tirto.id - Bulan Muharam merupakan bulan yang dimuliakan oleh Allah SWT dan di dalamnya terdapat banyak amalan-amalan sunah, termasuk puasa.
Puasa sunah pada bulan Muharam terdiri dari dua macam, yakni puasa sunah tasua dan asyura. Keduanya memiliki berbagai keutamaan dan umat Islam dianjurkan untuk mengamalkan puasa ini.
Puasa asyura adalah puasa sunah yang dikerjakan pada tanggal 10 Muharam, sedangkan puasa tasu'a dilaksanakan pada tanggal 9 Muharam.
Dikutip dari laman LPPI UMP, sebuah hadis menjelaskan bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam mendorong umat Islam untuk banyak melakukan puasa pada bulan Muharam:
“Puasa yang paling utama setelah (puasa) Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah - Muharram. Sementara shalat yang paling utama setelah shalat wajib adalah shalat malam.” (HR. Muslim no. 1163, dari Abu Hurairah). An Nawawi -rahimahullah- menjelaskan, “Hadis ini merupakan penegasan bahwa sebaik-baik bulan untuk berpuasa adalah pada bulan Muharam.” (Syarh Shahih Muslim)
Dalil Puasa Sunah Tasua dan Asyura
Menurut laman NU Online, sebagaimana dijelaskan dalam "Kitab Irsyadul 'Ibad" karya Syaikh Zainuddin Al Malibari, di dalamnya terdapat pembahasan khusus tentang kemuliaan hari Asyura.
1. Diriwayatkan oleh Imam Nasai yang menjelaskan mengenai Rasulullah yang melaksanakan puasa di bulan Muharam setelah bulan Ramadan. Kemudian Rasulullah memerintahkan para sahabatnya untuk berpuasa Muharam.
Nabi Muhammad SAW bersabda: "Sesungguhnya Muharam adalah bulannya Allah yang di dalamnya tepat menjadi hari bertaubat umat Islam atas dosa-dosa yang terdahulu".
2. Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim yang berasal dari Ibnu Abbas yang mengisahkan keberadaan Nabi Muhammad saat di Madinah. Di mana penduduk Madinah yang beragama Yahudi berpuasa para hari Asyura.
Salah satu dasar yang dipakai oleh Yahudi karena Nabi Musa puasa di hari itu sebagai ungkapan terima kasih karena Allah menenggelamkan Fira'un dan Musa beserta kaumnya selamat.
Kemudian Nabi Muhammad bersabda: "Kami lebih memiliki hak dan lebih memuliakan Nabi Musa daripada Anda". Maka Nabi berpuasa Asyura dan memerintahkan para sahabat untuk berpuasa Asyura.
3. Diriwayatkan dari Imam Muslim dari Abi Qatadah bahwa Rasulullah pernah ditanya oleh sahabat tentang puasa Asyura. Nabi menjawabnya: "Puasa Asyura dapat melebur dosa satu tahun sebelumnya".
4. Diriwayatkan Imam Baihaqi dimana Rasulullah memerintahkan para sahabatnya untuk berpuasa di tanggal 9 dan 10 Muharam dengan niat tidak menyamakan dengan ibadah sunah puasanya umat Yahudi.
Keutamaan Puasa Tasua dan Asyura
Puasa sunah tasua dan asyura dituntunkan dalam Islam dan memiliki berbagai keutamaan. Dilansir dari laman NU Online, berikut adalah keutamaan puasa sunah tasua dan asyura:
1. Menjadi Puasa Paling Utama
Sebagaimana hadis riwayat Imam Muslim dalam awal tulisan.
2. Termasuk Keutamaan Berpuasa dalam Bulan-Bulan Mulia
Diriwayatkan dari al-Bahili: ‘Aku mendatangi Rasulullah saw, lalu berkata: ‘Wahai Rasulullah, Aku adalah lelaki yang pernah mendatangimu pada tahun pertama?’ Rasulullah saw bersabda: ‘Dulu aku tidak melihat tubuhmu lemah?’ Al-Bahili menjawab: ‘Wahai Rasulullah, Aku tidak mengonsumsi makanana di siang hari, aku tidak memakannya kecuali di waktu malam.’ Rasulullah saw bersabda: ‘Siapa yang menyuruhmu menyiksa dirimu?’ Aku menjawab: ‘Wahai Rasulullah, sungguh Aku mampu berpuasa (terus-menerus).’ Rasulullah saw bersabda: ‘Puasalah bulan Sabar (Ramadhan) dan tiga hari setelahnya, dan puasalah pada bulan-bulan mulia’.” (HR Abu Dawud, Ibnu Majah dan selainnya).
3. Puasa Asyura Mengugurkan Dosa Setahun Lalu
Diriwayatkan dari Abu Qatadah ra: “Sungguh Rasulullah saw bersabda pernah ditanya tentang keutamaan puasa hari Asyura, lalu beliau menjawab: ‘Puasa Asyura melebur dosa setahun yang telah lewat’.” (HR Muslim).
4. Puasa Tasua sebagai Pelengkap Puasa Asyura
Puasa tasua yang dilaksanakan pada 9 Muharram menjadi pembeda umat Islam dengan umat Yahudi yang sama-sama berpuasa di hari Asyura.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra dengan status marfu (Rasulullâh bersabda): “Puasalah kalian pada hari Asyura dan bedakan dengan kaum Yahudi, puasalah kalian sehari sebelum atau sesudahnya’.” (HR Ahmad).
Penulis: Nurul Azizah
Editor: Dhita Koesno