tirto.id - Sanksi berat yang dijatuhkan Komisi Disiplin Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (Komdis PSSI) kepada Persib Bandung usai kematian Haringga Sirla belum memberi dampak bagi suporter sepakbola Indonesia untuk bersikap dewasa. Sikap provokatif masih ditunjukkan suporter Indonesia, salah satunya dalam laga Arema FC melawan Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, Sabtu, 6 Oktober lalu.
Dalam pertandingan melawan Persebaya, suporter Arema yang lazim disebut Aremania malah nekat melanggar. Saat pertandingan baru dimulai, mereka sudah masuk ke dalam lapangan dan merobek bendera Persebaya. Nyanyian rasis didendangkan dari tribun penonton. Bahkan, sebelum pertandingan penonton sempat terlibat pengeroyokan di stadion Kanjuruhan, Malang.
Ketika menjelang kick-off, Aremania makin tak terkendali. Pada saat semua pemain mengheningkan cipta untuk korban gempa di Palu, Donggala dan sekitarnya, Aremania malah tetap meneriakkan yel-yel provokatif kepada pendukung Persebaya atau sering disebut sebagai Bonek.
“Diam. Tenang, tenang. Mengheningkan cipta pada hitungan ketiga,” kata protokol pertandingan.
Seketika stadion menjadi hening. Suara lain menjadi tidak terdengar selain teriakan: Bonek, Bonita jancuk, dibunuh saja.”
Penonton Tidak Tobat
Pentolan Bonek Andie Peci menyesalkan provokasi Aremania. Andie berkata “Pasca kematian Haringga seharusnya tidak perlu lagi ada lagu dibunuh saja. Kenapa muncul lagi lagu gembel-gembel?” tulisnya di akun twitter@AndiePeci, 6 Oktober 2018.
Andie mengakui, Bonek seringkali melanggar aturan ketika bertanding di stadion Gelora Bung Tomo, Surabaya. Namun, ia berharap kasus Haringga menjadi pelajaran dan menghentikan budaya kekerasan antarsuporter. “Saya sedang menjadikan momentum meninggalnya Haringga menjadi lebih baik untuk semuanya,” cuitnya kembali.
Nyatanya, tak semua Bonek mengerti keinginan untuk damai tersebut. Salah satu akun yang mendaku sebagai bagian dari Bonek @GkbBonek menuliskan akan menghakimi sendiri orang yang melecehkan Persebaya dari Aremania.
CEO Arema FC sekaligus anggota komite eksekutif PSSI Iwan Budianto mengatakan ia sudah menyampaikan kepada Komdis PSSI untuk segera menggelar sidang atas provokasi Aremania pada laga tersebut. Bekas Manajer Persik Kediri ini mengaku akan memanggil perwakilan Aremania untuk diajak diskusi terkait masalah ini.
“Saya pastikan Arema tidak akan banding dengan apa pun bentuk hukuman yang nanti diberikan [PSSI],” janji Iwan kepada reporter Tirto, Ahad (7/10/2018).
Usaha Komdis PSSI Tak Maksimal
Ketua Komisi Disiplin PSSI Asep Edwin berjanji segala perilaku yang bertentangan dengan kode disiplin PSSI akan mendapatkan sanksi. Frasa “dibunuh saja” menurut Asep sudah bisa masuk dalam pelanggaran.
“Termasuk. Perilaku tidak sportif,” kata Asep kepada reporter Tirto, Senin (8/10/2018).
Pada Pasal 59 ayat 1 Kode disiplin tercantum sanksi perilaku yang menghina dan penerapan prinsip fair play. Ayat tersebut berbunyi “Setiap orang yang menghina, melecehkan atau mendiskreditkan orang lain bagaimanapun caranya khususnya dengan menggunakan gerak tubuh atau dengan kata-kata yang dianggap menghina orang lain, atau melanggar asas fair play atau melakukan suatu tindakan yang tidak sportif dengan cara apapun, dikenakan sanksi berupa sanksi denda sekurang-kurangnya sebesar Rp. 25.000.000,” (pdf)
Pada kejadian Sabtu, akhir pekan lalu, pelaku rasisme dalam pertandingan itu diduga lebih dari satu orang. Jika merujuk pada frase “setiap orang” pada pasal di atas, maka denda yang akan dijatuhkan untuk Arema diprediksi bernilai besar lantaran Aremania mencapai kurang lebih 44.912 orang. Soal ini, Asep tak mau berspekulasi.
“Arema-[Persebaya] Surabaya belum disidang. Anda lihat saja nanti hasil sidangnya. Jangan terlalu dini berkomentar,” ucapnya lagi.
Ketika ditagih soal standar operasional prosedur untuk suporter, Asep mengaku Komdis PSSI tak bisa mencapai ranah tersebut. Ia juga menolak menjawab saat disinggung adakah sanksi bagi PSSI dan operator Liga 1 karena membiarkan pertandingan tetap berlanjut meski diwarnai perilaku tidak suportif.
Ia malah berkata, pemerintah lah yang seharusnya turun tangan menangani suporter.
“Di Inggris untuk mengatasi masalah suporternya, bukan FA yang turun tangan, tapi negara,” tegas Asep. “Menurut saya, Indonesia harus mulai memikirkan ke arah sana.”
FA atau Football Association adalah organisasi sepak bola Inggris. Seperti kata Asep, pemerintah Inggris memang membuat aturan suporter setelah kejadian di Stadion Hillsborough yang menewaskan 96 orang.
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Mufti Sholih