Menuju konten utama
Album Klasik Indonesia

Api Asmara (1975): Suara Rien Djamain yang Membelah Sanubari

Rien Djamain membuktikan bahwa bagian terpenting dari olah vokal adalah menciptakan emosi.

Api Asmara (1975): Suara Rien Djamain yang Membelah Sanubari
Ilustrasi Rien Djamain. tirto.id/Sabit

tirto.id - Ada yang disesali, ada yang diharapkan untuk kembali, dan ada pula yang hanya dibiarkan tanpa arti. Kira-kira begitulah Rien Djamain berbicara tentang album debutnya bertajuk Api Asmara (1975). Lewat album ini, secara garis besar, Rien hendak menegaskan bahwa asmara tak melulu bikin hati mabuk tak karuan.

Album Api Asmara memuat total 12 lagu dengan durasi 40 menit lebih sedikit. Rien menyanyikan semua lagu dalam album yang musiknya diaransemen oleh Jack Lesmana ini. Sentuhan jazz menyelimuti seluruh komposisi.

Nomor bertajuk “Api Asmara” membuka jalannya album. Lagu yang berkisah tentang upaya memutus rasa sakit di masa silam ini terdengar begitu pop. Tendensi artistiknya cenderung mengarah ke musik komersil, yang tentunya dikemas secara sedemikian rupa agar tak sepenuhnya tunduk pada selera pasar.

Berikutnya ada “Maafkan Daku” yang sangat dinamis. Bebunyian bass yang dihasilkan dari permainan Perry Patiselano saling mengisi ruang dengan bunyi tuts piano milik Didi Chia. Nada yang dihasilkan keduanya berhasil menutup (tema) kesedihan teramat yang dijual dalam lagu ini.

Sedangkan di “Janganlah Jangan,” Rien mengajak pendengarnya bergoyang. Departemen tiup yang dikomandoi Trisno dan Benny Likumahuwa berhasil menyuntikkan senyawa dalam lagu, terlebih saat Rien berdendang, “Cinta, sesungguhnya nyata tapi buta.” Sementara di “Potret Kasihku” dan “Bulan dan Bunga,” Rien bernyanyi dengan begitu sentimentil.

Lagu-lagu di side B tak sesendu side sebelumnya. Musik-musik yang ditawarkan Jack Lesmana lebih ceria dan vokal Rien pun terasa optimistis. Ia seperti hendak ingin memberitahu pada seluruh dunia bahwa dirinya tengah jatuh cinta. Anda bisa simak dari “Sudah Berlayar” yang kental sekali nuansa bossa nova-nya sampai “Menanti” yang terlintas seperti balada-balada jazz dari skena New York 1940-an.

Nomor yang layak didapuk sebagai juara, setidaknya bagi saya, adalah “Kunanti Kau Kembali,” sebuah track instrumental dengan durasi hampir tiga menit. Masing-masing instrumen, saksofon, bass, sampai piano, memainkan perannya secara sempurna sehingga nomor ini terdengar padat dan solid.

Infografik Rien Djamain

Infografik Rien Djamain. tirto.id/Nadya

Rien, Bossa Nova dari Nusantara

Untuk ukuran album debut, Api Asmara punya kualitas yang tak main-main. Segala yang terdapat dalam album ini seperti ditakdirkan untuk pas: baik suara Rien maupun aransemen musiknya. Kedua elemen tersebut kemudian saling berpadu dan membentuk cita rasa kuat yang mampu memberi ciri khas pada albumnya.

Apa yang dilakukan Rien dengan Api Asmara merupakan pencapaian tersendiri mengingat ia mempersiapkan segalanya, termasuk belajar musik jazz, secara otodidak. Tak lahir dengan bakat alami, Rien adalah penyanyi yang ditempa proses panjang lagi berkesinambungan.

Sebagai penyanyi jazz, kekuatan utama seorang Rien Djamain terletak pada bagaimana ia mampu mengolah nada-nada menjadi semacam perekat bagi para pendengarnya. Memang, bila ditelisik lebih jauh, kemampuan olah vokal Rien, katakanlah, tak seistimewa penyanyi jazz seangkatannya macam Margie Segers atau Ermy Kulit. Tapi, itu bukan sesuatu yang harus digawat-gawatkan.

Apa yang ada dalam diri Rien sekelebat mengingatkan saya pada sosok Astrud Gilberto, penyanyi bossa nova asal Brasil yang namanya harum lewat tembang “The Girl from Ipanema.” Sama seperti Rien, Astrud tak diberkahi vokal sedahsyat, misalnya, Sarah Vaughan atau Ella Fitzgerald. Namun, bagi Astrud, bukan itulah hal yang terpenting.

Berkali-kali saya menyimak Astrud bernyanyi, berkali-kali pula saya terpikat oleh suaranya yang hangat, intim, dan terasa sangat dekat. Di balik vokal Astrud yang terdengar seperti tidak niat bernyanyi, ada sejumput kesenduan yang membuat para pendengar takluk.

Demikian pula Rien ketika mulai berdendang. Kendati tak cukup bikin bulu kuduk berdiri, suara Rien tetap memesona dengan caranya sendiri. Ia membawa kehangatan dan memancing nostalgia.

Vokal Rien membuat Api Asmara terdengar resonansinya. Ia menyatu dengan komposisi dalam album dan melengkapi kepingan-kepingan nada yang ada dengan sangat paripurna. Contoh terbaik yaitu ketika Rien menyanyikan “Sabda Alam.” Suaranya membikin komposisi tersebut terasa sempurna, jauh melebihi apa yang dilakukan White Shoes and the Couples Company.

Rien, pada akhirnya, mampu menjadikan lagu-lagu dalam Api Asmara lebih punya nyawa. Tiap lagunya tak cuma terdengar berkualitas, akan tetapi juga menyimpan sisi emosionalnya masing-masing. Ada cerita, kenangan, maupun harapan━dan semua bisa muncul berkat suara Rien yang lembut dan manja.

Baca juga artikel terkait MUSISI JAZZ atau tulisan lainnya dari Faisal Irfani

tirto.id - Musik
Penulis: Faisal Irfani
Editor: Windu Jusuf