tirto.id - Barisan Kader Gus Dur (Barikade Gus Dur) mengimbau seluruh kader Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) di seluruh Indonesia untuk mereformasi dan merevitalisasi total PKB sebagai partai yang terbuka dan modern.
Hal itu disampaikan Barikade Gus Dur, Selasa (20/8/2019) melalui pernyataan sikap untuk menyikapi Muktamar ke V PKB di Bali 2019 seperti dilansir Antara.
"Perlu dilakukan reformasi dan revitalisasi total terhadap PKB dan dilakukan sistem pengkaderan yang lebih adil dan profesional sehingga PKB dapat kembali menjadi partai terbuka yang mampu mencetak pemimpin-pemimpin muda bangsa masa depan, sejalan dengan garis perjuangan KH Abdurrahman Wahid," ujar Ketua Umum Barikade Gus Dur, Priyo Sambadha.
Dia menilai, Muktamar PKB 2019 seharusnya bisa menjadi momen penting yang menentukan titik awal menuju langkah-langkah dimaksud, diawali antara lain dengan memilih pemimpin baru yang segar dan bersih dari berbagai kasus kelam masa lalu, yang dipilih secara bebas, jujur, adil dan demokratis tanpa tekanan, sesuai dengan AD/ART PKB.
Apabila Muktamar PKB 2019 tidak mampu mewujudkan hal itu, kata Priyo, maka Muktamar PKB 2019 akan terkesan hanya sebagai sandiwara politik usang dengan peran utama sosok lama yang selama ini telah terbukti hanya menjadikan PKB sebagai alat kendaraan politik untuk memenuhi ambisi pribadi.
"Sudah saatnya kita semua sebagai kader Gus Dur yang tawadhu di seluruh penjuru negeri untuk kembali pulang berjuang dalam koridor garis perjuangan Gus Dur. Bukan lainnya," tegas dia.
Karenanya, Barikade Gus Dur meminta PKB kembali menjadi parpol terbuka dan modern sesuai tujuan awal didirikannya partai oleh para ulama.
Priyo menjelaskan, PKB hingga detik ini pada kenyataannya masih meninggalkan permasalahan yang belum selesai sejak KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dipecat sepihak dari jabatannya selaku Ketua Dewan Syuro PKB pada tahun 2008.
Hal tersebut, kata dia, nyata-nyata melawan Keputusan Mahkamah Agung yang pada saat itu mengembalikan kepengurusan PKB pada Muktamar Semarang tahun 2005, di mana KH. Abdurrahman Wahid sebagai Ketua Dewan Syuro dan Muhaimin Iskandar sebagai Ketua Umum Dewan Tanfidz.
Saat itu, lanjutnya, jabatan Ketua Dewan Syura KH. Abdurrahman Wahid secara sepihak oleh Muhaimin Iskandar diganti dengan KH. Azis Mansyur.
"Dan ironisnya, langkah semena-mena ini ‘direstui’ oleh pemerintah yang berkuasa ketika itu. Lalu dimulailah era PKB tanpa Gus Dur, namun nama besar Gus Dur masih selalu dikapitalisasi untuk meraup suara di akar rumput," kata dia.
Kondisi tersebut, menurutnya, sangat mengganggu Gus Dur dan keluarga hingga turun surat resmi dari Gus Dur yang melarang penggunakan foto, video atau suara Gus Dur bagi kepentingan PKB pimpinan Muhaimin Iskandar.
Dia menegaskan, hingga Gus Dur wafat, surat tersebut tidak pernah dicabut.
Semasa hidupnya KH Abdurrahman Wahid menurutnya, juga dengan berbagai cara tetap terus berupaya mengembalikan PKB pada posisi semestinya sebagai rumah politik besar yang berjuang untuk kemaslahatan rakyat Indonesia, bukan PKB sebagai alat politik untuk memenuhi ambisi politik orang per orang semata.
"Namun hingga beliau wafat, upaya tersebut belum membuahkan hasil. Kemudian, oleh jutaan pengikut KH Abdurrahman Wahid yang tetap setia dan istiqomah pada garis perjuangan politik beliau, upaya tersebut terus dilanjutkan hingga hari ini," tukas Priyo.
Editor: Maya Saputri