Menuju konten utama

Berbincang-bincang dan Mengeluh Kepada Chatbot

Teknologi chatbot telah dipakai untuk kepentingan bisnis. Tahun 2024, pasar Chatbot diprediksi tumbuh sembilan kali lipat dari saat ini.

Berbincang-bincang dan Mengeluh Kepada Chatbot
Platform Chatbot di ponsel. FOTO/Shutterstock

tirto.id - “Apakah kau memprogramnya untuk menyukaiku?”

“Aku memogramnya untuk menjadi heteroseksual, sama seperti kau yang juga diprogram menjadi

heteroseksual.”

Percakapan itu terjadi antara Nathan dan Caleb. Caleb mulai tertarik pada Ava—robot perempuan buatan Nathan. Ava memiliki kecerdasan artificial dan telah melewati tes Turing. Nathan sedang mengembangkan kesadaran manusia pada Ava dan menggunakan Caleb sebagai alat tesnya.

“Jadi apa yang menjadi tes sebenarnya?”

“Kau sendiri. Ava hanyalah seekor tikus di dalam labirin dan aku memberinya satu jalan keluar. Untuk bisa keluar dari labirin, dia harus menggunakan kesadaran, imajinasi, manipulasi, seksualitas, empati, dan dia berhasil melakukannya,” jawab Nathan.

Kisah Ava, Caleb, dan Nathan itu terekam dalam Ex Machina, sebuah film ber-genre science fiction physological thriller. Dalam film itu, Caleb beberapa kali berkomunikasi dengan Ava, layaknya dua manusia.

Tahun 1950, delapan tahun setelah Enigma berhasil dipecahkan, Alan Turing mempublikasikan sebuah artikel terkenal berjudul Computing Machinery and Intelligence. Dalam artikel itu, ia mengemukakan tes Turing sebagai suatu kriteria kecerdasan. Tes inilah yang disebut dalam film Ex Machina, dan telah dilakukan terhadap Ava.

Tes Turing menilai kemampuan program komputer dalam meniru manusia pada suatu percakapan tertulis dengan manusia dalam waktu nyata. Seperti tanya jawab dalam pesan singkat. Tes tersebut melibatkan manusia. Program itu harus bisa membuat manusia yang berhadapan dengannya, layaknya manusia nyata.

Tahun 1966, Joseph Weizenbaum—mempublikasikan Eliza, sebuah program yang bisa mengelabui manusia sehingga percaya bahwa mereka sedang berbincang dengan manusia nyata. Metode operasional Eliza inilah yang kemudian dicontoh para perancang chatterbot atau yang biasa disebut chatbot saat ini.

Chabot adalah program komputer yang dirancang untuk menstimulasikan percakapan intelektual dengan manusia, baik secara teks maupun audio. Saat ini, banyak e-commerce menggunakan chatbot untuk menjawab pertanyaan pelanggan, menyediakan rekomendasi produk, hingga menyederhanakan proses pembelian.

Dalam buku Cyberfeminism and Artificial Life yang ditulis Sarah Kember, disebutkan bahwa istilah chatterbot pertama kali dikemukakan oleh Michael Mauldin—pencipta Julia, verbot pertama—pada 1994. Istilah itu dipakai untuk mendeskripsikan program tersebut merupakan program percakapan.

Secara sederhana, chabot bekerja dengan cara memindai kata kunci dan membalasnya dengan kata kunci yang aling cocok atau dengan pola kata-kata yang paling mendekati basis data tekstual. Pada mulanya, ia hanya dipakai untuk menghibur. Seolah menjadi robot teman bicara manusia. Kini, para pengguna chatbot akan diarahkan untuk menjadi konsumen.

Infografik Chatbot

April tahun lalu, Facebook membuka Facebook Massanger untuk mengembangkan chatbot. Layanan berbasis teks itu akan memudahkan penggunanya mengecek berita, mengorganisasi rapat, memesan makanan, atau membeli tiket pesawat. Mereka cukup mengirimkan pesan singkat.

Berselang dua bulan, data Facebook menunjukkan sudah ada 11.000 chatbot yang tersedia di Facebook Massanger. Pada November 2016, angkanya tumbuh tiga kali lipat.

Dari segi bahasa, bahasa Inggris masih merajai distribusi informasi dalam pengembangan chatbot. Sepanjang 2016, ada 128 chatbot yang dikembangkan dengan menggunakan bahasa Inggris. Di posisi ke dua adalah Bahasa Spanyol, tahun lalu tercatat 14 chatbot dikembangkan dalam bahasa tersebut. Secara berurutan, lima bahasa yang selanjutnya yang paling banyak dikembangkan dalam chatbot adalah Jerman, Rusia, Cina, Perancis, dan Jepang.

Ada dua jenis chatbot, yang berbasis teks dan intelligent personal assistants (IPA) yang menggunakan suara. Facebook mengembangkan yang berbasis teks, sementara Amazon dan Apple mengembangkan IPA. Amazon dengan Alexa-nya, dan Apple dengan Siri.

Menurut data Statista, chatbot berbasis teks lebih digemari, baik untuk layanan pelanggan maupun untuk melakukan pembelian online.

Pada 2020, 85 persen interaksi konsumen diprediksi akan menggunakan chatbot. Chatbot memungkinkan para penggunanya melakukan pembelian tanpa masuk ke situs toko online. Desember tahun lalu, Transparency Market Research memperkirakan pada 2025, pendapatan yang dihasilkan dari pasar Chatbot di seluruh dunia bisa mencapai $994,5 juta. Tahun 2015 lalu, nilainya hanya $113 juta.

Teknologi akan terus berubah, seiring dengan itu, ia akan mengubah kebiasaan dan gaya hidup manusia. Bukan tidak mungkin jika kelak, setiap orang memiliki asisten pribadi, berwujud chatbot.

Baca juga artikel terkait ROBOT atau tulisan lainnya dari Wan Ulfa Nur Zuhra

tirto.id - Teknologi
Reporter: Wan Ulfa Nur Zuhra
Penulis: Wan Ulfa Nur Zuhra
Editor: Maulida Sri Handayani