tirto.id - Insiden tawuran antar kelompok suporter terjadi di Stasiun Senen, Jakarta Pusat, Sabtu pagi, 28 Juli 2018. Tawuran melibatkan suporter Persib Bandung (Viking) dan Persija Jakarta (The Jak).
Kericuhan yang terjadi dini hari ini menyebabkan seorang warga Pulo Gadung bernama Komar, 19 tahun, terluka di bagian kepala. Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono mengatakan kondisi Komar sudah mendapat perawatan medis. “Sudah di rumah sakit,” kata Argo di Mapolda Metro Jaya.
Selain memakan korban luka, insiden ini berdampak pada sarana dan prasarana angkutan umum, terutama kereta api. Vice President Corporate Communication PT KAI Commuter Jabodetabek Eva Chairunnisa mengatakan, keributan suporter sempat membuat arus lalu lintas KRL di Stasiun Pasar Senen terganggu. Sejumlah perjalanan kereta dari luar kota pun terhambat karena kericuhan sudah mulai terjadi sejak pukul 02.40 WIB dini hari.
“Kejadian tersebut mengganggu. Situasi baru kondusif pukul 06.50 WIB,” kata Eva kepada Tirto, Sabtu siang.
Kericuhan antarsuporter bukan kali pertama di Jakarta. Hanya saja, tawuran kali ini berjarak beberapa pekan menjelang perhelatan Asian Games 2018. Apalagi, tawuran ini menjadi yang pertama usai pentolan dari kedua kelompok menjalin komunikasi pada Agustus 2017.
Dipicu Unggahan Media Sosial
Insiden kericuhan ini disesalkan Ketua Viking Persib Jabodetabek Otang Timika. Menurut Otang, insiden ini sebenarnya tak perlu terjadi andai sejumlah bobotoh mengikuti pesannya untuk turun di Bekasi ataupun Karawang.
“Cuma mungkin ada Bobotoh yang tidak terkoordinir, jadi mereka tidak tahu situasi dan tidak tahu berita,” kata Otang kepada Tirto.
Otang menduga aksi keributan ini dipicu unggahan sekelompok suporter Persib terkait aktivitas dan jadwal keberangkatan mereka dari Stasiun Senen menuju Surabaya di media sosial. Ulah ini diduga menjadi pemicu sebagian pendukung Persija bereaksi.
“Salahnya itu, bobotoh upload-upload jam keberangkatan sama tiket-tiket,” kata Otang.
Otang belum mendapat laporan korban dalam insiden ini. Namun kejadian ini memperburuk citra suporter lantaran dianggap belum juga dewasa dalam membela tim kesayangan mereka.
“Kan kasihan masyarakat. Citra suporter itu selalu jelek,” ucap Otang.
Sekretaris Jenderal Jakmania Diky Soemarno yang dihubungi terpisah, mengaku tak tahu ihwal kejadian ini. Diky mengaku sudah mengecek kabar tersebut ke sejumlah pengurus, tapi tak mendapat laporan apa-apa.
“Kami tidak mendapat informasi soal itu dan kami tidak mengakomodir hal-hal seperti itu,” kata Diky.
Diky sependapat soal informasi tawuran dipicu oleh unggahan di media sosial. Sebelum Persib berangkat ke Surabaya, kata dia, muncul unggahan video bobotoh yang dianggapnya berbau provokasi di Stasiun Senen, Jakarta Pusat.
“Seandainya enggak dilakukan, enggak ada yang tahu. Who care-lah, masa suporter The Jak mau sweeping? Kami sama-sama menghargai bahwa kita berbeda pendapat dan ada jarak. Jarak itu jangan diperjauh dengan provokasi. Enggak bagus,” kata Diky.
PR Bersama
Konflik antardua pendukung klub bukan sekali terjadi. Konflik keduanya adalah konflik berdarah. Sejumlah orang sudah menjadi korban dari konflik ini. Terakhir, Ricko Andrean, 22 tahun, menjadi korban dari perselisihan dari kedua pendukung tim sepakbola ini.
Dalam sejumlah kasus kerusuhan antarsuporter, Otang mengakui, pendukung yang berusia muda kerap menjadi pemicu keributan. Umumnya, mereka adalah pelajar SMP atau SMA.
Menurut Otang, persoalan ini bukan dibiarkan begitu saja. Ia bersama dengan Heru Joko yang tak lain Ketua Umum Viking Persib, kerap mensosialisasikan kepada pendukung Persib untuk menahan diri dan menghormati sesama pendukung lawan. Hanya saja, butuh tenaga ekstra untuk selalu mengingatkan mereka.
“Anak-anak muda, jiwanya belum ngerti, belum paham. [...] Itu kadang-kadang rasis mereka itu,” kata Otang.
Diky juga sependapat dengan Otang, menurutnya Jakmania, tak mentolerir ulah rasis dari anak-anak muda yang menjadi pendukung Persija. Namun, Diky mengakui, pekerjaan untuk menanamkan rasa hormat kepada pendukung lawan dan menghindari tawuran bukan hanya pekerjaan Jakmania.
“Ini persoalan Dinas Pendidikan, Dinas Kebudayaan, Dinas Sosial, Dinas Agama, banyak yang terkait di situ. Di Jakarta, kami susah menghindari hal itu, karena pemerintah saja enggak bisa mengurangi tawuran sekolah dan kampung,” kata Diky.
Namun, Otang dan Diky mengaku tetap berusaha untuk mengedukasi masing-masing pendukung supaya mampu menghargai sesama pendukung tim lainnya. Keduanya sepakat bahwa rivalitas tim seharusnya hanya terjadi saat pertandingan di lapangan selama 90 menit. “Hindari hal-hal yang bisa buat masalah contohnya provokasi. Karena rivalitas cukup 90 menit,” kata Diky.
Otang juga berpesan “Enggak usah jadi provokator. Nonton bola itu hiburan. Kita datang ke stadion mendukung tim kebanggaan kita, sampai 90 menit akhir, lalu keluar dan pulang ke rumah.”
Penulis: Mufti Sholih
Editor: Mufti Sholih