Menuju konten utama

Bank Indonesia Klaim Daya Beli Masyarakat Mulai Pulih

Selain pertumbuhan pada industri ritel, Doddy juga menyebutkan peningkatan daya beli bisa dilihat dari sisi pendapatan masyarakat.

Bank Indonesia Klaim Daya Beli Masyarakat Mulai Pulih
Calon konsumen memilih sepatu dan tas di salah satu gerai pusat perbelanjaan di Semarang, Jawa Tengah. ANTARA FOTO/R Rekotomo.

tirto.id - Bank Indonesia (BI) mengklaim daya beli masyarakat Indonesia perlahan kembali pulih. Menurut Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Doddy Budi Waluyo, hal tersebut bisa dilihat dari sejumlah faktor. Salah satunya adalah pertumbuhan penjualan ritel pada Agustus 2017 yang naik sebesar 5 persen.

“Setelah turun, Juli (berada pada) minus 3 persen, semuanya positif. Ada indikasi bahwa kegiatan konsumsi mulai bangkit,” kata Doddy di Kompleks Perkantoran BI, Jakarta pada Jumat (15/9/2017) siang.

Selain pertumbuhan pada industri ritel, Doddy juga menyebutkan peningkatan daya beli bisa dilihat dari sisi pendapatan masyarakat. “Indikatornya upah riil buruh tani dan buruh bangunan naik. Nilai tukar petani juga (naik). Semuanya ke arah pertumbuhan yang positif,” ungkap Doddy.

Masih dalam kesempatan yang sama, Doddy pun menilai penjualan barang-barang yang bersifat tahan lama (durable goods) turut membaik kondisinya. “Terutama barang-barang yang terkait kebutuhan rumah tangga. Kemudian yang terkait penjualan mobil dan motor, di Juli juga sudah naik,” ucap Doddy lagi.

Oleh karena itu, Doddy lantas berpesan agar pendapatan masyarakat bisa terus terjaga demi menggenjot daya beli masyarakat yang belakangan ini disebut-sebut tengah lesu. “Indikasinya pendapatan, tapi beberapa indikatornya sudah mulai meningkat,” ujar Doddy.

Belum lama ini, Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Mandey malah sempat menyebutkan bahwa industri ritel Indonesia sedang ngos-ngosan.

Menurut catatan Aprindo, pertumbuhan industri ritel pada kuartal I 2017 hanya sebesar 3,9 persen, sementara di kuartal II 2017 turun menjadi 3,7 persen.

“Musim liburan di tahun ini pun hanya mendorong pertumbuhan 5 persen. Berbeda dengan tahun lalu yang mencapai 13,4 persen, atau pada 2012 yang sampai sebesar 38,7 persen,” ungkap Roy dalam jumpa pers di kawasan SCBD, Jakarta pada Rabu (13/9/2017) lalu.

Saat itu, Roy pun mengindikasikan pertumbuhan ritel yang lesu merupakan dampak dari konsumsi masyarakat yang dikatakan juga tengah melemah. “Formula idealnya angka pertumbuhan ekonomi dikalikan 3 sampai 3,5 persen,” ucap Roy.

Aprindo sendiri lantas menganalisis faktor-faktor terjadinya perlambatan dalam pertumbuhan konsumsi maupun ritel.

Di antaranya usia produktivitas masyarakat yang lebih cepat, berubahnya pola belanja ke daring, adanya sikap menahan belanja karena situasi politik yang tidak kondusif, hingga lebih gemar berplesiran maupun memiliki deposito berjangka (time deposit).

Baca juga artikel terkait DAYA BELI MASYARAKAT atau tulisan lainnya dari Damianus Andreas

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Damianus Andreas
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Yuliana Ratnasari