tirto.id - “Hari ini, Apple adalah perusahaan bebas karbon dalam menjalankan operasionalnya di seluruh dunia,” kata Lisa Jackson, Apple Vice President of Environment Policy and Social Initiatives, dalam peluncuran iPhone 12, Selasa (13/10) lalu. “Kantor, toko, dan pusat data milik kami berjalan dengan menggunakan 100 persen energi terbarukan,” lanjutnya.
Pada 2030 kelak, tambah Jackson, Apple akan menihilkan dampak iklim yang diciptakan hingga nol persen, bukan sebatas di area yang dikendalikan Apple secara langsung, melainkan termasuk rantai pasokan manufaktur (dari pihak ketiga),” tutur Jackson. Tegasnya, semua lini bisnis Apple akan “100 persen bebas karbon.”
Untuk membuktikan kehendak Apple menjadi perusahaan yang bebas karbon bukan sebatas omong kosong, di seri iPhone ke 12 semenjak Steve Jobs meluncurkan generasi pertama ponsel ini pada 2007 silam, Apple 100 persen menggunakan elemen langka di dalam magnet yang terkandung pada iPhone 12 hasil dari daur ulang. Apple sendiri tidak menjelaskan apa sebenarnya elemen langka yang mereka daur ulang untuk digunakan pada iPhone 12. Namun, merujuk Brian Merchant dalam bukunya berjudul The One Device: The Secret History of the iPhone (2017) tatkala membongkar iPhone 6, tercatat ada tiga elemen langka yang terkandung dalam iPhone, yaitu yttrium, neodymium, dan cerium. Dan dari ketiga elemen langka itu, hanya neodymium yang berhubungan erat dengan magnet. Sebut Merchant, neodymium berguna untuk membuat “magnet kecil menjadi sangat kuat”.
Yang menarik, maksud dari “elemen langka” bukan merujuk pada keterbatasan atau kuantitas yang minim. Elemen seperti neodymium, tutur Merchant, "tidaklah langka dalam arti yang dikenal masyarakat; maksud ‘langka’ yang melekat pada elemen ini adalah kenyataan bahwa para penembang butuh menggali bumi sangat dalam dan menggunakan sangat banyak energi, listrik dan air, untuk menghasilkan sangat sedikit neodymium”.
Apple tak sebatas menggunakan elemen hasil daur ulang. Karena saat ini telah ada 700 juta headphone dengan colokan Lightning dan lebih dari 2 miliar adaptor (charger) Apple di tengah masyarakat, “kami tidak akan menyertakan headphone dan adaptor ketika pelanggan membeli iPhone 12.” Dengan tindakan menghilangkan headphone dan adaptor, “ukuran kotak iPhone menciut, dan karenanya kami dapat mengirimkan 70 persen unit lebih banyak,” terang Jackson.
Segala tindakan “peduli lingkungan” Apple untuk iPhone 12 ini, klaim Jackson, “akan menghilangkan lebih dari 2 juta metrik ton emisi karbon setiap tahunnya, alias setara dengan menyingkirkan 450.000 mobil dari jalanan setiap tahun”.
Apa yang dilakukan Apple dengan menggunakan material daur ulang serta menghilangkan headphone dan charger pada iPhone 12 untuk mengikis emisi karbon sangat bermanfaat bagi lingkungan. Apalagi sejak 1981 suhu bumi meningkat 0,18 derajat celcius tiap tahunnya. Jika menghilangkan headphone+charger dapat mengikis emisi karbon lebih dari 2 juta metrik ton, bayangkan berapa kali lipat produksi emisi karbon yang bisa ditekan seandainya tidak membeli iPhone 12--atau ponsel baru dari produsen mana pun. Bumi, tentu, akan jauh lebih sehat.
Sayangnya, iPhone 12 terlalu menggiurkan untuk dilewatkan dan para fanboy Apple tentu akan membelinya. Plus, yang perlu diingat, menekan emisi karbon tak sesederhana strategi Apple menghilangkan headphone+charger. Cara kerja Apple sendiri jadi buktinya.
Bukan Cuma Bikinan Apple
Brian Merchant, editor Motherboard--kompartemen teknologi pada media Vice, dalam bukunya berjudul “The One Device: The Secret History of the iPhone,” menyebut bahwa, pada tataran paling dasar, iPhone adalah produk yang dihasilkan dengan mencampur-baurkan berbagai material Bumi. iPhone 6, yang dibawa Merchant untuk dianalisis di firma konsultan bisnis tambang 911 Metallurgist, dari total berat per unitnya 129 gram, mengandung berbagai material bumi. 24 persen dari total berat iPhone 6 adalah aluminium. Lalu, terdapat material tungsten sebesar 0,02 persen dan 6 persen silikon. Tak ketinggalan, iPhone juga mengandung emas sebesar 0,01 persen, timah, besi, lithium, sulfur, serta 22 material lainnya yang menggenapkan berat hingga angka 129 gram. Sebagaimana disinggung di atas, iPhone juga mengandung “material langka” seperti yttrium, neodymium, dan cerium.
Tentu, material yang menjadi bahan baku paling mendasar iPhone tersebut tidak dihasilkan karyawan-karyawan Apple yang duduk manis di depan komputer di 1 Infinite Loop, Cupertino, AS, tetapi oleh buruh kasar--banyak di antaranya bahkan berusia di bawah umur--di negara-negara berkembang untuk tidak mengatakannya miskin. Timah yang digunakan untuk menyolder atau mematri modul-modul iPhone misalnya, dihasilkan melalui tangan buruh-buruh kasar di pegunungan Cerro Rico, Potosi, Bolivia, yang mendapat upah hanya dari seberapa banyak mereka dapat menambang timah. Di saat paling beruntung, menambang timah dalam kuantitas besar maksudnya, buruh-buruh di Bolivia itu dapat menghasilkan uang hingga 50 dolar AS. Sayangnya, karena harus menambang semakin dalam ke perut bumi, tak jarang mereka memperoleh lelah semata atas kerja keras yang dilakukan.
Tak hanya di Bolivia. Timah yang digunakan Apple untuk memproduksi iPhone juga dihasilkan oleh buruh-buruh kasar di Bangka dan Belitung, Indonesia. Secara umum, Apple memperoleh material bumi untuk memproduksi iPhone dari tambang-tambang, selain Bolivia dan Indonesia, di Kongo, Mongolia, dan Chili.
Meskipun diperoleh dari tambang yang berbeda lokasi, terdapat kisah miris yang serupa. Buruh-buruh kasar yang menambang material bagi Apple memang dapat menghasilkan uang yang cukup besar--seandainya sukses menambang dalam kuantitas besar. Sayangnya, mereka harus mempertaruhkan nyawa karena area pertambangan merupakan area yang buruk. Pada 2008 misalnya, dengan hanya menghitung jumlah korban dari sisi buruh kasar di bawah umur, tambang Cerro Rico memakan korban jiwa sebanyak 60 anak-anak. Pada 2016, pemerintah Kongo menyatakan “kematian dan cedera hebat" sebagai "pemandangan sehari-hari” di lokasi tambang tempat Apple memperoleh kobalt. Sementara itu, BBC pernah melaporkan lokasi tambang yang terkoneksi dengan Apple di Mongolia yang disebut-sebut sebagai “tempat terburuk di bumi”. Tak ketinggalan, kematian dan kerusakan lingkungan juga terjadi di lokasi tambang Apple di Bangka Belitung.
Secara umum, untuk membuat satu unit iPhone, Apple membutuhkan 34 kilogram bijih mentah material-material bumi. Sejumlah material ini membutuhkan 100 liter air untuk memprosesnya.
