furious: Tokyo Drift. Para kritikus membenci film tersebut karena dianggap "tidak menunjukkan emosi" dan "ceritanya tidak bermutu". Sementara itu, para penggemar waralaba Fast and Furious dibuat bingung oleh sekuel ini karena nyaris tidak berkorelasi sama sekali dengan dua rilisan sebelumnya.
Namun, seiring berjalannya waktu, bisa dikatakan bahwa Tokyo Drift justru menjadi salah satu rilisan seri Fast and Furious yang paling bisa menahan gerusan zaman.
Ada tiga argumen yang dikemukakan para pembela Tokyo Drift. Pertama, karena film satu ini justru yang paling setia dengan identitas asli waralaba Fast and Furious, yakni tentang kultur balap mobil liar yang digerakkan para berandalan.
Kedua, karena Tokyo Drift justru menjadi film Fast and Furious yang paling masuk akal ketika, lambat laun, sekuel-sekuel berikutnya semakin acap menghina akal sehat. Terakhir, karena Tokyo Drift benar-benar berfokus pada drifting dan ini membuatnya jadi tampak berbeda dari seri Fast and Furious lainnya.
Drifting sendiri merupakan teknik mengemudi di mana sang pengemudi secara sengaja melakukan oversteering untuk melibas sebuah tikungan. Ketika pengemudi melakukan oversteering, mobil akan kehilangan traksi sehingga bisa "berbelok" dengan sendirinya, tetapi tetap dalam kendali sang pengemudi. Dari yang awalnya cuma sebuah teknik mengemudi, drifting pada akhirnya menjadi sebuah subkultur tersendiri dalam dunia balap.
Tokyo Drift dilepas ke pasaran pada 2006 dan, itu artinya, sudah hampir 30 tahun berlalu sejak drifting itu sendiri pertama kali diciptakan. Ada konsensus di Jepang sana bahwa teknik drifting diciptakan oleh pembalap legendaris Takahashi Kunimitsu. Awalnya, Kunimitsu adalah pebalap motor yang cukup sukses di mana dia merupakan pembalap Jepang pertama yang mampu menjuarai seri MotoGP.
Namun, sebuah kecelakaan memaksa Kunimitsu beralih dari balap roda dua ke roda empat. Sebagai pebalap mobil pun, pria kelahiran 1940 itu lumayan sukses. Itu terbukti dengan keberhasilannya memenangi sebuah seri balap ketahanan Le Mans.
Namun, bukan trofi atau podium yang membuat namanya begitu dikenal dan menjadi inspirasi. Yang membuat Kunimitsu jadi seorang legenda adalah karena dialah yang disebut-sebut sebagai penemu teknik drifting.
Menariknya, Kunimitsu sendiri bukanlah drifter paling populer yang pernah ada di muka bumi karena status tersebut merupakan milik Keiichi Tsuchiya. Jika Kunimitsu adalah "The Father of Drift", Tsuchiya punya julukan sebagai "King of Drift". Mulanya, Tsuchiya memang terinspirasi dari aksi-aksi Kunimitsu, tetapi dialah yang akhirnya menyandang titel sebagai raja.
Karier balap Tsuchiya tidak dimulai dari sirkuit, melainkan di jalan pegunungan yang berkelok-kelok. Pemuda-pemuda Jepang memang doyan sekali menggelar balap liar di area seperti itu sampai-sampai ada istilah khusus untuk menyebut balapan ini, yaitu touge—mengacu pada jalan berkelok-kelok di pegunungan tersebut.
Dari arena touge, Tsuchiya akhirnya beranjak ke ajang balap profesional. Dia pernah berkiprah di ajang balap Formula 3 Jepang, balap touring car, bahkan sampai ke kancah Le Mans dan NASCAR. Namun, cinta sejati Tsuchiya adalah drifting dan, suatu kali, dia sempat kehilangan lisensi balapnya karena ketahuan masih ikut ajang balap liar di pegunungan.
Kelakuan eksentrik Tsuchiya inilah yang membuat namanya melambung dan segala tentang dirinya menjadi begitu populer di kalangan penggila otomotif, termasuk mobil favoritnya, Toyota AE86 Sprinter Trueno. Bersama mobil ini, Tsuchiya berhasil menjuarai enam seri kejuaraan Fuji Freshman secara beruntun.
Toyota AE86 Sprinter Trueno
Pada dasarnya, Toyota AE86 adalah Toyota Corolla. Itu artinya mobil ini tidak pernah didesain untuk menjadi sesuatu yang spesial. Lebih-lebih, pada dekade 1980-an, Toyota sudah punya beberapa mobil yang memang didesain untuk menjadi mobil balap andal, seperti Celica Supra, Celica, dan MR2.
Namun, sejarah membuktikan bahwa AE86-lah yang pada akhirnya menjadi ikon otomotif nan tak lekang waktu.
AE86 sebenarnya merupakan nama sasis. "A" merujuk pada kode mesin, "E" merupakan kode untuk Corolla, "8" menunjukkan bahwa mobil ini merupakan generasi kelima (E80), sedangkan "6" menyimbolkan varian keenam dari generasi tersebut.
Dari AE86, Toyota merilis dua mobil serupa tapi tak sama, yaitu Corolla Levin dan Sprinter Trueno. Perbedaan utama keduanya terletak pada desain lampu—Corolla Levin menggunakan lampu biasa, sementar Sprinter Trueno menggunakan "lampu kodok" yang bisa disembunyikan.
Baik Corolla Levin maupun Sprinter Trueno sama-sama dirilis dalam dua varian, yaitu coupe dua pintu dan liftback tiga pintu. Keduanya diperkuat mesin 1.600 cc yang mampu menghasilkan 130 tenaga kuda pada 6.600 rpm.
Sepintas, tidak terlihat ada yang benar-benar spesial dari keduanya. Apalagi, desain mereka tidak se-aerodinamis Celica Supra yang mulai dirilis pada 1982 dan didiskontinyu ketika Toyota melepas AE86 ke pasaran pada 1985.
Namun, ada satu keistimewaan dari AE86 yang membuat Tsuchiya kesengsem. Yakni, karena mobil ini berpenggerak roda belakang. Ini membuat bobot mobil AE86 menjadi lebih seimbang khususnya saat melibas tikungan. Spesifikasi seperti ini jelas sangat menggiurkan bagi seorang raja drifting seperti Tsuchiya.
Tsuchiya sendiri tidak melihat drifting sebagai sebuah cara meraih kemenangan. Suatu kali, dia pernah berkata seperti ini, "Aku tidak melakukan drifting karena itu merupakan cara tercepat untuk melewati tikungan; aku melakukannya karena itu adalah cara yang paling seru."
Dedikasi Tsuchiya pada drifting itu membuat dirinya ditunjuk sebagai salah satu konsultan dalam film Tokyo Drift dan bahkan sempat muncul sebagai kameo. Namun, jauh sebelum itu, Tsuchiya sudah terlibat lebih dahulu dalam produksi sebuah manga dan anime yang membuat popularitas drifting meledak, sekaligus menjadikan Toyota AE86 Sprinter Trueno sebagai ikon otomotif dunia. Manga dan anime yang dimaksud adalah Initial D.
Masuk Kultur Pop
Sama seperti Katsuhiro Otomo yang menulis Akira setelah menyaksikan geng motor bōsōzoku berkeliaran di jalan-jalan Tokyo, Shucihi Shigeno juga menulis Initial D setelah terinspirasi dari ajang balap touge yang menitikberatkan pada teknik drifting. Manga ini sendiri pertama kali diterbitkan pada 1995 sampai akhirnya selesai pada 2013.
Sejak awal penerbitan, Tsuchiya sudah terlibat dalam proses supervisi editorial manga ini. Dalam manga atau anime, akan selalu ada tendensi untuk melebih-lebihkan sesuatu. Akan tetapi, dengan supervisi dari seorang profesional seperti Tsuchiya, bisa dibilang, Initial D punya tingkat akurasi yang cukup tinggi.
Misalnya, dalam aksi pertama cerita, sang protagonis, Takumi Fujiwara, mengeluarkan "jurus" bernama "inertia drift" yang aslinya merupakan teknik reli bernama "scandinavian flick". Teknik ini pulalah yang membuat Fujiwara, dengan AE86 Sprinter Trueno-nya, sukses mengalahkan sang lawan yang mengendarai Mazda RX-7.
Sejak dirilis pertama kali, Initial D langsung jadi manga dan anime populer. Tak cuma di Jepang, tetapi juga di Amerika Serikat. Dari sana, turut muncul sejumlah rilisan-rilisan lain dalam bentuk video game, film anime, serta film live action. Pada Oktober 2023 lalu, Sung Kang, aktor yang ikut terlibat dalam Tokyo Drift, mengatakan bahwa dirinya sedang menjajaki kemungkinan untuk menyutradari film live actionInitial D terbaru.
Jalan cerita Initial D sendiri mirip dengan perjalanan karier Tsuchiya, di mana ada seorang pemuda yang ingin menjadi pembalap profesional, tetapi mesti memulai karier dari balap liar di pegunungan. Yang membuat kisah Fujiwara jadi begitu relatableadalah skill membalapnya didapatkan secara tidak sengaja dari aktivitas mengantar tahu setiap paginya.
Dengan mengendarai sebuah AE86, Fujiwara harus memastikan agar tahu-tahu tersebut sampai di tempat tujuan secepat mungkin karena setelah itu dia masih harus sekolah. Namun, tentunya, mengantar tahu tak boleh dilakukan asal cepat. Fujiwara mesti betul-betul berhati-hati agar tahu-tahu itu tidak rusak dan ini menimbulkan tantangan tersendiri karena jalan yang dilalui merupakan jalan berkelok di pegunungan. Nah, dari sinilah, secara tak sengaja, Fujiwara mempelajari teknik drifting ala Tsuchiya.
Kisah Initial D sendiri sudah berakhir pada 2013 dan saat ini sudah dilanjutkan dengan sebuah sekuel berjudul MF Ghost. Sebenarnya, MF Ghost sendiri bisa dibilang cukup populer. Akan tetapi, popularitasnya belum bisa menandingi Initial D yang komiknya hingga 2021 lalu sudah terjual hingga 55 juta eksemplar.
Popularitas Initial D inilah yang pada akhirnya betul-betul membuat drifting jadi cabang balap populer. Selain itu, Toyota AE86, khususnya yang berlabel Sprinter Trueno, juga menjadi ikon otomotif dunia. Ada banyak orang yang pada akhirnya mengetahui tentang Toyota AE86 Sprinter Trueno itu setelah terpapar oleh Initial D.
Namun, menyebut Initial D sebagai satu-satunya faktor di balik keberhasilan AE86 Sprinter Trueno menjadi ikon pun tidak sepenuhnya tepat. Pasalnya, ada faktor-faktor lain seperti asosiasinya dengan Tsuchiya, desain yang khas, serta performa drifting-nya yang memang menawan.
Dan kini, Toyota AE86 Sprinter Trueno bukan lagi mobil sport level pemula seperti ketika pertama kali diluncurkan. Sekarang, ia sudah menjadi legenda yang diburu para kolektor dengan harga berkali-kali lipat dari harga aslinya.
Penulis: Yoga Cholandha
Editor: Fadrik Aziz Firdausi