Menuju konten utama

Arti Herd Stupidity & Bahaya Jadi Orang Bebal saat Pandemi COVID-19

Herd stupidity adalah tindakan sekelompok orang yang berkumpul untuk mengusir sekelompok orang lainnya yang lebih peduli terhadap bahaya COVID-19.

Arti Herd Stupidity & Bahaya Jadi Orang Bebal saat Pandemi COVID-19
Ilustrasi Herd Immunity. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Herd stupidity adalah salah satu sikap berbahaya di tengah pandemi COVID-19 yang kian meningkat kasusnya sekarang ini.

Sikap herd stupidity ini sempat menjadi perbincangan yang ramai di Twitter beberapa waktu lalu. Lantas, apa arti istilah tersebut dan bagaimana cara menghindarinya?

Di beberapa negara di dunia, kasus COVID-19 hampir melandai. Namun, yang terjadi bukanlah herd immunity atau kekebalan kelompok melainkan herd stupidity alias kebodohan kelompok.

Dikutip dari laman Sbthistle.org, herd stupidity adalah sikap keras kepala sekelompok orang untuk menolak pencegahan penyebaran virus dan memilih untuk meningkatkan kontak sosial tanpa ada pembatasan jarak.

Sementara menurut laman Urban Dictionary, herd stupidity adalah tindakan sekelompok orang yang berkumpul untuk mengusir sekelompok orang lainnya yang lebih peduli terhadap bahaya COVID-19.

Fenomena kebodohan kelompok atau herd stupidity pernah dilakukan oleh Donald Trump dalam kampanye Pemilihan Presiden Amerika Serikat pada 2020 lalu, di Tulsa, Oklahoma.

Trump pada Juni 2020 bersikeras melanjutkan rapat di dalam ruangan di Tulsa dan memaksa para hadirin setuju untuk tidak menuntut apabila tertular virus COVID-19 lantaran menghadiri rapat tersebut.

Pejabat kesehatan berupaya untuk membatalkan paksaan Trump. Atas hal tersebut, kasus baru COVID-19 melonjak di seluruh negeri terutama di negara bagian yang mendorong untuk membuka lock down sebelum waktunya.

Fenomena ini juga membuat negara yang paling terdampak COVID-19 disebut dengan "Trump country".

Kasus herd stupidity terus meningkat di beberapa negara bagian AS. Bahkan, ada seorang gubernur yang memutuskan membuka ruang publik dan bisnis. Ia mengandalkan kontak pribadi dengan jarang yang dekat, seperti salon dan gym.

Tidak hanya oleh petinggi negara, masyarakat umum di Amerika Serikat juga ada yang melakukan tindakan-tindakan bodoh dalam situasi pandemi COVID-19.

Fenomena Herd Stupidity COVID-19 di Indonesia

Pada awal 20 Juni 2021 lalu, seorang ahli epidemiologi terkemuka dari Universitas Indonesia, Pandu Riono menggambarkan situasi COVID-19 di Indonesia sebagai herd stupidity.

"Indonesia sudah lama dalam kondisi "Herd Stupidity". Perilaku Manusianya yang dorong replikasi virus, memperbanyak diri dan berubah menjadi lebih mudah menular. Manusia yg mendapat amanah jadi pejabat dan manusia-manusia lain yg tidak berperilaku 5M & enggan divaksinasi," tulis Pandu Riono di akun Twitter miliknya.

Dia mengatakan pejabat pemerintah mengirim pesan yang beragam dan membuat keputusan yang buruk, sementara banyak orang di Indonesia menolak untuk mengikuti protokol kesehatan dan enggan menerima vaksin.

Pandu Riono mengatakan kepada ABC bahwa dia mulai menggunakan ungkapan herd stupidity ketika dia melihat orang-orang malah merayakan dan bepergian untuk merayakan Idul Fitri.

“Alih-alih tinggal di rumah untuk mencegah penularan, mereka tetap melakukan perjalanan ke kampung halaman, dan memposting beberapa cerita di media sosial tentang apakah perjalanan itu mudah atau sulit ketika melintasi perbatasan,” katanya.

"Itu herd stupidity, tidak ada yang peduli atau memiliki rasa krisis."

Pandu Riono juga mengatakan bahkan pejabat pemerintah telah mempromosikan obat-obatan yang belum terbukti untuk mengobati virus corona, seperti Ivermectin.

Ia juga menambahkan pemerintah Indonesia tidak belajar dari atau mengikuti saran para ahli dan ilmuwan.

"Kami ingin keajaiban, jadi kami membiarkan diri dibohongi, dibujuk untuk menggunakan Ivermectin sebagai obat COVID," kata Pandu merujuk pada obat anti parasit yang menurut para ahli tidak boleh digunakan untuk mengobati COVID-19.

"Bahkan pejabat pemerintah pun bisa dengan mudah tertipu dan bahkan mendukung obat ini. Itu adalah kebodohan lain,” katanya.

Penyebab Fenomena Herd Stupidity COVID-19 di Indonesia

Salah satu penyebab fenomena herd stupidity di Indonesia adalah berita hoaks tentang COVID-19 yang beredar di media sosial.

Pada Mei 2021, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Republik Indonesia mencatat 1.733 sebaran hoaks menyangkut soal vaksin dan COVID-19 sepanjang 2021 di berbagai platform media sosial, terbanyak ditemukan di Facebook.

Menurut laporan terbaru yang dikeluarkan oleh ISEAS-Yusof Ishak Institute, teori konspirasi global COVID-19, seringkali dikaitkan dengan sentimen anti-vaksin, anti Pemerintah Indonesia dan anti-China.

Penelitian yang berfokus pada pengguna TikTok di Indonesia tersebut juga menemukan kebanyakan pesan disebarkan oleh mikro-influencer keagamaan.

Yatun Sastramidjaja, salah satu penulis laporan tersebut mengatakan tren ini sangat mengkhawatirkan.

"Alasan pertama, karena menunjukkan kegagalan kronis Pemerintah untuk mendapatkan kepercayaan publik," jelas Yatun yang juga asisten profesor di University of Amsterdam.

Sementara, Yanuar Nugroho, sosiolog di ISEAS menilai kondisi masyarakat yang rentan terhadap disinformasi salah satunya karena persepsi soal risiko di masyarakat soal pandemi tidak terbentuk.

Menurutnya, di masa krisis seperti saat ini, pemerintah bertanggung jawab menyampaikan persepsi risiko karena akan menentukan bagaimana masyarakat bersikap menghadapi virus corona.

Menurutnya pula, pesan yang berbeda-beda ini disebabkan karena Pemerintah sendiri tidak punya pemahaman, persepsi, dan satu suara tentang pandemi.

"Tentu saja ada banyak faksi di pemerintah, tapi tidak bisa tidak, dalam keadaan segenting ini, pemerintah perlu punya persepsi tunggal," katanya.

Kondisi yang dihadapi Indonesia saat ini, menurut Yanuar, adalah gabungan antara ketaatan masyarakat pada protokol kesehatan yang rendah dan pemerintah yang terus-menerus terlihat ragu, tidak bisa mengambil sikap, antara mendahulukan kesehatan atau ekonomi, atau bahkan politik.

Baca juga artikel terkait COVID-19 atau tulisan lainnya dari Ega Krisnawati & Maria Ulfa

tirto.id - Kesehatan
Kontributor: Ega Krisnawati
Penulis: Ega Krisnawati & Maria Ulfa
Editor: Yulaika Ramadhani