tirto.id - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut pengusaha Bernard Hanafi Kalalo dengan dua tahun penjara dan denda sejumlah Rp200 juta subsider enam bulan penjara.
JPU KPK, Nanang Suryadi menyatakan, Bernard dianggap bersalah karena terlibat pembagian proyek di Kabupaten Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara. Bernard Hanafi Kalalo berperan memberikan fee dalam bentuk barang-barang mewah.
Akibatnya, jaksa memandang Bernard tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.
Sedangkan faktor meringankan yakni Bernard memberikan keterangan yang membantu membuat terang tindak pidana, berlaku sopan di persidangan, mempunyai tanggungan keluarga, belum pernah dihukum.
"Kami menuntut supaya majelis hakim menyatakan terdakwa Bernard Hanafi Kalalo terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi," kata jaksa Nanang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (21/8/2019).
Sebelumnya KPK menduga Bupati Kepulauan Talaud, Sri Wahyuni mematok fee 10 persen terkait proyek revitalisasi pasar Lirung dan Pasar Beo.
Untuk memuluskan keinginannya, Sri Wahyuni memerintahkan Benhur untuk mencari pengusaha yang bersedia membayar fee tersebut. Benhur pun bertemu dengan Bernard Hanafi, dan Bernard menyanggupi permintaan itu.
Namun, berbeda dari suap lainnya, Sri Wahyuni ingin suap tersebut diberikan dalam bentuk barang-barang mewah.
Barang-barang tersebut antara lain tas Chanel senilai Rp97,3 juta; tas Balenciaga senilai Rp32,9 juta; jam Rolex senilai Rp224,5 juta; anting berlian Adelle Rp32,07 juta; cincin berlian Adelle Rp76,9 juta; serta uang tunai sebesar Rp50 juta.
Barang-barang mewah ini disita KPK setelah Bernard ditangkap dalam operasi tangkap tangan di Jakarta, Senin (29/4/2019) lalu. Bupati Sri Wahyuni dan Benhur Lalenoh pun turut ditangkap di Kepulauan Talaud beberapa jam kemudian.
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Zakki Amali