Menuju konten utama

Apa itu Quarter Life Crisis dan Perbedaannya dengan Midlife Crisis?

Quarter Life Crisis (QLC) biasanya terjadi pada orang yang berumur 20-an hingga awal 30-an.

Apa itu Quarter Life Crisis dan Perbedaannya dengan Midlife Crisis?
Ilustrasi Quarter Life Crisis (QLC). Getty Images/iStockphoto

tirto.id - Usia 20-an dan awal 30-an biasanya dianggap sebagai waktu terbaik dalam hidup. Mereka cenderung dalam keadaan sehat, memiliki tanggung jawab profesional, dan dapat mengambil peluang untuk diri sendiri.

Namun, di usia tersebut, seseorang juga sering mengalami periode ketidakpastian dan kecemasan. Hal ini akan membuat mereka mempertanyakan tujuan, rencana, bahkan relasi dalam hidup.

Selain itu, seseorang juga bisa mengalami krisis paruh baya. Dalam krisis ini, biasanya seseorang akan mengalami depresi, penyesalan, dan kecemasan.

Dua kondisi ini dinamakan Quarter Life Crisis (QLC) dan Midlife Crisis. Lantas, apa perbedaan QLC dan Midlife Crisis?

Arti QLC dan Midlife Crisis

1. Arti Midlife Crisis (Krisis paruh baya)

Dikutip dari laman Verywellmind, tidak semua orang mengalami krisis paruh baya. Faktanya, penelitian menunjukkan krisis paruh baya bukanlah masalah bagi orang-orang di dunia.

Bahkan, beberapa peneliti percaya gagasan krisis paruh baya adalah konstruksi sosial. Keyakinan bahwa Anda seharusnya mengalami semacam krisis di usia 40-an yang membuat beberapa orang mengatakan bahwa mereka mengalami gangguan.

Sebuah survei nasional Midlife di Amerika Serikat melakukan polling untuk menentukan berapa banyak orang yang mengalami krisis paruh baya. Ada sekitar 26 persen dari peserta melaporkan mengalami krisis paruh baya.

Hasilnya, satu dari empat orang mengatakan bahwa mereka mengalami krisis paruh baya, sebagian besar disebabkan oleh peristiwa besar, bukan usia.

Faktor-faktor yang memicu krisis tersebut antara lain perubahan hidup seperti perceraian, kehilangan pekerjaan, kehilangan orang yang dicintai, atau relokasi.

Bagi banyak orang, paruh baya adalah saat ketika hubungan dan peran berubah. Beberapa orang mungkin perlu mulai merawat orang tua yang menua selama paruh baya.

Yang lain mungkin menjadi pendiam, atau mereka yang merasa tumbuh terlalu cepat.

2. Arti QLC

Hampir sama dengan Midlife Crisis, QLC atau krisis seperempat kehidupan merupakan periode ketidakpastian dan pertanyaan yang muncul ketika orang merasa terjebak, tidak terinspirasi, dan kecewa selama pertengahan 20-an hingga awal 30-an.

Seseorang mungkin merasa bahwa mereka terjebak dalam pekerjaan, sementara semua teman mereka memajukan karier mereka, atau bertanya-tanya mengapa mereka tampaknya tidak dapat membuat hubungan romantis bertahan ketika anggota lain dari kelompok sosial mereka menikah dan memiliki anak.

Pemicu umum yang dapat menyebabkan krisis semacam ini dapat mencakup:

  • Pencarian pekerjaan atau perencanaan karier.
  • Hidup sendiri untuk pertama kalinya.
  • Menavigasi hubungan.
  • Membuat keputusan pribadi atau profesional jangka panjang.

Harvard Business Review melaporkan salah satu masalah utama dengan QLC adalah bahwa seseorang merasa tidak memiliki alasan untuk berjuang karena semua kehidupan seharusnya menyenangkan dan relatif mudah.

Akibatnya, baik mereka sendiri — atau orang lain dalam hidup mereka — mungkin mencoba untuk mengabaikan masalah yang mereka alami, demikian dilansir dari laman Bradley University.

Perbedaan QLC dan Midlife Crisis?

  1. QLC biasanya terjadi pada orang yang berumur 20-an hingga awal 30-an, sementara Midlife Crisis dideskripsikan sebagai kondisi ketika seseorang berusia 40-an.
  2. QLC merupakan perasaan terjebak dan ketidakpastian dengan kondisi saat ini, sementara Midlife Crisis dideskripsikan sebagai kondisi ketika seseorang merasa kecewa hingga kehilangan.

Sehingga dalam hal ini, bisa disebut bahwa poin utama dari perbedaan QLC dan Midlife Crisis adalah tentang seseorang yang belum banyak pengalaman dan seseorang yang sudah memiliki banyak pengalaman dalam hidupnya.

Baca juga artikel terkait QUARTER LIFE CRISIS atau tulisan lainnya dari Ega Krisnawati

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Ega Krisnawati
Penulis: Ega Krisnawati
Editor: Alexander Haryanto