tirto.id - Social Experiment adalah jenis penelitian dalam ilmu psikologi atau sosiologi, untuk menyelidiki bagaimana orang merespons dalam situasi sosial tertentu.
Selain situasi sosial, social experiment ini menurut Dictionary juga dilakukan untuk melihat bagaimana respons orang terhadap kebijakan atau program-program tertentu.
Menurut Very Well Mind, para peneliti yang melakukan sosial eksperimen akan menyertakan salah satu anggota mereka dalam situasi sosial tertentu. Kemudian, salah satu anggota peneliti itu akan bertindak seperti orang biasa. Padahal ia sedang melakukan bagiannya dalam penelitian itu.
Mungkin banyak dari Anda yang memahami eksperimen sosial ini seperti semacam prank. Prank semacam ini marak dilakukan oleh para youtuber, dan pembuat konten media sosial, semisal berpura-pura menjadi orang miskin, berpura-pura marah, berpura-pura sakit, dan banyak lainnya.
Eksperimen sosial semacam itu sejatinya digunakan untuk mendapatkan wawasan tentang fenomena psikologi sosial. Selain itu, eksperimen ini juga bertujuan untuk melakukan evaluasi dan menentukan apakah program atau kebijakan yang berlaku, sudah berjalan baik di masyarakat.
5 Jenis dan Contoh Social Experiment
Supaya lebih jelas, berikut adalah lima jenis dan contoh social experiment, sebagaimana dilansir dari Very Well Mind:
1. Eksperimen ‘Robbers Cave’.
Eksperimen sosial ini melibatkan 22 anak laki-laki berusia 11 dan 12 tahun. Para peneliti menempatkan 22 anak laki-laki itu dalam dua kelompok di kamp Robbers Cave di Oklahoma.
Pada minggu pertama, anak-anak yang berada dalam satu kelompok itu saling berinteraksi secara dekat. Baru pada minggu kedua, masing anak-anak mengetahui bahwa ada kelompok lain.
Para peneliti kemudian menempatkan kedua kelompok tersebut dalam sebuah persaingan. Perselisihan yang cukup besar pun terjadi. Mereka membela kelompoknya sendiri, dan meremehkan anggota kelompok lain.
Akhirnya, pada tahap akhir, para peneliti mengharuskan kedua kelompok itu bekerja sama. Tugas bersama ini, akhirnya membuat mereka saling mengenal lebih dekat. Kedua kelompok ini pun akhirnya berdamai.
2. Eksperimen 'Pemain Biola di Metro'.
Pada tahun 2007, pemain biola terkenal Josh Bell melakukan eksperimen sosial dengan berpura-pura sebagai musisi jalanan di stasiun kereta bawah tanah (Metro) Washington DC.
Namun, kebanyakan orang tidak berhenti untuk mendengarkan, bahkan hanya untuk sekedar menengok, permainan musik dari violis terkenal itu.
Eksperimen tersebut menimbulkan pertanyaan, apakah kita benar-benar mampu menghargai karya luar biasa serta keindahan yang ada di sekitar kita.
3. Eksperimen ‘Tangga Piano’.
Volkswagen mensponsori sebuah eksperimen sosial dengan mengubah aktivitas yang paling biasa menjadi menyenangkan.
Percobaan itu dilakukan pada satu set tangga yang diubah menjadi keyboard. Kemudian, tepat di sebelah tangga ada eskalator. Jadi orang bisa memilih, apakah naik tangga atau naik eskalator.
Hasil eksperimen itu membuktikan bahwa 66% orang lebih memilih menggunakan tangga ketimbang eskalator. Dari situ terbukti, menambahkan unsur kesenangan dalam hal-hal rutin, ternyata dapat menginspirasi orang untuk mengubah perilaku mereka untuk memilih alternatif yang lebih sehat.
4. Eksperimen ‘The Marshmallow Test’.
Akhir 1960-an dan awal 1970-an, psikolog Walter Mischel memimpin serangkaian eksperimen tentang kepuasan yang tertunda.
Sebuah percobaan yang melibatkan anak-anak berusia antara 3 dan 5 tahun menempatkan mereka di ruangan dengan suguhan marshmallow atau kue.
Sebelum meninggalkan ruangan, peneliti mengatakan bahwa setiap anak akan menerima suguhan kedua jika suguhan pertama masih ada di meja setelah 15 menit.
Penelitian itu, dan penelitian lanjutannya, membuktikan bahwa anak-anak yang mampu menunda kepuasan ternyata mampu berprestasi lebih baik di berbagai bidang, termasuk akademis.
Mereka yang mampu menunggu 15 menit untuk suguhan kedua, cenderung memiliki skor akademik dan keberhasilan akademik yang lebih tinggi.
5. Eksperimen ‘Carlsberg’.
Eksperimen ini dilakukan dalam sebuah bioskop dengan kapasitas 150 kursi. 148 kursi sudah diisi oleh para pengendara motor yang tampangnya cukup mengerikan.
Kemudian, beberapa pasangan yang tidak tahu ada dalam eksperimen, masuk dan ingin menonton. Namun, banyak dari pasangan itu yang terintimidasi dengan para pengendara motor itu, mereka pun memutuskan untuk keluar.
Namun, pasangan yang tetap duduk, akhirnya mendapat sorakan dari para pengendara motor dan mendapatkan bir Carlsberg gratis.
Eksperimen ini menjadi contoh bagus, yaitu orang seharusnya tidak selalu menilai buku dari sampulnya saja.
Penulis: Lucia Dianawuri
Editor: Nur Hidayah Perwitasari