Menuju konten utama

Apa Saja Tindakan Medis yang Membatalkan & Tidak Membatalkan Puasa?

Ada sejumlah tindakan medis yang dinilai ulama bisa membatalkan dan tidak membatalkan puasa, mulai dari enema, donor darah, hingga injeksi.

Apa Saja Tindakan Medis yang Membatalkan & Tidak Membatalkan Puasa?
ilustrasi vaksin. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - Tindakan medis tertentu dinilai para ulama dapat membatalkan puasa. Namun, ada juga sebagian tindakan medis yang menurut ulama tidak membatalkan puasa sehingga boleh dilakukan selama Ramadan.

Selama bulan Ramadan, umat Islam di seluruh dunia diwajibkan untuk menjalankan ibadah puasa. Ketika menjalankan ibadah puasa ada ketentuan-ketentuan yang harus ditaati muslim untuk menjaga puasa tetap sah, termasuk ketentuan terkait aktivitas medis.

Melansir Muhammadiyah, ketentuan mengenai hal-hal yang membatalkan puasa bisa dilihat dari pendapat Imam Kasani dari Mazhab Hanafi serta Imam Nawawi dari Mazhab Syafi'i. Pendapat keduanya diambil dari abstraksi Al-Qur'an surat Al-Baqarah ayat 187.

Menurut Imam Kasani batasan batal tidaknya puasa seseorang adalah apabila ada sesuatu yang masuk ke dalam tubuh. Imam Nawawi kemudian menambahkan bahwa batalnya puasa disebabkan oleh benda yang masuk ke dalam rongga perut (jawf) melalui organ tubuh yang berlubang terbuka (manfadz maftuh) seperti mulut, dubur, hidung, dan telinga.

Selain itu, melalui Raudhatut Thalibin Imam Nawawi turut mengungkapkan bahwa sampainya efek dari sesuatu, bukan zatnya ke tenggorokan, maka tidak membatalkan puasa.

Inilah yang menjadi dasar para ulama menentukan mana saja tindakan medis yang dapat membatalkan puasa dan mana yang tidak membatalkan puasa.

Tindakan Medis yang Bisa Membatalkan dan Tidak Membatalkan Puasa

Menurut Nahdatul Ulama (NU) ada beberapa tindakan medis yang dinilai dapat membatalkan puasa dan tidak membatalkan puasa. Seluruhnya dihimpun dari berbagai pendapat dan mahzab.

Bahkan terdapat sejumlah tindakan medis yang memiliki penilaian ganda dari para ulama. Sebagian ulama menganggap tindakan-tindakan medis itu bisa membatalkan puasa, sementara sebagian lagi menganggap tidak membatalkan puasa.

Berikut daftar tindakan medis yang dinilai bisa membatalkan dan tidak membatalkan puasa:

1. Enema

Enema umum dilakukan sebelum pemeriksaan usus hingga operasi. Enema dinilai mayoritas ulama dari mazhab Hanafi, Syafi'i, Maliki, serta Hanbali dapat membatalkan puasa. Hal ini merujuk pada prosedur enema yang memasukkan suatu benda ke dalam anus.

Enema sendiri merupakan tindakan medis yang dilakukan dengan memasukkan cairan ke dalam kolon melalui anus. Tindakan medis ini dilakukan untuk merangsang peristaltik kolon membuang kotoran melalui buang air besar.

2. Obat semprot asma dan inhaler

Obat semprot asma digunakan dengan cara menyemprotkan obat ke dalam mulut. Sedangkan inhaler yang dimaksud adalah tindakan medis yang digunakan untuk mengalirkan obat langsung ke paru-paru. Perlu diketahui bahwa metode ini berbeda dengan inhaler aroma mentol yang biasa digunakan untuk meredakan flu.

NU mengungkapkan bahwa kedua metode pengobatan tersebut dapat membatalkan puasa. Hal ini karena keduanya memungkinkan sesuatu masuk ke tenggorokan, kemudian ke dalam perut.

3. Inhalasi (inhalation)

Inhalasi atau inhalation merupakan tindakan medis yang juga dapat membatalkan puasa. Menurut NU, hal ini karena prosedur inhalation dilakukan dengan sengaja memasukkan asap ke tenggorokan dari mulut dan hidung menggunakan alat tertentu.

4. Obat tetes mata, telinga, dan hidung

Sebagian ulama menganggap memasukkan obat tetes ke mata, tidak membatalkan puasa. Hal ini karena tidak adanya lubang yang menghubungkan antara mata, perut, dan otak.

Sementara itu, obat tetes telinga dan hidung dinilai dapat membatalkan puasa. NU menyebutkan bahwa hidung dan telinga memiliki lubang terbuka yang terhubung ke perut dan ke rongga kepala.

5. Memasukkan spekulum dan loop ke dalam rahim

Menurut NU memasukan spekulum dan loop ke dalam rahim untuk keperluan tidak membatalkan puasa. Ketentuan tersebut berlaku selama prosedur memasukkan spekulum dan loop dilakukan untuk cek medis dan tanpa diberi obat. Hal ini karena spekulum maupun loop nantinya akan dikeluarkan kembali begitu prosedur medis selesai.

6. Endoskopi

Endoskopi biasa dilakukan dalam prosedur cek medis dengan memasukkan tabung lentur yang ujungnya adalah kamera ke dalam saluran pencernaan pasien. Mirip seperti prosedur menggunakan spekulum dan loop, alat endoskopi nantinya akan dikeluarkan kembali setelah cek medis selesai.

Ini merupakan tindakan medis yang menurut para ulama tidak membatalkan puasa. Hal ini merujuk pada pendapat Imam al-Khasani dalam kitab Bada’i al-Shana’i yang menyebutkan bahwa "seseorang menelan daging yang diikat dengan tali, lalu mengeluarkannya seketika, maka puasanya tidak batal."

7. Donor darah

Melakukan donor darah dinilai oleh para ulama tidak membatalkan puasa. Tindakan medis ini sama seperti bekam, yaitu mengeluarkan darah dari tubuh.

Prosedur donor darah tentu berbeda dengan ketentuan hal-hal yang bisa membatalkan puasa, yaitu masuknya sesuatu ke dalam tubuh melalui lubang terbuka.

8. Menghirup oksigen

Berbeda dengan obat semprot asma dan inhaler, menghirup oksigen pada penderita asma tidak membatalkan puasa. Menurut NU, menghirup oksigen sama halnya dengan bernapas. Hukum ini berlaku selama oksigen tidak dicampur dengan obat.

9. Memasukkan kateter ke kandung kemih

Kateter adalah slang yang dimasukkan ke dalam tubuh untuk mengeluarkan atau memasukkan cairan dari dan ke dalam tubuh.

Mayoritas ulama dari mazhab Hanafi, Maliki, dan Hanbali menilai prosedur ini tidak medapat membatalkan puasa. Di sisi lain, ulama dari mazhab Syafi'i berpendapat bahwa kateter dapat membatalkan puasa.

10. Injeksi (menyuntik)

Injeksi atau menyuntik merupakan tindakan medis yang memperoleh dua pendapat berbeda dari para ulama. Sebagian menilai injeksi tidak membatalkan puasa, sementara yang lain berpendapat sebaliknya.

Para ulama yang menilai bahwa injeksi tidak membatalkan puasa adalah karena prosedur ini tidak memasukkan obat atau nutrisi melalui lubang terbuka, melainkan menembus kulit.

Sedangkan ulama yang menilai injeksi dapat membatalkan puasa adalah karena yang disuntikkan adalah nutrisi makanan. Beberapa ulama bahkan secara menyatakan bahwa injeksi baik berupa obat maupun nutrisi dapat membatalkan puasa.

Apakah Vaksin dan Tes Swab Bisa Membatalkan Puasa?

Baik vaksin COVID-19 maupun tes swab dinilai oleh para ulama tidak membatalkan puasa. Hal ini merujuk Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 13 Tahun 2021 dan Nomor 23 Tahun 2021.

Berdasarkan Fatwa MUI Nomor 13 tahun 2021 dijelaskkan bahwa melaksanakan vaksinasi COVID-19 tidak termasuk ataupun mendekati hal-hal yang dapat membatalkan puasa.

Adapun hal-hal yang dapat membatalkan puasa adalah masuknya suatu benda pada rongga tubuh yang lazim, misalnya mulut, hidung, telinga, kubul, atau dubur.

Oleh karena itu, MUI menyatakan bahwa vaksin COVID-19 selama puasa diperbolehkan dan tidak membatalkan puasa di siang hari Ramadan.

Begitu pula dengan prosedur tes swab PCR maupun Antigen. Kedua tes tersebut adalah prosedur tes COVID-19 dengan memasukkan alat swab ke dalam mulut dan hidung untuk mengambil sampel lendir atau dahak. Setelah sampel berhasil diambil, maka alat tersebut akan dikeluarkan kembali.

Sehingga, merujuk Fatwa MUI nomor Nomor 23 Tahun 2021 prosedur swab boleh dilakukan oleh umat Islam yang sedang berpuasa tanpa membatalkan puasanya.

Baca juga artikel terkait RAMADHAN 2022 atau tulisan lainnya dari Yonada Nancy

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Yonada Nancy