Menuju konten utama
Periksa Fakta

Benarkah Klaim Prabowo 55% Rakyat Indonesia Buta Huruf Fungsional?

Klaim Prabowo sesuai dengan data Bank Dunia, tetapi "buta huruf fungsional" bukan berarti tidak mampu membaca.

Benarkah Klaim Prabowo 55% Rakyat Indonesia Buta Huruf Fungsional?
Fact Check 55% Rakyat Indonesia buta huruf. Screnshoot/Twitter/@hipotesaku

tirto.id - Sebuah klaim dari Prabowo Subianto soal persentase rakyat buta huruf mendapat perhatian luas. Pernyataan dari kandidat calon presiden pada Pemilu 2019 itu muncul dalam sebuah pidato acara Indonesia Economic Forum 2018 di Hotel Sangri-La, Jakarta, Rabu, 21 November 2018.

Akun @hipotesaku mencuit pada 21 November 2018:

“Ungkap Prabowo: mnrt Data World Bank, 55% rakyat Indonesia buta huruf. #hipotesaku: jika itu retorika politik, maka ada 2 kemungkinan: mungkin saja Prabowo salah cuplik data, atau boleh jadi ini bagian dari strategi memainkan blunder baru.

Menurut berita, Prabowo membuat klaim: “Dari data Bank Dunia, 55 persen orang Indonesia mengalami functionally illiterate. Saya sedih,” kata Prabowo.

Klaim itu menjadi bahan perbincangan. Ada orang yang meragukan klaim itu, ada pula yang coba percaya. Benarkah klaim Prabowo itu? Tepatkah sumbernya? Apakah ada konteks yang tak boleh ditanggalkan terkait angka itu?

Konfirmasi

Untuk memastikan data presentasi Prabowo ihwal 55 persen rakyat Indonesia buta huruf, Tirto menghubungi Dhani Wirianata, asisten pribadi Prabowo Subianto, pada 21 November 2018. Dia lantas memberi potongan slide presentasi Prabowo dalam acara tersebut.

Slide presentasi Prabowo tersebut (ada dalam tangkapan layar di bawah ini), berjudul “55% of Indonesians are 'functionally illiterate'." Terdapat informasi sumber data juga dalam presentasi tersebut, yakni Indonesia Economic Quarterly, June 2018 dari World Bank.

Fact Check Dokumentasi Slide Prabowo

Fakta

Dokumen Bank Dunia

Prabowo menyebut sumber data atas klaimnya berasal dari World Bank (Bank Dunia). Pelacakan lewat mesin pencari mengarah pada dokumen publikasi Indonesia Economic Quarterly, Juni 2018, terbitan Bank Dunia yang berjudul “Pendidikan untuk pertumbuhan”. (PDF)

Pada halaman 42 dalam dokumen tersebut tertulis: “Menurut tes internasional, lebih dari 55 persen orang Indonesia yang telah menyelesaikan pendidikan buta huruf secara fungsional, jauh lebih besar daripada yang terdata di Vietnam (14 persen) dan negara-negara anggota Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) (20 persen)”.

Simpulan soal ‘buta huruf secara fungsional’ Indonesia itu memuat lengkap gambar perbandingan datanya. Dalam dokumen edisi bahasa Inggris, ‘buta huruf secara fungsional’ tertulis sebagai "functionally illiterate". (PDF)

Maksud "buta huruf secara fungsional" dalam dokumen tersebut dijelaskan dalam catatan kakinya, yang berbunyi “Tidak dibekali dengan keterampilan yang diperlukan untuk dengan sukses memasuki pasar tenaga kerja. Siswa yang mendapat nilai PISA tingkat 1 dianggap buta huruf secara fungsional karena mereka dapat, misalnya, membaca teks tetapi tidak dapat menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan teks tersebut."

Ada juga hal penting lain, yakni keterangan sumber dalam Gambar B.3. Di sana tertulis: perkiraan Bank Dunia berdasarkan data dari PISA 2015 (OECD, 2016). Ada pula catatan: siswa dengan tingkat prestasi di bawah 2 dalam skala prestasi PISA dianggap buta huruf secara fungsional.

