tirto.id - Pendukung Prabowo-Sandiaga menuding Komisi Pemilihan Umum (KPU) berlaku curang dan berat sebelah dalam debat kedua Pilpres 2019 yang diselenggarakan di Hotel Sultan, Senayan, Jakarta Pusat, Minggu malam (17/2/2019).
Tudingan itu disampaikan akun Facebook bernama Nanik Sudaryati. Ia menuliskan indikasi kecurangan muncul dari dua wadah undian yang diperlihatkan moderator sebelum debat. Wadah itu berisi daftar pertanyaan yang mesti dijawab masing-masing kandidat.
“Kalau Anda lihat di TV tadi, ternyata pertanyaan itu hanya satu tema yang diambil dalam satu bola. Tetapi pertanyaan yang lain ternyata dimasukkan dalam bola yang beda. Padahal dalam rapat-rapat KPU tidak dibicarakan bahwa soal diambil dalam bola yang berbeda,” tulis Nanik.
Ia pun mengatakan tim BPN yang ikut rapat bersama KPU protes dengan mekanisme ini.
“Tetapi KPU bergeming dan tetap melanjutkan tanpa mau mengulang agar pertanyaan dimasukkan dalam satu bola,” tulis Nanik.
Sejauh ini belum jelas, apakah Nanik Sudaryani ini adalah Nanik S. Deyang, yang merupakan Wakil Ketua BPN Prabowo-Sandiaga. Ini lantaran ada dua akun Facebook yang menggunakan nama dan foto Nanik. Reporter Tirto sudah berusaha menghubungi Nanik tapi tidak ada respons hingga laporan ini dibuat.
Tak hanya Nanik, protes juga dilayangkan Direktur Relawan BPN, Ferry Mursyidan Baldan. Seharusnya, kata Ferry, tak perlu ada dua bola undian. Semua pertanyaan dimasukkan ke dalam satu bola. Dengan begitu, potensi kecurangan berupa sortir pertanyaan untuk salah satu kandidat bisa dicegah. Namun, menurut Ferry, dalam rapat pada 31 Januari lalu mekanisme ini tak dibahas detail.
“Nanti dalam evaluasi kami sampaikan ke KPU,” ujarnya saat ditemui usai debat.
Ferry bilang, evaluasi yang akan disampaikan ke KPU nantinya bukan hanya untuk meminimalisir kecurangan, melainkan juga menghemat waktu saat debat. Memang proses pengundian ini memakan waktu cukup lama.
Sementara itu, Muhammad Zainul Majdi atau Tuan Guru Bajang (TGB), salah satu pendukung Jokowi, menilai tudingan ini terlalu berlebihan. Ia menilai KPU sudah transparan.
TGB lantas mengajak masyarakat untuk sepenuhnya percaya kepada KPU. Para anggota KPU telah dipilih para anggota dewan di DPR lewat mekanisme yang transparan dan telah melalui tahap uji kelayakan dan kepatutan, katanya.
“Saya enggak ikut teknisnya, tapi saya lihat sih tadi sebenarnya, kan, hanya masalah teknis saja. Mungkin untuk entertain saja, ya, untuk kegaduhan, untuk bikin ramai,” ujarnya saat ditemui usai debat.
Tak Perlu Diperdebatkan
Pendiri Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit), Ferry Kurnia Rizkiyansyah menilai permasalahan ini semestinya tak perlu diperdebatkan.
Ia menduga dua wadah undian memang sengaja disediakan KPU lantaran pertanyaan ke masing-masing capres disesuaikan dengan visi-misi-nya. Jika keduanya disatukan ke dalam satu wadah, ada kemungkinan salah satu capres harus menjawab pertanyaan panelis yang sebenarnya terkait dengan pendalaman visi-misi capres lainnya, kata Ferry, menduga.
“Mungkin memang ada satu pertanyaan yang sama dan ada pertanyaan lain yang berbeda sesuai dengan konteks visi-misinya. Panelis ini, kan, bikin pertanyaan sesuai dengan program masing-masing kandidat,” kata Ferry.
KPU membantah semua tudingan BPN terkait debat kedua tadi malam. Menurut Komisioner KPU Wahyu Setiawan, teknis pemberian pertanyaan sudah disepakati kedua belah pihak dalam rapat pleno akhir serta beberapa hari sebelum pelaksanaan debat dimulai.
“Kan, kami koordinasikan dengan semua pihak termasuk BPN dan TKN. Jadi Insya Allah tidak ada kecurangan yang terjadi dalam debat kedua. Terkait dengan pembagian pertanyaan dalam kotak kaca itu murni teknis dan tidak ada kecurangan apa pun,” kata Wahyu saat dikonfirmasi reporter Tirto, Senin (18/2/2019).
Meski demikian, Wahyu tak menutup kemungkinan teknis pengambilan pertanyaan akan diubah pada sesi debat selanjutnya. KPU akan mempertimbangkan masukan dan keberatan dari semua pihak.
“Kami terbuka terhadap kritik saran dan masukan dalam semua pihak tentu saja segala sesuatu akan kita evaluasi apalagi kalau ada masukan dari masyarakat. Tetapi prinsipnya tidak ada kecurangan menyangkut teknis penyelenggaraan debat,” pungkasnya.
Penulis: Hendra Friana
Editor: Gilang Ramadhan