tirto.id - “Zola! Legend!” teriak Michael Essien saat bersiap melakukan sesi foto skuat Persib Bandung 2017 pada April lalu. Rekannya sesama marquee player, Charlton Cole merespons sikap Essien dengan tidak kalah antusias, “Woo Zola... Legend. You real Zola?”.
Pertanyaan kedua pemain yang pernah berseragam klub Chelsea itu merujuk kepada seorang pemain bernama Gian Zola di ruangan tersebut. Nama yang tidak pernah tercerabut dalam sejarah Chelsea, karena Gianfranco Zola adalah pemain legendaris The Blues. Namun, sosok yang memancing keheranan Essien dan Cole nyatanya bukan Gianfranco Zola asal Italia. Sebab, Zola versi Italia sudah gantung sepatu 12 tahun silam dan kini menekuni dunia kepelatihan.
“Yes, I am Zola. The real Gian Zola,” jawab pemain itu yang semakin membuat Essien dan Cole girang untuk kemudian bercengkrama. Keduanya sadar, ini Zola yang lain.
Nama lengkapnya Gian Zola Nasrulloh Nugraha. Lahir di Bandung, 5 Agustus 1998. Ia mulai mencuri perhatian saat ikut membela Persib di Piala Jenderal Sudirman 2015. Kompetisi Liga 1 tahun 2017 menjadi ajang resmi pertamanya sebagai pemain profesional. Sejauh ini dia empat kali tampil sebagai starter dalam enam partai yang dilakoni Persib.Dia turut mengikuti seleksi tim nasional Indonesia U-22 untuk berlaga di SEA Games 2017 dan Asian Games 2018.
Suksesnya Zola menembus tim utama Maung Bandung menghadirkan fenomena pesepakbola muda lokal bernama persis pesepakbola mancanegara. Zola dan Maldini Pali (Sriwijaya FC) menjadi dua wajah baru yang mewarnai liga nasional dengan kemampuan mumpuni plus nama unik keduanya. Dia diberikan nama itu, karena memang kedua orang tuanya penggemar fanatik sepakbola. Terlebih ayahnya, Budi Nugraha juga eks pesepakbola pada era 1990-an yang menghabiskan karier di beberapa klub, seperti Persikab Kab. Bandung dan Persika Karawang. Pada saat anak keduanya ini lahir, Gianfranco Zola tengah berada di puncak karier dengan limpahan trofi bersama Chelsea.
Budi dan istri memang mengidamkan punya anak bernama pesepakbola top mancanegara. Adik Zola yang lahir pada 2001 diberi nama Beckham Nugraha Putra, mengacu sosok megabintang Inggris, David Beckham. Beckham kini memperkuat Persib U-17 yang tengah berjuang di Piala Soeratin 2017. Tahun lalu, Beckham, dkk. sukses membawa Maung Ngora menjuarai Piala Soeratin Jawa Barat, meski berada di peringkat ketiga di tingkat nasional. Untuk prestasi individu, Beckham sukses menjadi Pemain Terbaik sekaligus Pencetak Gol Terbanyak Piala Menpora 2016 dan Pemain Terbaik Football Cup Barcelona U-15 tahun 2015.
“Prinsipnya begini, nama itu doa. Ya Alhamdulillah, sekarang keduanya adik-kakak walaupun masih (berkembang). Meskipun sudah ke (Timnas) PSSI, tapi baru memulai karier profesional Zola dan Beckham juga ikut seleksi PSSI U-19 meski cedera dikembalikan ke Persib U-17,” ujar Budi saat dijumpai di Stadion Lodaya Bandung, Sabtu (13/5).
Selain Beckham, Persib U-17 juga turut dihuni Mario Jardel, pemain yang punya nama identik dengan penyerang legendaris Brazil yang pada awal 2000-an rajin menyumbang gol untuk Porto dan Sporting CP. Klub Bandung lain yang berlaga di Piala Soeratin, Bandung Legend U-17 juga diperkuat pesepakbola bernama demikian, seperti Ivandi Guardiola Yustanto dan Salas Budhi Purnama (merujuk legenda Cile, Marcelo Salas).
