tirto.id - Asosiasi Riset Opini Publik Indonesia (AROPI) resmi mengajukan permohonan uji materi Undang-undang (UU) Pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK). Uji materi tersebut dengan nomor laporan 1869/ PAN.MK/ III/ 2019.
Kuasa hukum AROPI, Veri Junaidi mengatakan, uji materi UU Pemilu yang dimohonkan adalah terkait larangan publikasi hasil survei pada masa tenang dan hitung cepat 2 jam setelah penutupan pemungutan suara yang kembali dihidupkan.
"Jadi kami mengajukan permohonan ke MK terkait dengan beberapa ketentuan pasal di UU Pemilu, khususnya menyangkut larangan hasil survei pada masa tenang dan juga waktu penayangan hitung cepat," ujarnya saat di Kantor MK, Jakarta Pusat.
Ketua Konstitusi dan Demokrasi Inisiatif (Kode Inisiatif) itu menerangkan, hal tersebut tertuang di dalam UU nomor 7 tahun 2017.
Beberapa pasal yang diajukan oleh pihaknya ke MK seperti pasal 449 ayat 2, pasal 449 (5), pasal 449 (6), pasal 509, dan 540.
"Pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945, khususnya pasal 28D ayat (1), 28E ayat (3), pasal 28F, dan pasal 31 ayat (1)," terangnya.
Bahkan Veri menuturkan, beberapa pasal tersebut sudah pernah dua kali dibatalkan di MK yaitu UU 8 tahun 2012 dan 10 tahun 2008.
Jika Komisi Pemilihan Umum (KPU) tetap menerapkan UU tersebut, khususnya pasal yang menyangkut dengan dua ketentuan itu. Veri menegaskan hal tersebut sudah jelas melanggar ketentuan MK yang sudah ditentukan sejak dulu.
"Dari AROPI kemudian menggugat ke MK supaya dibatalkan ketentuan ini. Karena waktunya semakin dekat kami memohon untuk memberi putusan yang cepat untuk memutus perkara ini," pungkasnya.
Kondisi tersebut, kata Veri, sangat merugikan masyarakat, karena mereka tak bisa mendapatkan informasi secara cepat terkait perkiraan hasil Pemilu.
"Jadi kita berharap segera diputuskan oleh MK karena sudah ada keputusan-keputusan sebelumnya. Waktu sangat pendek, semoga sebelum masa tenang bisa segera diputuskan," kata Veri.
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Maya Saputri