Menuju konten utama

Bangun Infrastruktur, Indonesia Butuh Puluhan Ribu Insinyur

Wakil Ketua Umum Persatuan Insinyur Indonesia, Heru Dewanto mengatakan, megaproyek pembangkit listrik 35 ribu MW dan proyek-proyek infrastruktur lainnya akan membutuhkan setidaknya 82 ribu insinyur hingga 2019.

Bangun Infrastruktur, Indonesia Butuh Puluhan Ribu Insinyur
Ilustrasi. Pengunjung mengamati maket proyek LRT dalam Pameran Transportasi dan Infrastruktur di Gedung Smesco, Jakarta Selatan, Rabu (14/9). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan.

tirto.id - Sejak dilantik sebagai Presiden ke-7, Joko Widodo (Jokowi) telah fokus pada pembangunan infrasruktur. Guna menopang rencana ini, Persatuan Insinyur Indonesia (PII) memperkirakan pemerintah Jokowi membutuhkan puluhan ribu tenaha ahli teknik atau insinyur untuk membangun proyek infrastruktur yang digagas pemerintah hingga 2019.

Hal tersebut diungkapkan Wakil Ketua Umum PII, Heru Dewanto dalam rilis yang diterima Antara, Minggu (13/11/2016). Menurut Heru, megaproyek pembangkit listrik 35 ribu MW dan proyek-proyek infrastruktur lainnya akan membutuhkan setidaknya 82 ribu insinyur hingga 2019.

"Sementara yang tersedia hanya 20 ribu insinyur," katanya dalam diskusi bertema "Saatnya Didengar" dalam rangkaian Indonesia Infrastructure Week di Jakarta pada pekan lalu.

Dari jumlah yang ada, menurut dia, faktanya hingga saat ini hanya separuh dari sarjana teknik yang berprofesi sebagai insinyur. “Hanya separuhnya lagi dari jumlah itu bekerja di infrastruktur," kata Heru yang juga menjabat sebagai Dirut PT Cirebon Electric Power.

Ia mengingatkan jangan sampai proyek-proyek infrastruktur yang salah satunya adalah megaproyek 35 ribu MW akan mengalami kekurangan tenaga ahli Indonesia yang mengelolanya. Menurut dia, jangan sampai pemerintah memiliki proyek, namun tidak ada tenaga ahli yang mengerjakannya.

Untuk itu, lanjutnya, semua pihak harus punya visi yang sama dan bergandengan tangan mewujudkannya. "Kita tidak lagi bisa hanya berkutat bicara soal skema kemitraan, tapi harus ada yang berpikir ke depan," katanya.

Dalam pandangan Heru, pendidikan vokasi (kejuruan) bisa menjawab persoalan tenaga kerja. Akan tetapi, kurikulumnya juga harus sesuai dengan kebutuhan pasar. “Selain itu penyalurannya juga harus jelas, karena percuma anak-anak kita ini dilatih dan dilatih, kemudian bingung bisa bekerja di mana," katanya.

Heru menambahkan, megaproyek pembangkit 35 ribu MW dan proyek-proyek infrastruktur lain yang digagas Presiden Jokowi diharapkan bisa menjadi sarana pengembangan kapasitas bagi bangsa Indonesia untuk bisa bersaing di era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).

Menurut dia, proyek 35 ribu MW harus menjadi awal pembangunan manusia yang akan membentuk masa depan Indonesia.

"Proyek ini harus bisa membuat Indonesia bertumbuh, bukan hanya dari sisi infrastruktur saja, namun juga manusianya. Jangan sampai, nanti setelah semua proyek ini selesai, tidak ada satupun anak bangsa yang mampu menjadi pemain-pemain yang berkualitas dan punya kapasitas untuk melanjutkan pembangunan bangsa ini," katanya.

Heru juga mengungkapkan menurut data BPS, hingga Februari 2016, sebanyak 7,45 persen rakyat Indonesia masih menganggur. Sebanyak 39 persen di antaranya lulusan SD dan 25 persen lainnya adalah sarjana.

Data lain, menurut Heru adalah 47 persen dari angkatan kerja Indonesia merupakan lulusan SD. "Bagaimana bisa bersaing di MEA dengan kondisi seperti ini? 'Capacity building' harus dimulai dari sekarang dan cara yang paling konkret dan paling komprehensif adalah melalui proyek 35 Ribu MW dan proyek-proyek infrastruktur yang digagas Presiden Jokowi," ujarnya.

Heru juga mengingatkan jangan sampai terjadi kesenjangan (miss match), di mana di satu sisi, ada begitu banyak lulusan SMK dan bahkan sarjana yang menganggur, sementara permintaan sektor infrastruktur nantinya cukup besar.

Baca juga artikel terkait PROYEK INFRASTRUKTUR atau tulisan lainnya dari Abdul Aziz

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Abdul Aziz
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Abdul Aziz