tirto.id - Pakar Iklim Universitas Gadjah Mada (UGM), Emilya Nurjani mengatakan bahwa awan berbentuk gelombang tsunami atau awan Arcus yang terlihat di Meulaboh, Aceh Barat pada Senin (10/8/2020) menjadi penanda akan adanya cuaca buruk.
“Awan di Meulaboh kemarin pagi merupakan awan Arus, awan vertikal yang bisa tumbuh sangat besar. Awan ini sendiri tidak berbahaya, tetapi merupakan penanda atau adanya cuaca buruk yang akan datang,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi Tirto Selasa (11/8/2020).
Dosen Fakultas Geografi UGM ini mengatakan bahwa fenomena awan Arcus merupakan hal lazim, tetapi jarang terjadi atau fenomena langka.
Meskipun awan Arcus tidak berbahaya, tetapi memiliki potensi menimbulkan hujan deras yang disertai dengan petir atau kilat dan angin kencang.
Emilya juga menegaskan bahwa awan Arcus tidak ada kaitannya dengan potensi gempa atau tsunami.
Kemunculan awan Arcus ini berhubungan dengan kondisi dinamika di atmosfer. Proses terbentuknya awan ini dicirikan oleh arus naik dan turun yang kuat di dalam awan.
Penyebab terbentuknya awan Arcus
Awan terbentuk saat aliran udara dingin turun dari awan mencapai tanah. Udara dingin yang dibawah ke tanah melalui airan angin bawah tersebut kemudian menyebar secara horizontal di depan sistem awan.
Selanjutnya udara dingin yang lebih berat menyebar dengan cepat di permukaan tanah dan mendorong udara lembab yang lebih hangat ke atmosfer.
“Saat udara hangat naik dan mendingin, terjadi kondensasi, yang mengarah pada pembentukan awan Arcus dengan bentuk dan karakteristiknya yang unik,” tuturnya.
Mengingat adanya potensi cuaca buruk, Emilya meminta masyarakat untuk tetap berhati-hati dan meningkatkan kewaspadaan terhadap dampak yang mungkin terjadi akibat hujan lebat, angin kencang, serta sambaran petir.
Kondisi tersebut meningkatkan risiko pohon tumbang serta rumah roboh akibat diterjang hujan dan angin kencang.
Sehingga, dia mengimbau masyarakat untuk melakukan pemeliharaan pada pohon-pohon terutama yang rimbun dan tinggi dengan melakukan pemangkasan secara rutin. Dengan begitu diharapkan dapat meminimalisir risiko bencana hujan lebat dan angin kencang.
“Saat cuaca buruk sebaiknya segera berlindung dan mengurangi penggunaan alat-alat listrik. Sementara untuk nelayan sebaiknya tidak usah melaut dulu,” katanya.
Menurut Emilya, upaya pemeliharaan pohon yang berada di area publik juga perlu digiatkan oleh pemerintah, terutama memasuki musim penghujan.
Selain itu perlu juga untuk melakukan pengerukan di sungai-sungai yang mengalami pendangkalan agar dapat menampung debit air yang besar jika terjadi intensitas hujan dengan intensitas tinggi.
Editor: Agung DH