tirto.id - Sebuah informasi tersebar di jejaring sosial Twitter terkait bahaya menerima anestesi (obat bius) pascavaksinasi COVID-19. Informasi itu merupakan tangkapan layar dari layanan berbagi pesan WhatsApp yang diunggah ke Twitter oleh akun bernama @RiniFitry24 pada 15 Juni 2021. Akun tersebut memuat tangkapan layar tersebut untuk meminta klarifikasi beberapa dokter terkait informasi yang diterimanya (arsip).
Menurut tangkapan layar tersebut, jika seseorang menerima anestesi setelah divaksinasi, ia akan meninggal dunia. Seseorang yang telah divaksinasi harus menunggu selama 4 minggu sampai ia menerima anestesi. Pun, jika seseorang terinfeksi virus Corona, orang tersebut juga harus menunggu 4 minggu setelah sembuh dari virus. Pesan WhatsApp tersebut juga menyebutkan sebuah kasus, yang melibatkan seseorang yang meninggal setelah dibius lokal oleh dokter gigi, dua hari setelah ia divaksinasi.
Lantas, bagaimana kebenaran informasi tersebut?
Penelusuran Fakta
Tirto melakukan pencarian terkait informasi ini. Kami menemukan beberapa panduan terkait vaksin dan prosedur operasi, terutama anestesi. Menurut Perhimpunan Ahli Anestesiologi Amerika (ASA), tidak ada bukti bahwa COVID-19 atau vaksinnya dapat mengganggu anestesi.
Namun, karena operasi membuat tubuh lebih stres dan menambah tekanan pada sistem kekebalan tubuh, sebaiknya pasien menunggu hingga pulih total dari COVID-19 atau pulih total dari efek pascavaksinasi, sebelum melakukan prosedur operasi.
Seperti yang ditulis ASA, jika pasien telah menerima vaksin, operasi harus dijadwalkan setidaknya dua minggu setelah dosis terakhir. Sementara itu, untuk yang baru saja sembuh dari COVID-19, ASA merekomendasikan menunggu 4 minggu bagi yang memiliki gejala ringan atau tanpa gejala, dan 12 minggu untuk yang sempat masuk ke intensive care unit (ICU).
Hal lain yang disampaikan ASA adalah jika pasien memenuhi syarat untuk vaksinasi dan perlu menjalani operasi yang bersifat tidak darurat, misalnya operasi di daerah pinggul atau lutut, maka sebaiknya pasien mendapatkan vaksin COVID-19 terlebih dahulu. Ada baiknya pula pasien berkonsultasi dengan ahli bedah atau dokter anestesi kapan sebaiknya menerima vaksin.
Pernyataan ini juga didukung oleh badan ahli bedah Inggris The Royal College of Surgeons of England. Menurut laman dari badan ini, vaksin COVID-19 dapat memberikan dampak seperti demam dan menggigil, selama 1 hingga 2 hari setelah vaksinasi. Efek samping ini diperkirakan hilang setelah jangka waktu tersebut, dan seseorang yang divaksinasi akan kembali ke kondisi normal setelah seminggu. Oleh karena itu, untuk operasi yang tidak bersifat darurat, bisa dilakukan beberapa hari hingga seminggu setelah vaksinasi, sehingga gejala seperti demam bisa dibedakan penyebabnya, antara dampak dari vaksinasi atau operasi. Adapun operasi darurat bisa segera dilakukan terlepas dari status vaksinasi, menurut laman tersebut.
Di samping itu, Asosiasi Ahli Anestesi Anak Inggris dan Irlandia (APAGBI) menyebutkan bahwa ada bukti bahwa anestesi dan operasi mungkin bisa menekan sistem imun pada periode perioperatif (periode waktu prosedur bedah pasien). Namun, tidak ada bukti bahwa operasi dan anestesi yang dilakukan setelah vaksinasi mengurangi keefektifan vaksin. Tidak ada pula studi yang meneliti soal dampak dari operasi dan anestesi terhadap keefektifan imunisasi dan dampak terhadap perkembangan respon antibodi pada anak-anak dan balita.
Lembaga pemeriksa fakta Liputan6.com juga telah mengonfirmasi soal kabar ini pada dr. Muhamad Fajri Adda'i.
"Tidak ada masalah jika setelah divaksin COVID-19 dilakukan anestesi atau minum obat-obatan lain. Namun yang dilarang adalah obat-obatan yang menganggu pembentukan sistem imun karena efektivitas vaksin bisa berkurang. Jadi bukan berbahaya atau bisa menimbulkan kematian seperti dalam informasi yang disebutkan di pesan berantai," katanya saat dihubungi Selasa (15/6/2021).
Kesimpulan
Berdasarkan penelusuran fakta yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa tidak ada bukti bahwa anestesi bagi orang yang baru divaksinasi bisa menyebabkan kematian. Beberapa lembaga kesehatan internasional hanya menyarankan jeda waktu tertentu antara vaksinasi dan operasi untuk meredakan efek samping vaksinasi sebelum operasi, dan ini pun tidak berlaku untuk operasi darurat. Dengan demikian, tangkapan layar dari WhatsApp sebelumnya bersifat salah dan menyesatkan (false & misleading). Namun, pasien yang hendak menjalani operasi sebaiknya meminta pendapat ahli bedah mengenai kapan sebaiknya mendapat injeksi vaksin.
==============
Tirto mengundang pembaca untuk mengirimkan informasi-informasi yang berpotensi hoaks ke alamat email factcheck@tirto.id. Apabila terdapat sanggahan ataupun masukan terhadap artikel-artikel periksa fakta maupun periksa data, pembaca dapat mengirimkannya ke alamat email tersebut.
Editor: Farida Susanty