tirto.id -
"Sempat ada pembicaraan awal di tim kelembagaan, tapi belum mengerucut ke offering," ujar Tiko, panggilan akrab Kartika, saat ditemui di Jakarta, Kamis (19/7/2018).
Ia belum dapat berkomentar banyak mengenai divestasi saham yang akan dilakukan oleh PT Indonesia Asahan Alumunium atau Inalum senilai 3,85 miliar dolar Amerika Serikat (AS) atau sekira Rp55 triliun.
Meski demikian, ia mengakui dalam kondisi saat ini kemampuan pembiayaan perbankan lokal melalui valuta asing (valas) sangat terbatas, karena para investor sedang melakukan penarikan dana ke luar negeri.
"Semua bank akan mengerem kredit valas karena LDR valas semua bank naik. Di kita juga naik tinggi karena DPK valas tabungan dan giro turunnya cukup signifikan di kuartal dua. Ini fenomena yang kita waspadai," ujarnya, terkait Loan to Deposit Ratio (LDR) dan dana pihak ketiga (DPK) perbankan.
Oleh karena itu, ia menyarankan agar sindikasi tersebut dilakukan oleh perbankan asing yang mempunyai valas dalam jumlah besar, karena apabila dipaksakan oleh perbankan lokal dampaknya bisa mengganggu pasokan valas dalam negeri.
"Mungkin bisa dikasih kesempatan dulu untuk bank asing, karena bank lokal untuk mendapatkan dana, funding, dengan size besar, dengan tenor seperti itu, dan di zaman sekarang ini tidak mudah," demikian Kartika Wirjoatmodjo.
Sebelumnya, Direktur Utama Inalum, Budi Gunadi Sadikin memastikan pembiayaan untuk divestasi saham Freeport tersebut berasal dari uang perseroan serta pinjaman dari sindikasi perbankan.
Mantan Direktur Utama Bank Mandiri itu mengemukakan pula sebanyak 11 bank siap memberikan pinjaman untuk pendanaan transaksi pembelian saham Freeport yang direncanakan selesai sepenuhnya pada Agustus 2018.
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri