tirto.id - Badal haji adalah pelaksanaan ibadah haji seseorang yang diwakilkan atau dilakukan oleh orang lain karena suatu sebab tertentu.
Lantas siapa saja yang boleh membadalkan haji? Praktik badal haji biasanya terjadi ketika seseorang tidak memiliki kemampuan fisik atau finansial untuk melakukan ibadah haji, seperti sakit, renta (lansia), atau wafat. Maka seseorang yang mampu dan sudah menunaikan haji bisa melakukannya atas nama orang tersebut.
Ini memungkinkan bagi mereka yang tidak bisa melakukan haji sendiri tetapi ingin memperoleh pahala dari ibadah tersebut.
Berikut ini penjelasan lengkap tentang apa itu badal haji dan hukum badal haji,
Hukum dan Niat Badal Haji
Hukum badal haji adalah sah menurut syariat. Dalam sebuah hadis sahih, diceritakan ada seorang wanita dari Khats’am pernah meminta izin kepada Rasulullah SAW untuk menjadi perwakilan orang tuanya dalam melaksanakan ibadah haji. Adapun Rasulullah SAW lantas membolehkan praktik badal haji tersebut.
Terjemahan hadits itu adalah sebagai berikut:
“‘Wahai Rasulullah, sungguh kewajiban haji berlaku atas hamba-hamba Allah. Saya menjumpai bapak saya telah tua dan tidak mampu duduk di atas kendaraan. Apakah saya mengerjakan haji atas namanya?’ Rasulullah menjawab, ‘ya,’” (Muttafaq alaih).
Terdapat perbedaan pandangan di kalangan ulama mengenai apa yang dimaksud dengan badal haji dan ketentuan orang yang dapat melaksanakan ibadah badal haji
Para ulama Mazhab Syafi’i menyatakan bahwa seseorang boleh menjadi badal haji apabila sudah pernah melakukan haji bagi dirinya. Pendapat ini merujuk kepada sebuah hadits sebagai berikut:
“Diriwayatkan dari Ibnu Abbas Ra, sungguh Nabi SAW mendengar seorang lelaki membaca talbiyah: ‘Laibaika dari Syubrumah.’ Beliau pun meresponsnya dengan bertanya: ‘Siapa Syubrumah?’ Laki-laki itu menjawab: ‘Saudara atau kerabatku.’ Nabi bertanya kembali: ‘Apakah kamu sudah haji untuk dirimu sendiri?’ Orang itu menjawab: ‘Belum.’ Nabi pun bersabda: ‘Hajilah untuk dirimu sendiri, kemudian baru haji untuk Syubrumah,” (HR. Abu Dawud, ad-Daruquthni, al-Baihaqi, dan lainnya dengan sanad shahih).
Imam Nawawi dalam kitab Al-Majmu' Syarh al-Muhadzdzab menerangkan, jika ada orang yang belum berhaji tetapi melaksanakan badal haji, ibadah yang dikerjakannya tersebut menjadi untuk dirinya sendiri.
Menurut Imam Nawawi, ketentuan tersebut sesuai dengan pendapat Ibnu Abbas Ra hingga Imam Ahmad.
Berikut ini contoh lafal niat haji badal:
نَوَيْتُ الحَجَّ عَنْ فُلَانٍ وَأَحْرَمْتُ بِهِ للهِ تَعَالَى
Arab Latinnya: "Nawaitul hajja ‘an fulān [sebut nama orang yang diwakili] wa ahramtu bihī lillāhi ta‘ālā."
Artinya: “Aku menyengaja ibadah haji untuk si fulan [sebut nama yang diwakili] dan aku ihram haji karena Allah ta‘ala”.
Alternatif bacaan niat badal haji lainnya sebagai berikut:
نَوَيْتُ الحَجَّ وَأَحْرَمْتُ بِهِ للهِ تَعَالَى عَنْ فُلَانٍ
Arab Latinnya: "Nawaitul hajja wa ahramtu bihī lillāhi ta‘ālā ‘an fulān [sebut nama jamaah haji yang diwakili]."
Artinya: "Aku menyengaja ibadah haji dan aku ihram haji karena Allah ta‘ala untuk [sebut nama jemaah haji yang diwakili]."
Ketentuan Badal Haji
Para ulama Mazhab Hanafi memperbolehkan orang yang belum pernah berhaji melaksanakan praktik badal haji. Pendapat Mazhab Hanafi tersebut berpedoman kepada unsur keumuman dalam hadits berikut:
"Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra, ia berkata: Al-Fadhl bin Abbas menjadi pengawal Rasulullah SAW. Lalu, datang perempuan dari Khats’am [salah satu kabilah dari Yaman]. Sontak al-Fadlu memandang perempuan itu dan perempuan itu pun memandangnya. Seketika itu pula Nabi SAW memalingkan wajah al-Fadhl sisi lain [agar tidak melihatnya]. Lalu perempuan itu berkata: ‘Wahai Rasulullah, sungguh kewajiban haji dari Allah kepada hamba-hambanya telah menjadi kewajiban bagi ayahku saat ia tua renta dan tidak mampu berkendara. Apakah aku boleh berhaji sebagai ganti darinya?’ Rasulullah SAW menjawab: ‘Ya.’ Peristiwa itu terjadi dalam haji Wada." (Muttafaq ‘Alaih, dan ini redaksi dari riwayat al-Bukhari).
Terlepas dari perbedaan pendapat di atas, ketentuan menjadi badal haji diperbolehkan dalam syariat. Dan akan lebih utama, apabila seseorang yang menjadi badal pernah berhaji bagi dirinya sendiri.
Dalam praktiknya, pelaksanaan badal haji tidak berbeda dari ibadah haji pada umumnya. Namun, terdapat anjuran untuk melafalkan niat badal haji bagi orang lain yang diwakili.
Editor: Addi M Idhom
Penyelaras: Dhita Koesno