Menuju konten utama

Apple yang Tak Lagi Sama

Apple baru saja meluncurkan rangkaian lini produk MacBook terbaru mereka Kamis waktu setempat lalu, bertepatan dengan minggu peringatan 25 tahun sejak diluncurkannya laptop Apple yang pertama, PowerBook. Ekspektasi tinggi pun tersemat. Namun apakah produk itu mampu menolong Apple yang baru saja melaporkan penurunan pendapatan pada tahun 2016 ini?

Apple yang Tak Lagi Sama
Tim Cook memperkenalkan Apple MacBook Pro terbaru. [Foto/techupdate.xyz]

tirto.id - Alkisah hampir satu dekade yang lalu, pada tahun 2007, terdapat sebuah perusahaan yang mampu mengubah wajah teknologi dunia. Bermodal produk-produk revolusioner, mereka kemudian menjelma menjadi perusahaan teknologi dengan nilai kapitalisasi pasar terbesar di bumi.

Presentasi Chief Executive Officer (CEO) perusahaan itu akan smartphone fundamental mereka di atas panggung megah di San Fransisco, California, membuat dunia terpana, dan sejak saat itu dunia teknologi tak lagi sama.

Cerita itu adalah sejarah yang cukup melegenda, dan perusahaan itu, mudah ditebak, adalah Apple Inc. Sejak saat itu, Apple seolah selalu menjadi role model produk-produk teknologi, entah itu pemutar musik iPod mereka, atau bahkan dengan laptop dan komputer mereka, MacBook dan iMac.

Pada Kamis (27/10/2016), CEO Apple Tim Cook kembali berdiri di atas panggung megah, dalam acara Apple berjudul Hello Again itu, sebuah acara yang berpusat pada pengenalan lini laptop andalan mereka MacBook.

Ada alasan tersendiri mengapa Apple mengambil tanggal ini. Minggu ini menandai peringatan 25 tahun peluncuran laptop pertama Apple, PowerBook, dan perusahaan tersebut merasa saat ini adalah saat yang tepat untuk melakukan pembaruan masif pada perangkat MacBook mereka setelah empat tahun lamanya.

Penantian panjang para Apple lovers pun berakhir sudah. Terungkap bahwa MacBook baru Apple memiliki desain yang lebih tipis dan lebih ringan, serta hardware internal yang jauh lebih mumpuni dibandingkan dengan model sebelumnya.

Terdapat pula hardware baru yang disematkan pada dua dari tiga varian MacBook yang diperkenalkan Apple semalam, yakni Touch Bar yang menggantikan tombol Function Keys tradisional di atas keyboard laptop Anda, dan TouchID.

Selain MacBook, Apple juga memperkenalkan aplikasi baru mereka yang disebut dengan TV. Aplikasi dengan nama membingungkan tersebut merupakan sebuah "rumah" untuk semua aplikasi TV berbeda yang Anda miliki di perangkat digital Apple Anda. Dengan aplikasi tersebut Anda dapat berpindah dari satu aplikasi acara televisi atau film ke aplikasi lainnya tanpa perlu berpindah-pindah aplikasi.

Aplikasi itu tampak cukup nyaman digunakan, tapi ada dua catatan penting. Pertama, aplikasi itu hingga berita ini ditulis hanya akan tersedia di Amerika Serikat saja. Kedua, aplikasi tayangan popular Netflix tidak termasuk aplikasi yang dapat bekerja dalam ekosistem TV.

Selain MacBook dan TV, praktis tidak ada lagi yang diperkenalkan Apple. Hanya itu. Tidak ada lagi faktor "wow" yang pada masa Steve Job selalu mewarnai acara-acara pengenalan produk baru Apple.

Sejumlah analis sendiri melihat apa yang dilakukan Apple tersebut tidak sepadan dengan nama besar dan statusnya sebagai perusahaan teknologi terbesar di dunia.

Tentu saja banyak konsumer Apple yang senang dengan pembaruan tersebut, namun sayangnya kompetitor Apple seperti Google dan Microsoft telah menawarkan sejumlah pembaruan yang inovatif – dan mampu mengejar ketertinggalan mereka terhadap Apple di bidang hardware – serta mampu menarik perhatian konsumer Apple.

Sehari sebelumnya, misalnya, Microsoft telah memperkenalkan sejumlah pembaruan masif pada software, yang diikuti dengan pengenal beberapa hardware barunya, yakni Surface Studio dan Surface Dial. Semua pembaharuan itu menyasar pasar industri kreatif di mana Apple selama ini meraja.

Pesaing terdekat Apple, Google Inc., di sisi lain, beberapa minggu yang lalu telah terjun pada industri hardware melalui smartphone Pixel mereka, speaker pintar bernama Google Home dan varian Chromecast terbaru mereka yang fungsinya hampir serupa dengan aplikasi TV milik Apple.

Fitur Touch Bar sendiri, meskipun tampak intuitif, menimbulkan beberapa pertanyaan seperti sejauh apa fitur tersebut dapat membantu para konsumer Apple dalam bekerja.

Tidak bisa dipungkiri, produk MacBook lekat dengan mereka yang bekerja di bidang industri kreatif, dan kebanyakan dari para kreator tersebut sudah menghabiskan banyak dari waktu mereka untuk bekerja dengan ekosistem Apple yang sama, termasuk dengan function keys yang digantikan oleh Touch Bar.

"Saya terbagi pada hal ini. [Touch Bar] sangat menarik, tapi menggunakan keyboard sebagian besar - setidaknya untuk orang-orang yang dibesarkan dengan komputer - adalah mengenai memori otot.

Jika tombol-tombol yang ada terus berubah dari satu aplikasi ke aplikasi lain dan pada layar yang terpisah di bawah garis pandangan saya [...] apakah saya akan benar-benar menggunakannya?" kata Editor TechCrunch, Greg Kumparak, mengomentari Touch Bar pada MacBook.

Infografik Apple

Di sisi lain, acara semalam pun tidak menolong Apple dalam pasar finansial. Investor tidak terkesan, dan tidak terdapat pergerakan saham yang berarti pula ketika Tim Cook selesai memperkenalkan lini produk baru mereka tersebut. Saham Apple sendiri ditutup turun 1 persen menjadi $114,48 per lembarnya pada Kamis.

Selasa kemarin, Apple baru saja mengumumkan pendapatan tahunan mereka adalah $217 miliar, turun 7,7 persen dari $233,7 miliar pada tahun lalu. Banyak pengamat mengatakan hal ini karena Apple terlalu bergantung pada iPhone. Sebagai catatan, penjualan iPhone mengambil porsi dua per tiga total penjualan Apple, dan penjualan tersebut anjlok pada tahun ini, demikian seperti dikutip dari Newsweek.

Dengan anjloknya iPhone, boleh dikata peluncuran lini baru MacBook yang bermain di ranah PC premium ini merupakan upaya Apple untuk memperoleh pasar Personal Computer yang telah lama mereka “abaikan” sehingga mampu meningkatkan pendapatan mereka. Sebagai informasi, Microsoft telah membuktikan bahwa pangsa pasar PC Premium masih belum habis dengan produk Surface dan Surface Pro mereka.

Problemnya, selain Apple telah kehilangan faktor "wow" mereka, Microsoft telah berhasil mencuri lampu sorot Apple melalui Surface Studio yang bermain pada ranah yang sama dengan iMac, produk yang populer di kalangan pelaku industri kreatif dan teknologi namun masih "diabaikan" oleh Apple sejauh ini.

Sejumlah desainer di Twitter mempertegas hal tersebut. Akun designer web @braderbiz, misalnya, menuliskan bahwa "Touch Bar milik Apple memang terlihat memukau, namun Surface Studio dan Surface Dial dari Microsoft hanya...jauh lebih WOW!"

Banyak pihak pun masih mempertanyakan strategi apa yang akan dilakukan oleh Apple berikutnya untuk mengeluarkan mereka dari situasi yang tidak begitu baik ini. Proyek mobil pintar mereka, Project Titan, tidak jelas kelanjutannya, sementara produk-produk Apple yang lain seperti iMac, Mac Pro, maupun iPad tidak jelas kapan akan mendapatkan pembaruan yang berarti.

Beberapa pengamat mengatakan Apple dapat bertahan sejauh ini, meskipun sangat lambat memperbarui produk mereka selain iPhone, semata hanya karena ekosistem mereka telah begitu familier dengan para profesional yang menggunakan produk-produk Apple.

Mengingat Apple selalu membutuhkan waktu yang sangat lama untuk melakukan pembaruan yang berarti – sementara di sisi lain perusahaan teknologi yang lain dengan cepat menyalip Apple dalam hal spesifikasi hardware – yang dapat dilakukan para pecinta Apple hanyalah menunggu. Suatu hal yang mungkin sudah biasa mereka lakukan dalam beberapa tahun terakhir.

Pertanyaannya adalah sejauh mana mereka mau menunggu? Tanda-tanda Apple akan kehilangan pangsa pasar mereka sudah tampak di depan mata. Jika Apple tidak segera melakukan sesuatu, atau membuat sebuah inovasi pada produk mereka seperti yang selama ini selalu diharapkan banyak pihak, akan sangat mungkin situasi Apple hanya akan menjadi lebih buruk.

Penantian masih berlanjut.

Baca juga artikel terkait APPLE atau tulisan lainnya dari Ign. L. Adhi Bhaskara

tirto.id - Teknologi
Reporter: Ign. L. Adhi Bhaskara
Penulis: Ign. L. Adhi Bhaskara
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti