Menuju konten utama

ASEAN di Bawah Bayang-bayang Cina

Hari ini, ASEAN genap berusia 49 tahun. Bukan usia yang muda. ASEAN juga telah memainkan perannya yang cukup penting baik di tingkat regional maupun internasional. ASEAN kini telah memperluas kerja sama dengan negara di luar kawasan. Namun, kerja sama yang disepakati ASEAN kemudian menjadi bumerang ketika negara anggota ASEAN menjadi tergantung pada mitranya itu.

ASEAN di Bawah Bayang-bayang Cina
ilustrasi hut ASEAN [foto/shutterstock]

tirto.id - Tepat 49 tahun lalu, lima orang perwakilan dari lima negara di kawasan Asia Tenggara membuat sebuah keputusan penting untuk kawasan ini. Adam Malik (Indonesia), Tun Abdul Razak (Malaysia), Thanat Khoman (Thailand), S. Rajaratnam (Singapura) dan Narsisco Ramos (Filipina) adalah pelopor lahirnya kerja sama Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (Association of Southeast Asian Nation/ASEAN).

Seiring berjalannya waktu, beberapa negara kemudian bergabung dan saat ini tercatat sebanyak 10 negara yang telah menjadi anggota ASEAN (tambahan lima anggota yakni Brunei Darussalam, Vietnam, Laos, Myanmar dan Kamboja). ASEAN muncul sebagai salah satu kerja sama regional penting di kawasan Asia Tenggara dan juga memainkan peran di kancah internasional.

Kerja sama ini tentunya tak hanya pada satu sektor, tetapi mencakup sektor ekonomi, ilmu pengetahuan, teknologi, kebudayaan, informasi, pembangunan, serta kerja sama transnasional lainnya. Tujuannya adalah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial dan pengembangan kebudayaan negara-negara anggotanya, memajukan perdamaian dan stabilitas di tingkat regionalnya, serta meningkatkan kesempatan untuk membahas perbedaan di antara anggotanya dengan damai.

Namun sepertinya tujuan itu mulai memudar. Terlihat saat konflik teritorial terkait Laut Cina Selatan. Tak ada kesepakatan atau satu suara dari ASEAN terkait persoalan teritorial, malah membuat ASEAN terbelah di Laut Cina Selatan. Cita-cita ASEAN dalam memajukan perdamaian dan stabilitas di tingkat regionalnya kemudian dipertanyakan. Tentu ini tak lepas dari kekuatan besar yang dihadapi ASEAN yakni Cina.

Selain persoalan teritorial, ASEAN kemudian dihadapkan pada masalah ketergantungan ekonomi. Dikutip dari Bloomberg, jika terdapat beberapa negara anggota ASEAN yang sangat bergantung pada kebijakan Cina. Baik itu terkait kebijakan ekonomi hingga pariwisata. Hal itu didukung oleh data dari Asean.org yang menyebutkan bahwa Cina adalah mitra dagang terbesar ASEAN.

Untuk 2015 saja, total ekspor-impor antara ASEAN dan Cina mencapai 346,3 miliar dolar AS melebihi ekspor-impor ASEAN ke negara lainnya. Jepang dan Amerika Serikat hanya berada pada posisi ke-2 dan ke-3 sebagai mitra dagang ASEAN.

Memang, sejak Cina bangkit menjadi raksasa ekonomi dunia, secara konsisten negara itu menjadi mitra dagang untuk setiap negara yang menjadi anggota ASEAN. Namun, masing-masing negara menunjukkan tingkat ketergantungan yang berbeda dengan Cina baik sebagai importir ataupun eksportir.

Data dari Comtrade menunjukkan bahwa Singapura merupakan negara yang paling rentan terhadap kebijakan ekonomi yang dikeluarkan Cina. Hal itu karena nilai ekspor Singapura ke Cina yang bernilai 47,7 miliar dolar AS menyumbang 16,30 persen pada Produk Domestik Bruto (PDB) Singapura.

Selain itu, kontribusi Penanaman Modal Asing (Foreign Direct Investment/FDI) terhadap PDB juga yang tertinggi dari negara ASEAN lainnya yakni sebesar 4,81 persen. Sehingga, misalnya Cina mengeluarkan kebijakan untuk mengurangi jumlah impor, tentunya akan berdampak pada PDB Singapura.

Selain Singapura, ada Vietnam dan Malaysia yang juga akan terkena imbas yang besar terkait kebijakan Cina. Ekspor Malaysia ke Cina mencapai 26,06 miliar dolar AS yang menyumbang 8,80 persen pada PDB negara itu. Sedangkan Vietnam yang nilai ekspornya mencapai 14,93 miliar dolar AS menyumbang 8,02 persen pada PDB negaranya.

Sedangkan, untuk Indonesia masih lebih kebal terhadap kebijakan ekonomi Cina yang mungkin merugikan partner dagangnya. Hal itu karena nilai ekspor ke Cina yang senilai 17,6 miliar dolar AS itu hanya menyumbang 1,98 persen pada PDB dalam negeri. Untuk PMA hanya sebesar 0,49 persen terhadap PDB.

Pertanyaan yang kemudian muncul adalah, apakah Cina juga bergantung pada ASEAN? Bisa saja, jika ASEAN mengeluarkan kebijakan ekonomi, Cina juga akan terkena imbas tetapi tak sebesar yang dirasakan ASEAN. Hal itu karena ASEAN hanya mitra dagang utama ke-3 dari Cina. Data dari Statista menunjukkan masih ada Uni Eropa (ekspor impor mencapai 14,3 persen) dan Amerika Serikat (ekspor impor mencapai 14,1 persen) yang menempati urutan pertama dan kedua sebagai mitra dagang terbesar Cina.

Selain di bidang ekonomi, ternyata Bloomberg juga menyebutkan jika negara di ASEAN juga bergantung pada Cina terkait kebijakan pada sektor pariwisata. Vietnam adalah negara anggota ASEAN yang sangat rentan terhadap kebijakan pariwisata Cina. Sebab sekitar 1,7 juta wisatawan asal Cina mengunjungi Vietnam pada 2015. Jumlah tersebut merupakan 22.42 persen dari total wisatawan yang datang ke Vietnam.

Tahun lalu, Vietnam mengalami penurunan sebesar 20 persen pada jumlah wisatawan yang mengunjungi negara itu. Hal itu tidak terlepas dari memanasnya hubungan Vietnam dan Cina terkait Laut Cina Selatan. Secara tak langsung, Cina tengah meningkatkan soft power-nya untuk Vietnam secara khusus dan ASEAN pada umumnya.

Perlu diketahui, pada 2015, jumlah wisatawan Cina naik 14,5 persen menjadi 35,4 juta menurut Cina Outbound Tourist Research Institute. Mereka menghabiskan 235 miliar dolar AS pada tahun 2015 menurut Natixis, dan sekitar 60 persen dari wisatawan tersebut memilih untuk berlibur di wilayah Asia.

Secara keseluruhan Cina memang penyumbang wisatawan terbesar untuk ASEAN. Data dari Asean.org menunjukkan bahwa pada 2014 saja sekitar 13,05 juta wisatawan Cina mengunjungi sejumlah tempat wisata di negara anggota ASEAN.

Sesungguhnya eksistensi Cina akan berkurang di kawasan Asia Tenggara apabila ASEAN kembali pada tujuan awalnya dan bersatu memperjuangkan kepentingan bersama anggota ASEAN. Serta lebih meningkatkan perdagangan antar anggota ASEAN. Memang ASEAN tak bisa lepas dari Cina, tetapi ASEAN bisa memperkecil ketergantungan pada Cina dengan lebih meningkatkan dagang dengan sesama anggota ASEAN atau kawasan lainnya.

Baca juga artikel terkait ASEAN atau tulisan lainnya dari Yantina Debora

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Yantina Debora
Penulis: Yantina Debora
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti