Menuju konten utama

Asal-Usul Nama Kim yang Banyak Dipakai Orang Korea

Dari mana sebenarnya asal usul nama "Kim" yang begitu populer di Korea?

Asal-Usul Nama Kim yang Banyak Dipakai Orang Korea
Ilustrasi. Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un bertemu dengan peserta Konferensi Nasional Veteran Perang ke-5 dalam foto tidak bertanggal yang disiarkan oleh Pusat Agensi Berita Korea Utara (KCNA), Jumat (27/7). ANTARA FOTO/KCNA via REUTERS

tirto.id - Kim Jong-un, Presiden Korea Utara, Kim Tae-hyung alias V personel boyband BTS, Jennie Kim personel girlband BlackPink, dan Kim-Kim lainnya memenuhi Korea.

Ada begitu banyak nama belakang (surname) Kim di Korea, baik Utara maupun Selatan.

Sebuah pertanyaan muncul di situs Quora, tentang mengapa nama Kim begitu populer. Hal tersebut tidak terlepas dari asal usul negara, yang dulunya merupakan negara feodal.

Pemberian nama belakang sebagai lambang klan merupakan hal penting di Korea, sebagaimana negara-negara Asia Timur lainnya seperti Jepang dan Cina.

Melansir Britannica, dari total 49,3 juta orang Korea Selatan (tahun 2015), 20 persen diantaranya memiliki nama keluarga Kim, atau sekitar 10 juta orang.

Menyusul Kim, nama Lee dan Park menjadi yang paling umum. Lantas, apakah setiap Kim di Korea memiliki hubungan kekerabatan dan bertalian darah?

Asal-usul Kim tersebut berawal dari Kerajaan Silla, sebuah kerajaan kuno di Semenanjung Korea sekitar 57 Sebelum Masehi – 935 Masehi.

Pada era tersebut, klan-klan bertarung, beraliansi untuk mendapatkan kekuasaan. Hingga pada masa Silla, sekitar 668 klan dapat dipersatukan. Kim yang berarti “emas” menjadi keluarga nomor wahid dan memimpin Silla selama 700 tahun.

Selama beberapa abad, nama keluarga hanya disandang oleh kaum bangsawan dan aristokrat. Hingga pada zaman Goryeo (918-1392), raja memberikan nama keluarga sebagai tanda kehormatan.

Hingga Era Joseon, nama keluarga di kalangan kerajaan dan aristokrat (yangban) masih dipertahankan secara eksklusif.

Para budak, pedagang, pekerja prostitusi, seniman dan biksu tidak memiliki kemewahan berupa nama keluarga semacam itu.

Seiring berjalannya waktu, melansir The Economist, pejabat pemerintahan diperlukan untuk mengurus masyarakat sipil.

Pemerintah pada waktu itu mewajibkan calon pegawai negeri (yang harus dari kalangan terpandang dan terpelajar) untuk mendaftarkan nama keluarga, sehingga mereka mengambil satu nama untuk dipakai turun temurun.

Para pedagang yang sukses dan kaya raya juga ikut mengadopsi nama keluarga untuk keuntungan ekonomi dan sosial.

Hingga pada tahun 1894, penjajahan Jepang di Korea menghapuskan sistem kelas dan yangban dan orang-orang awam Korea pun ikut mengambil nama belakang. Rakyat biasa cenderung mengambil nama dari klan besar seperti Kim, Lee, dan Park.

Akan tetapi, semua Kim tidak lantas bertalian darah ataupun kerabat, demikian juga Lee dan Park. Sistem kekerabatan tradisional Korea adalah berdasarkan klan, yang disebut bongwan, sekelompok orang dengan nama sama yang dibedakan berdasarkan asal geografis.

Oleh karena itu, dua orang Kim dapat menelusuri asal usul mereka dan berakhir pada tempat yang berbeda.

Klan Kim yang paling terkenal berasal dari Gimhae, sebuah kota di bagian tenggara Korea. Dari situ lahirlah Kim Su-ro, seorang yang dikenal sebagai nenek moyang asli Kim yang juga menemukan Gaya (42 masehi), sebuah kerajaan kuno kecil di Korea.

Selebihnya, ada sekitar 300 orang dengan nama Kim lainnya yang berasal dari Gyeongju, Andong (yang sudah memiliki 2 klan Kim), dan Gwangsan.

Saat ini, asal nama belakang di Korea yang saling bertalian darah berkumpul di suatu daerah. Dua orang dengan nama belakang yang sama boleh menikah asalkan berasal dari daerah berbeda dan dipastikan tidak memiliki hubungan kekerabatan.

Melansir Koreaboo, tahun 1997 Korea Selatan mengeluarkan hukum yang melarang pasangan dari klan yang sama dan nama keluarga yang sama untuk menikah.

Nama Kim dimiliki oleh kurang lebih 282 klan yang paling banyak berasal dari Provinsi Gyeongsang dan Gyeongju.

Kim dari Gimhae boleh menikah dengan Kim dari Gyeongju, tapi tidak boleh menikahi Kim dari Gimhae lainnya.

Namun, dengan banyaknya kasus pernikahan sesama klan dengan nama belakang yang sama (200 ribu kasus dalam rentang waktu 40 tahun), maka pada 2005 pemerintah mengubah peraturan tersebut dan hanya melarang pernikahan nama keluarga yang sama yang memiliki hubungan kekerabatan dekat.

Akhirnya, tidak ada lagi larangan bagi Kim-Kim untuk menikah, seperti halnya Song Joong-ki dan Song Hye-kyo, pasangan Song-Song yang menikah pada 2017 lalu.

Baca juga artikel terkait KIM atau tulisan lainnya dari Anggit Setiani Dayana

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Anggit Setiani Dayana
Editor: Yandri Daniel Damaledo