Pada dasarnya, meskipun buruh-buruh kasar bekerja untuk kepentingan Apple, mereka bukanlah karyawan Apple. Tatkala penambang memperoleh 10 gram timah misalnya, mereka menjual kepada para penadah kecil. Lalu penadah-penadah kecil itu menjual lagi ke penadah yang lebih besar, hingga akhirnya sampai ke tangan perusahaan yang langsung berhubungan dengan Apple. Dengan kata lain, untuk memperoleh material dari dalam bumi, Apple mengandalkan pihak ketiga, dan si pihak ketiga mendelegasikan kerjanya kepada pihak ketiga lain. Meskipun Apple mulai berupaya memetakan rantai pasokannya dari hulu-hilir sejak 2010, tulis Merchant "kenyataan ini membuat Apple sangat susah mengatur dampak lingkungan (dan korban jiwa)” dari tambang-tambang yang dimanfaatkan perusahaan tersebut. Ada jejaring yang rumit dalam proses penciptaan iPhone.
Apple dapat sesumbar menggunakan material daur ulang untuk menciptakan iPhone 12 agar ramah lingkungan. Masalahnya, kembali mengutip kerja jurnalistik Merchant, material langka yang didaur ulang Apple sangat kecil jumlahnya jika dibandingkan material-material bumi lainnya di dalam tubuh iPhone. Saking kecilnya, elemen langka seperti neodymium tidak dimasukkan Merchant dalam tabel material-material bumi yang digunakan iPhone. Sebagai catatan, material terkecil dari segi kuantitas dalam satu unit iPhone adalah gallium dan emas, yang masing-masing berjumlah 0,01 persen dari total bobot iPhone.
Di sisi lain, GEEP, perusahaan rekanan Apple untuk mendaur ulang iPhone, sebagaimana dilaporkan Reed Albergotti untuk The Washington Post (7/10/2020), ketahuan menjual alih-alih mendaur ulang iPhone. Yang unik, perusahaan GEEP menjual kembali iPhone yang diperintahkan untuk didaur ulang karena iPhone yang diberikan Apple dianggap masih layak pakai. Di sisi lain, Apple selalu mengklaim bahwa mereka hanya mendaur ulang produk yang benar-benar tidak dapat digunakan kembali. Tak ketinggalan, merujuk laporan Jason Koebler untuk Vice(7/6/2019), Apple termasuk perusahaan yang getol menggugat para tukang reparasi ponsel.
Jika benar-benar peduli lingkungan, sudah saatnya Apple tidak menganggap tukang reparasi telah melakukan tindakan ilegal. Apple pun dapat terus mendukung pembaruan sistem operasi iOS untuk iPhone-iPhone lawas.
Selain itu, keputusan Apple tetap menggunakan kabel Lightning pada iPhone 12 patut dipertanyakan jika perusahaan ini benar-benar peduli lingkungan. Hari ini, ada tiga jenis konektor yang digunakan masyarakat mengisi daya ponselnya, yakni micro-USB, USB-C, dan tentu saja Lightning. Ya, Apple mengklaim miliaran kabel Lightning di tangan masyarakat. Namun, ada jauh lebih banyak micro-USB dan USB-C yang beredar. Lini terbaru Macbook bahkan menggunakan USB-C. Maka, aneh rasanya jika Apple tetap mempertahankan Lightning untuk iPhone 12.
Apa alasan Apple mempertahankan Lightning? Lightning adalah karya Apple. Jika perusahaan pihak ketiga ingin membuat aksesoris dengan memanfaatkan Lightning, mereka harus membayar paten kepada Apple. Bahkan, bisnis konverter--misalnya dari USB-C ke Lightning dan lain sebagainya--juga menyumbangkan pendapatan yang besar bagi Apple.
Dengan segala kenyataan ini, sulit mengatakan klaim Apple peduli lingkungan akan betul-betul berdampak besar. Dengan ukuran kotak iPhone baru yang mengecil karena ketiadaan charger dan headphone, Apple dapat mengirimkan lebih banyak unit iPhone ke pasar dengan lebih sedikit moda pengangkutnya. Tanpa charger dan headphone pula Apple dapat menjual dua produk esensial ini sebagai aksesoris terpisah.
Keuntungan pun berlipat. Strategi yang bagus, Tim Cook.
Editor: Windu Jusuf