Memang hampir setiap tim yang tampil di Piala Soeratin 2017 regional Jabar punya pemain bernama pesepakbola top. Paling laris nama Zidane yang terinspirasi dari Pemain Terbaik Dunia tahun 1998, 2000, dan 2003, Zinedine Zidane. Banyak variasi nama Zidane, misalnya Zidan Syarif H. (Persigar Garut), Zidane Al-Farezi (PSKC Cimahi), Muh. Zidan Alwi Assaha (PSGJ Cirebon), dan Jidan Dikey Pribiandhy (Cirebon FC). Nama pesepakbola Serie-A Italia yang pada akhir 1990-an dan 2000-an mengecap popularitas juga laris manis dipakai orang tua untuk buah hatinya. Misalnya, Rical Vieri (Bintang Muda FC), Gianluca Feruzi & M. Sebastian Veron (Kabomania), Sheva Andriansyah (Benpica FC), Piero Pippo Husenta Doba (Lintas Putra FC), Zharfan Inzaghi Suginarto (Loreng FC), dan Alessandro Abimanyu (Bintang Timur FC).
Fenomena ini memang lazim ditemukan di kompetisi junior. Selain Piala Soeratin, pada Liga Kompas Gramedia U-14 setiap tahunnya juga melimpah pemain bernama demikian. Contohnya Sutan Diego Armandoondriano Zico (pemain Bina Taruna, merujuk Maradona, Adriano, dan Zico), Jeanpierre Valentino (Buperta Cibubur, merujuk Jean Pierre Papin), Muhammad Buffon (Oneway Semplak Barat), dan Rivaldo Aray (Persigawa). Tentunya nama-nama tersebut bisa menjadi beban tersendiri bagi sang anak yang merintis menjadi pesepak bola karena nama besar yang mereka sandang. Meskipun pastinya dapat menjadi motivasi supaya mampu sehebat pemain-pemain tersebut.
“Pertama sih terbebani, sekarang udah enjoy. Beckham kan pemain besar, saya juga harus bisa mengikuti. Jadiin motivasi lah, jangan jadi beban,” ucap Beckham Putra yang mengidolakan Neymar Jr.
Memang tidak banyak pesepakbola bernama seperti itu yang akhirnya menembus tim senior sebuah kesebelasan. Salah satu pemain dengan nama unik dan mampu berkarier di Liga Indonesia, yaitu Voller Ortega (29) yang pernah berseragam beberapa klub, seperti Persiku Kudus, PSS Sleman, dan PPSM Magelang. Laki-laki kelahiran Semarang ini diberi nama dua pemain legendaris sekaligus, Rudi Voller (Jerman) dan Ariel Ortega (Argentina).
Nama tersebut terbukti memudahkannya untuk lebih mudah dikenal pelatih saat ikut seleksi tim. Pernah ada kejadian jenaka dirinya dia dianggap suporter dan penyiar televisi sebagai pemain asing saat melakoni debut memperkuat Persiku versus Persis Solo pada 2011. Baginya, nama pesepakbola top yang melekat untuknya dan beberapa pesepakbola junior mesti menjadi energi positif dalam berkarier.
“Kalau sudah punya nama seperti itu, paling tidak dia harus lebih termotivasi untuk bermain sebaik nama yang dia emban,” saran Ortega.
Yusar, Dosen Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran menyebut maraknya pemberian nama pesepakbola top oleh orang tua untuk anaknya tidak terlepas dari populernya sepakbola di masyarakat Indonesia. Fenomena pemberian nama anak menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia memang dinamis dan pada tataran tertentu selalu terbuka terhadap perubahan serta menerima unsur-unsur budaya asing dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam perspektif sosiologi keluarga, pemberian nama anak di Indonesia yang bersifat bilateral memungkinkan tidak terlalu dikedepankannya pewarisan nama keluarga (kecuali etnis tertentu yang mengenal marga). Kebebasan memberikan nama anak oleh orang tua menjadikan nama-nama seolah terlepas dari nama keluarga.
“Terdapat semacam ‘cara pandang dunia’ dari seorang ayah yang menaruh harapan agar kelak anaknya dapat mengimitasi pesepakbola ayahnya. Tentu saja, pesepakbola tersebut selain memiliki kemampuan yang tinggi juga memiliki kehidupan ekonomi yang mapan,” tutur Yusar.
Sangat unik nantinya liga sepak bola kita dipenuhi pemain dengan nama seperti Beckham, Guardiola, Zidane, dll. Tentu saja bukan sebagai marquee player atau pemain naturalisasi, karena mereka versi Indonesia asli.
Penulis: Rahman Fauzi
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti