Menuju konten utama

Apa Itu Stenosis Pilorus pada Bayi: Gejala, Penyebab, Pengobatannya

Stenosis pilorus adalah sebuah kondisi kesehatan langka yang menyebabkan masalah pada saluran pencernaan bayi.

Apa Itu Stenosis Pilorus pada Bayi: Gejala, Penyebab, Pengobatannya
ilustrasi bayi sakit. ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha/aww.

tirto.id - Stenosis pilorus adalah sebuah kondisi kesehatan langka yang terjadi pada bayi di mana katup otot (pilorus) yang terletak di bagian akhir lambung menebal dan menjadi besar secara tidak normal sehingga menghalangi makanan memasuki usus kecil.

Menurut Cleveland Clinic, stenosis pilorus menyerang 3 dari setiap 1.000 bayi yang lahir. Ini adalah kondisi yang paling sering membutuhkan pembedahan pada bayi.

Sementara itu, dikutip dari Medical News Today, pada kondisi yang normal, pilorus membuka dan menutup untuk memungkinkan makanan masuk ke usus kecil selama pencernaan.

Akan tetapi ketika stenosis pilorus berkembang, tubuh tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Akibatnya, makanan dan cairan tidak dapat masuk dengan mudah, sehingga tubuh tidak bisa mencerna dan menyerapnya.

Setiap orang tua harus siaga karena stenosis pilorus dapat menyebabkan muntah hebat, dehidrasi, penurunan berat badan, dan bayi yang mengidapnya kemungkinan akan tampak lapar sepanjang waktu.

Penyebab stenosis pilorus sendiri tidak diketahui, tetapi faktor genetik dan lingkungan kemungkinan mengambil peran terbesar. Stenosis pilorus biasanya tidak ada saat lahir dan baru berkembang sesudahnya.

Faktor Pengingkatan Risiko

Terdapat sejumlah faktor yang meningkatkan risiko bayi terkena stenosis pilorus dilansir dari Mayo Clinic, yakni sebagai berikut.

  • Jenis kelamin: Stenosis pilorus terlihat lebih sering pada anak laki-laki terutama anak sulung daripada pada anak perempuan.
  • Ras: Stenosis pilorus lebih sering terjadi pada orang kulit putih keturunan Eropa utara, lebih jarang pada orang kulit hitam dan orang Asia.
  • Lahir prematur: Stenosis pilorus lebih sering terjadi pada bayi yang lahir prematur daripada bayi yang lahir dengan rentang waktu yang normal.
  • Keturunan: Studi menemukan bahwa stenosis pilorus berkembang pada sekitar 20% keturunan pria dan 10% keturunan wanita dari ibu yang memiliki kondisi tersebut.
  • Merokok selama kehamilan. Perilaku sang ibu ini hampir dapat melipatgandakan risiko stenosis pilorus.
  • Penggunaan antibiotik sejak dini. Bayi yang diberi antibiotik tertentu pada minggu-minggu pertama kelahiran memiliki peningkatan risiko stenosis pilorus. Tidak hanya bayi, ibu yang mengonsumsi antibiotik tertentu pada masa akhir kehamilan punya peningkatan risiko stenosis pilorus pada anaknya.
  • Pemberian susu botol. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian susu botol daripada menyusui dapat meningkatkan risiko stenosis pilorus. Mayoritas orang yang menjadi objek penelitian menggunakan susu formula daripada ASI, jadi tidak dapat dipastikan apakah peningkatan risiko ini terkait susu formula atau susu botol.

Gejala Stenosis Pilorus

Gejala stenosis pilorus biasanya dimulai saat bayi berusia 2 hingga 8 minggu namun bisa memakan waktu hingga lima bulan agar gejalanya menjadi jelas. Simak gejala yang mungkin berkembang berikut ini.

  • Muntah setelah makan: Bayi dengan stenosis pilorus mungkin muntah dengan kuat, mengeluarkan ASI atau susu formula hingga beberapa cukup jauh yang disebut pula dengan muntah proyektil. Pada awalnya, muntah terlihat ringan dan secara bertahap menjadi lebih parah saat lubang pilorus menyempit serta terkadang mengandung darah.
  • Rasa lapar yang terus-menerus: Segera setelah muntah, bayi akan ingin makan kembali karena makanan tidak tercerna dengan benar.
  • Kontraksi perut: Kontraksi akan terlihat seperti gelombang yang beriak di perut bagian atas bayi setelah disusui namun sebelum muntah Hal ini disebabkan oleh otot perut yang berusaha memaksa makanan melalui pilorus yang membengkak ke usus kecil.
  • Dehidrasi: Si kecil mungkin menangis tanpa air mata atau menjadi lesu karena dehidrasi. Popok pun tidak sebasah biasanya.
  • Masalah berat badan: Stenosis pilorus dapat membuat berat badan bayi tidak bertambah dan terkadang dapat menyebabkan penurunan.
Apabila gejala di atas terjadi pada bayi Anda, segera bawa ke dokter untuk mendapat pertolongan dengan segera.

Pengobatan Stenosis Pilorus

Satu-satunya cara untuk mengobati stenosis pilorus adalah dengan operasi atau pembedahan. Dalam dunia medis, operasi untuk mengobati stenosis pilorus disebut dengan pyloromyotomy atau piloromiotomi.

Dikutip dari Children's Hospital of Philadelphia, sebelum operasi, langkah pertama dalam mengobati stenosis pilorus adalah menstabilkan bayi dengan memperbaiki dehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit dengan menggunakan infus cairan IV.

Pada tahap ini, bayi tidak boleh menyusui sampai operasi dilakukan untuk memperbaiki stenosis pilorus. Banyak anak yang rewel dalam masa pra-operasi ini karena mereka tidak bisa makan, tetapi sangat penting untuk meminimalkan kemungkinan mereka muntah.

Untuk memastikan bahwa cairan dan garam yang hilang sudah terganti, akan dilakukan tes darah untuk memantau keadaannya. Jika sudah mencapai ketentuan yang ditetapkan, maka si kecil bisa dioperasi.

Saat melakukan operasi dan bayi telah diberi anestesi umum, ahli bedah akan melakukan prosedur berupa membagi otot pilorus untuk membuka saluran keluar lambung dan biasanya dilakukan secara laparoskoki melalui sayatan kecil dan dengan teropong kecil.

Dengan melakukan operasi laparoskopi, maka dapat meminimalkan jaringan parut, mengurangi potensi infeksi, dan meningkatkan waktu pemulihan untuk anak-anak.

Setelah dokter bedah memotong lapisan otot, kemudian dimasukkan obat mati rasa ke area tersebut dan menutup sayatan. Jahitan ini akan berada di bawah kulit dan tidak perlu dilepas.

Pemulihan setelah operasi

Secara umum, pasien yang menerima perawatan bedah untuk stenosis pilorus memiliki pemulihan yang sangat baik dan sangat sedikit yang menderita masalah jangka panjang akibat penyakit tersebut, demikian seperti yang dikutip dari Hopskins Medicine.

Setelah operasi, bayi mungkin diberi makan cairan khusus untuk satu atau dua kali menyusui dan kemudian ASI atau susu formula dalam waktu 24 jam serta rawat inap selama satu atau dua hari di rumah sakit.

Ada pun beberapa kondisi yang mengharuskan orang tua membawa kembali bayi yang telah melakukan pembedahan ke dokter, yakni sebagai berikut.

  • Demam lebih dari 101 F atau 38 C,
  • Adanya cairan bocor dari luka operasi yang terlihat seperti nanah,
  • Rasa sakit yang tidak membaik dengan obat yang diresepkan saat pulang,
  • Mual dan muntah yang mencegah anak minum cairan bening,
  • Bayi tidak bisa buang air besar.

Baca juga artikel terkait PENYAKIT PADA BAYI atau tulisan lainnya dari Nisa Hayyu Rahmia

tirto.id - Kesehatan
Kontributor: Nisa Hayyu Rahmia
Penulis: Nisa Hayyu Rahmia
Editor: Yulaika Ramadhani