tirto.id - Pada Jumat (29/9) lalu, PT Telkom Indonesia Tbk diputus tidak bersalah atas dugaan pelanggaran Pasal 15 ayat 2 soal perjanjian tertutup, Pasal 17 terkait monopoli, dan Pasal 25 ayat 1 huruf a dan c soal posisi dominan dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat oleh KPPU.
Putusan muncul setelah perusahaan plat merah diselidiki karena adanya laporan soal dugaan melakukan praktik tying, yaitu menjual produk dengan mewajibkan konsumen membeli produk lain dalam sebuah paket produk jasa IndiHome yang mencakup fixed line, internet, dan IP TV). Awalnya Telkom sebagai penguasa pasar pada layanan fixed line diduga memanfaatkan posisi dominan dan monopoli.
Lolosnya Telkom dalam perkara Nomor 10/KPPU-I/2016 sebuah kejadian langka, karena dari sepuluh putusan perkara di KPPU pada 2016 tak ada satupun perkara yang lolos dari jeratan KPPU. Ini juga berlaku pada putusan-putusan KPPU sebelumnya.
Baca juga:
- Mengintip Padatnya Internet dari Dunia Aplikasi Ponsel
- Kabel Bawah Laut yang Menentukan Nasib Internet Dunia
Kejadian yang menimpa Telkom, sebagai perusahaan telekomunikasi yang erat dengan bisnis teknologi, hampir mirip menimpa jawara teknologi Microsoft. Bedanya, perusahaan milik Bill Gates ini terbukti bersalah atas dugaan monopoli dan posisi dominan sehingga dijatuhi hukuman. Pada 5 November 1999 Hakim Thomas Penfield di AS menyatakan bahwa Microsoft dinyatakan telah melanggar persaingan usaha di bisnis komputer pribadi (PC). Monopoli itu menyebabkan pengembang pihak ketiga kesulitan bersaing dengan Microsoft, terutama dalam hal perambah internet.
Microsoft memaksakan Internet Explore yang merupakan perambah buatan Microsoft sebagai pilihan utama pengguna Windows. Apa yang dilakukan Microsoft telah berdampak bagi perusahaan pembuat program perambah internet seperti Natscape Navigator sulit bersaing untuk menjadi pilihan pengguna Windows.
Yang menarik, selain menyatakan Microsoft melakukan monopoli, Hakim Penfield, hampir setahun setelah menyatakan Microsoft memang melakukan monopoli, juga menjatuhkan sanksi bahwa Microsoft harus dipecah menjadi dua perusahaan. Satu Microsoft yang khusus menangani sistem operasi Windows dan satunya lagi merupakan Microsoft yang mengurusi produk-produk selain sistem operasi.
Setelah keputusan itu, Microsoft membuka ruang lebih bagi pengembang pihak ketiga. Lalu pada November 2001, Microsoft tak jadi dibelah menjadi dua bagian.
Selain tersandung masalah persaingan usaha di akhir 1999, Microsoft juga menemui persoalan baru saat mereka memperkenalkan sistem operasi teranyar, Windows 10.
“Ketika kamu meng-upgrade ke Windows 10, Microsoft secara otomatis dan tanpa peringatan akan menonaktifkan semua aplikasi keamanan ‘yang tidak didukung’ dan tempatnya itu akan digantikan, coba tebak, aplikasi antivirus miliknya sendiri Defender,” ungkap Eugene Kaspersky, pentolan di dunia Antivirus.
Eugene Kaspersky cukup berang dengan kondisi semacam itu. Apalagi dalam curhatannya, antivirus ciptaannya hanya diberikan pemberitahuan satu minggu sebelum Windows 10 diluncurkan. Praktik seperti ini merupakan aksi sepihak dari Microsoft sebagai pemimpin pasar komputer pribadi.
Selain Microsoft, masalah monopoli juga dialami Google. Raksasa mesin pencari itu pada Juni 2017 kena denda 2,4 miliar Euro di Eropa atas karena terbukti monopoli dalam bisnis mesin pencari yang dimanfaatkan untuk menguntungkan Google. Google dianggap menempatkan layanan belanjanya jauh lebih baik di hasil pencarian dibandingkan layanan belanja milik pesaing.
Setelah keputusan itu, mulai September Google menyatakan akan memisahkan layanan belanja dari Google. Setelah itu, pendapatan dari layanan belanja akan turut digunakan membayar biaya iklan di mesin pencari Google.
Penguasa Pasar Teknologi
Monopoli identik dengan sesuatu yang dianggap negatif dan melanggar hukum di banyak negara sistem ekonomi pasar bebas. Tim Worstall, analis teknologi yang menulis untuk Forbes mengatakan bahwa monopoli dianggap negatif karena menihilkan kompetisi dan pihak pemenang umumnya tak mengembangkan lebih lanjut produknya. Namun di sisi lain ada istilah penguasa pasar yang belum tentu melakukan monopoli.
Telkom bisa jadi contohnya, yang menguasai pasar fixed line. Namun, siapa yang hari ini masih menggunakan layanan tersebut? Ada memang, tak seberapa dibandingkan pengguna layanan data. Kini menelepon tak lagi harus dengan fixed line. Asal memiliki sambungan internet, menggunakan WhatsApp atau Skype, pengguna smartphone bisa melakukan panggilan telepon.
Teknologi baru hadir dan teknologi lama ditinggalkan. Ini ketetapan baku dalam dunia teknologi, dan terjadi pada Microsoft. Microsoft memang unggul di segmen PC. Namun, kehadiran ponsel pintar yang dimotori oleh iPhone dari Apple dan ponsel pintar Android yang dimotori Samsung, secara drastis melepaskan masyarakat terhadap sebuah PC. Pekerjaan yang identik dilakukan PC, bisa dilakukan ponsel pintar.
Selain itu, Google sang pemilik mesin pencari dan Facebook sang penguasa media sosial, tak peduli melalui alat apa penggunanya mengakses layanan mereka. Apakah PC atau ponsel pintar, tak terlalu berpengaruh buat mereka.
Baca juga:Android Meminggirkan Windows di Pasar Sistem Operasi
Penguasaan pasar Google atas dunia mesin pencari pun terjadi akibat perkembangan teknologi. Larry Page dan Sergey Brin sukses menemukan formula urutan hasil pencarian yang mereka beri nama PageRank. Lahirnya PageRank sekaligus menyapu Ask, AltaVista, dan Yahoo yang lebih dahulu dipilih konsumen untuk melakukan pencarian di dunia maya.
Dominasi pasar Apple dan Samsung atas ponsel pintar pun tak akan selamanya terjadi. Nokia pernah membuktikannya, pada beberapa segmen pasar AS yang hari ini dikuasai oleh segelintir perusahaan seperti segmen buku elektronik dikuasai Amazon dengan 93 persen pangsa pasar. Segmen iklan digital di mesin pencari dikuasai Google dengan 78 persen. Segmen ponsel pintar premium yang dikuasai Apple dengan 63 persen pangsa pasar.
Segmen iklan digital mobile yang dikuasai Google dan Facebook dengan pangsa pasar 56 persen dunia. Segmen e-commerce yang dikuasai Amazon dengan 30 persen pangsa pasar. Namun, tak ada kepastian bahwa mereka akan selamanya unggul sebagai pemimpin pasar, apalagi bisa melakukan monopoli di tengah berlakunya hukum persaingan usaha.
Penulis: Ahmad Zaenudin
Editor: Suhendra