Menuju konten utama

Apa Itu Aphasia, Gangguan Kognitif yang Diderita Bruce Willis?

Apa itu aphasia, penyakit kognitif langka yang diderita Bruce Willis dan apakah bisa disembuhkan?

Apa Itu Aphasia, Gangguan Kognitif yang Diderita Bruce Willis?
Bruce Willis and Adam Goldberg dalam film Once Upon a Time in Venice (2017). FOTO/imdb

tirto.id - Aktor Hollywood Bruce Willis dikabarkan menderita afasia atau aphasia, yakni penyakit yang mempengaruhi kemampuan kognitif di otaknya.

Akibat aphasia yang dideritanya itu, Bruce Willis akan pensiun dari dunia akting yang telah membesarkan namanya di dunia perfilman Hollywood.

"Kepada para pendukung Bruce yang luar biasa, sebagai sebuah keluarga, kami ingin menyampaikan bahwa Bruce tercinta telah mengalami beberapa masalah kesehatan dan baru-baru ini didiagnosis menderita afasia, yang memengaruhi kemampuan kognitifnya. Sebagai hasil dari ini dan dengan banyak pertimbangan Bruce menjauh dari karir yang sangat berarti baginya," tulis artis yang juga mantan istrinya, Demi Moore melalui unggahan di akun instagram.

Dikutip Antara, Willis telah berkecimpung di dunia akting dan perfilman sejak tahun 1980-an dan menjadi terkenal di mata publik melalui serial TV Moonlighting (1985).

Salah satu film berhasil melambungkan namanya adalah saat ia memainkan karakter pahlawan yang gigih bernama John McClane dalam Die Hard.

Pria berusia 67 tahun ini juga menjadi pengisi suara karakter bayi dalam film Look Who's Talking (1989) yang populer dan menunjukkan kemampuan aktingnya dalam Pulp Fiction (1994) karya sutradara Quentin Tarantino.

Selain itu, salah satu perannya yang paling terkenal adalah sebagai psikolog anak yang pasiennya dapat berbicara dengan orang mati dalam film The Sixth Sense (1999).

Selama kariernya, Willis pernah memenangkan Golden Globe dan dua Emmy.

Lalu apa sebenarnya penyakit aphasia itu dan bagaimana gejala serta penyebab penyakit ini?

Apa Itu Penyakit Aphasia?

Dilansir laman Mayo Clinic, aphasia atau afasia adalah suatu kondisi yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berkomunikasil, tidak hanya berbicara dan memahami komunikasi verbal, tetapi juga dalam hal membaca dan menulis.

Aphasia biasanya terjadi tiba-tiba setelah stroke atau cedera kepala. Tapi bisa juga datang secara bertahap dari tumor otak yang tumbuh lambat atau penyakit yang menyebabkan kerusakan permanen dan progresif (degeneratif).

Tingkat keparahan afasia tergantung pada sejumlah kondisi, termasuk penyebab dan tingkat kerusakan otak.

Setelah penyebabnya diatasi, pengobatan utama untuk afasia adalah terapi wicara dan bahasa.

Orang dengan aphasia belajar kembali dan mempraktikkan keterampilan bahasa dan belajar menggunakan cara lain untuk berkomunikasi.

Anggota keluarga dalam hal ini sangat dibutuhkan untuk berpartisipasi dalam proses tersebut, karena akan membantu penderitanya berkomunikasi.

Gejala dan Tanda Afasia

Menurut situs Cleveland Clinic, tanda dan gejala afasia bervariasi tergantung pada bagian otak yang terkena, luasnya area yang terkena, dan jenis afasia. Gejala yang mungkin terjadi antara lain:

  • Kesulitan memberi nama objek, tempat, peristiwa atau orang meskipun mereka dikenal oleh orang tersebut (fenomena “ujung lidah”)
  • Kesulitan mengekspresikan diri (menemukan kata-kata yang tepat) ketika berbicara atau menulis
  • Kesulitan memahami percakapan
  • Kesulitan membaca
  • Ejaan bermasalah
  • Meninggalkan kata-kata kecil seperti “itu,” “dari” dan “dulu” dari ucapan
  • Menempatkan kata-kata dalam urutan yang salah
  • Tidak menyadari kesalahan dalam bahasa lisan seseorang
  • Berbicara hanya dalam frasa pendek, yang diproduksi dengan susah payah
  • Berbicara dalam satu kata
  • Membuat kata-kata
  • Mencampur suara dalam kata-kata (mengucapkan “wog dalker” untuk “dog walker”)
  • Mengatakan kata yang salah (mengucapkan "burung" alih-alih "anjing") atau mengganti kata yang tidak masuk akal (mengatakan "bola" untuk "telepon")
  • Pidato terbatas hanya beberapa kata atau mengulang kata atau frasa yang sama berulang-ulang
  • Kesulitan menyusun kata-kata untuk menulis kalimat
  • Kesulitan menggunakan angka atau mengerjakan matematika.
Ada banyak jenis afasia. Selain itu, ada beberapa cara untuk mengkategorikan berbagai jenis afasia.

Salah satu cara umum mengategorikan afasia berdasarkan tiga faktor:

  1. Kefasihan bicara: Dapatkah orang tersebut berbicara dengan mudah dan dalam kalimat (fasih) atau dapatkah mereka hanya berbicara beberapa kata pada suatu waktu dan dengan usaha keras (tidak lancar)?
  2. Pemahaman bahasa: Apakah orang tersebut memiliki pemahaman yang baik atau buruk tentang kata-kata lisan atau tertulis?
  3. Kemampuan untuk mengulang: Dapatkah orang tersebut mengulang kata dan frase?
Banyak pula ahli kesehatan yang mendefinisikan afasia secara luas berdasarkan tipe ekspresif atau reseptif:

Ekspresif: Seberapa banyak kesulitan yang dialami orang tersebut dalam mengekspresikan pikiran dan ide melalui ucapan atau tulisan?

Reseptif: Seberapa besar kesulitan yang dialami orang tersebut dalam memahami bahasa lisan atau membaca?

Afasia dapat terjadi pada siapa saja, tanpa memandang usia. Namun, lebih sering terjadi pada mereka yang berusia paruh baya dan lebih tua.

Di Amerika Serikat, sekitar 1 juta orang menderita afasia, menurut Asosiasi Afasia Nasional. Selain itu, sekitar 180.000 orang didiagnosis dengan afasia setiap tahun.

Lalu apakah afasia bisa disembuhkan atau dicegah?

Secara umum, tidak. Namun, mengurangi risiko penyebab kerusakan otak yang dapat dicegah, seperti stroke, dan mengambil langkah-langkah untuk menjaga kesehatan otak sebanyak mungkin selalu merupakan nasihat bijak untuk panjang umur dan sehat.

Hidup sehat melibatkan makan sehat, berolahraga setiap hari, menjaga berat badan yang sehat, membatasi asupan alkohol, menjaga glukosa darah, tekanan darah dan kolesterol di bawah batas pedoman, berhenti merokok dan tidur yang cukup.

Baca juga artikel terkait APHASIA atau tulisan lainnya dari Dhita Koesno

tirto.id - Kesehatan
Penulis: Dhita Koesno
Editor: Iswara N Raditya