tirto.id - Rencana pemerintah merevisi PP 109/2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan ditentang oleh para petani tembakau. Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) menilai, revisi tersebut berakibat menekan mata pencaharian mereka.
APTI juga menilai aturan tersebut bakal berimbas terhadap berkurangnya pendapatan. Kemudian akan menurunkan kesejahteraan petani tembakau beserta keluarganya.
“Usulan-usulan seperti revisi PP 109/2012 hanya jadi bagian agenda untuk menjauhkan kami dari sawah ladang kami,” ujar Sekjen Dewan Pimpinan Nasional APTI, Mahmudi dikutip dalam keterangan tertulis, Jumat (10/3/2023).
Dia menjelaskan jika aturan tersebut dilenggangkan akan mengancam lapangan pekerjaan pada ekosistem pertembakauan dari hulu ke hilir, bukan hanya petani namun juga bagi pekerja. Kemudian dia juga mengakui tekanan terhadap ekosistem industri juga bakal dirasakan langsung dampaknya.
“Selama ini petani dan para pekerja sudah seperti saudara. Kalau sektor pertembakauan dicubit, petani juga sakit. Kalau pekerja terganggu, dampaknya akan kami rasakan secara langsung,” ujarnya.
Untuk diketahui, data Badan Pusat Statistik mencatat dalam tiga tahun terakhir, luas areal perkebunan tembakau terus mengalami penurunan. Sampai tahun 2021, luas perkebunan tembakau di seluruh Indonesia tercatat 200 ribu hektar, turun dari 229 ribu hektar (2020) dan 234 ribu hektar (2019).
Sementara itu, Pengurus Satuan Tugas Khusus Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman (FSP RTMM) Jawa Timur, Ketut Mujianto juga menolak revisi PP 109/2012. Menurutnya, revisi PP 109/2012 merupakan aksi mengerdilkan pertembakauan nasional yang menyangkut kepentingan jutaan masyarakat Indonesia.
RTMM, lanjut Ketut, akan terus melakukan berbagai langkah untuk melindungi sumber mata pencaharian sebagian besar anggotanya.
“Kami akan selalu memantau pergerakan pemerintah yang mengkerdilkan pertembakauan. Karena revisi PP 109/2012 ini akan menyangkut hajat hidup orang banyak yang terkait pertembakauan,” tegas Ketut.
Sementara itu, Ketua Forum Masyarakat Industri Rokok Seluruh Indonesia (Formasi) Heri Susianto menegaskan pemerintah wajib mempertahankan kedaulatan negara sebagai produsen dan konsumen tembakau. Pemerintah, lanjut Heri, harus mengutamakan kemandirian ekonomi khususnya di sektor tembakau.
“Kita negara berdaulat sebagai produsen, konsumen, lantas kemandirian di bidang ekonomi mana? Ini kalau bisa ditolak,” pungkas Heri.
Editor: Intan Umbari Prihatin