Dalam dokumen tersebut, terdapat gambar data yang menunjukkan proporsi jumlah penduduk berdasarkan level literasi. Untuk Indonesia, pada kemampuan level 1 terdapat 55,4 persen penduduk. Sementara itu, di Vietnam ada 13,9 persen penduduk pada level 1, sedangkan di negara-negara OECD ada 20,1 persen penduduk pada level 1. Artinya, data tampak sesuai dengan klaim Prabowo.

Akun Twitter Bank Dunia Indonesia juga pernah menerbitkan informasi itu pada 5 Juni 2018:

“Di bidang pendidikan, Indonesia telah mencapai kemajuan besar dalam kuantitas. Tapi masih banyak kekurangan dalam mutu. Sekitar 55% penduduk Indonesia kemampuan membacanya masih terbatas - bisa membaca tapi mungkin sulit mengerti apa yg dibaca” ~Frederico #IEQBankDunia”

PISA 2015

Dokumen Bank Dunia telah menyatakan bahwa sumber informasinya berasal dari hasil PISA, terbitan OECD 2016. Apa itu PISA?

Dalam dokumen lengkapnya (halaman 6) (PDF), disebutkan bahwa PISA adalah “The Programme for International Student Assessment”.

Survei PISA 2015 itu dilakukan kepada 540 ribu pelajar dari 72 negara. Jumlah itu mewakili sekitar 29 juta anak sekolah berusia 15 tahun. Survei ini mencakup bidang sains, literasi (membaca), dan matematika. Pelaksanaannya assessment dilakukan melalui komputer, tapi di wilayah tertentu ada pula yang paper-based.

Tingkat kemampuan dalam PISA dibagi menjadi ada enam level. Dalam tes matematika, misalnya, level 1 menunjukkan bahwa “siswa dapat menjawab pertanyaan yang konteksnya umum” serta mampu “mengidentifikasi informasi dan menyelesaikan prosedur rutin menurut instruksi yang eksplisit."

Level 2 menunjukkan “siswa dapat menginterpretasikan dan mengenali situasi dalam konteks yang memerlukan inferensi langsung”.

Semakin kompleks kemampuan yang diuji, semakin tinggi pula levelnya. Pada level 6, tes berupaya menguji apakah “siswa dapat melakukan konseptualisasi dan generalisasi dengan menggunakan informasi berdasarkan modelling dan penelaahan dalam suatu situasi yang kompleks."

Artinya, terkait 55 persen penduduk Indonesia yang ‘buta huruf secara fungsional’ atau punya kemampuan literasi pada level 1, dapat diartikan bahwa 55 persen penduduk Indonesia bisa membaca sebuah teks, tetapi tak bisa menjawab pertanyaan terkait apa yang dibacanya tersebut.

Kesimpulan

Berdasarkan pelacakan di atas, klaim Prabowo memang sesuai dengan apa yang ada di dalam dokumen laporan Bank Dunia. Namun, perlu digarisbawahi bahwa "buta huruf fungsional" bukanlah buta huruf dalam arti tidak mampu membaca.

Yang dinyatakan oleh data Bank Dunia berdasarkan survei PISA adalah: sebanyak 55 persen penduduk Indonesia mampu membaca, tetapi punya kesulitan memahami apa yang dibacanya.

===========

Tirto mendapat akses aplikasi CrowdTangle yang menunjukkan sebaran sebuah unggahan (konten) di Facebook, termasuk memprediksi potensi viral unggahan tersebut. Akses tersebut merupakan bagian dari realisasi penunjukan Tirto sebagai pihak ketiga dalam proyek periksa fakta Facebook.

Baca juga artikel terkait PERIKSA FAKTA atau tulisan lainnya dari Frendy Kurniawan

tirto.id - Pendidikan
Penulis: Frendy Kurniawan
Editor: Maulida Sri Handayani