tirto.id - PT Angkasa Pura I (AP I) kukuh melanjutkan pengosongan lahan untuk pembangunan New Yogyakarta International Airport di Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. AP I menyatakan tidak akan memberikan toleransi dan tetap merobohkan bangunan rumah milik warga yang masih belum melalukan pengosongan secara mandiri.
"Kalau tidak kami robohkan, target pengoperasian NYIA 19 April 2019 bisa mundur. Kami tetap akan melakukan pengosongan sesuai prosedur yang telah dilaksanakan," kata Sekretaris Proyek NYIA PT AP I Didik Tjatur di Kulon Progo, Sabtu (2/12/2017).
Ia mengatakan hingga kini masih ada 42 rumah yang menolak NYIA, 31 di antaranya diputus sambungan listriknya. Masih ada 35 bidang tanah yang sedang proses konsinyasi di Badan Pertanahan Nasional, karena belum ada peta blok. Khusus untuk bidang-bidang tersebut, apabila diterapkan percepatan, maka akan dilakukan pembayaran langsung.
Menurut dia, ada ratusan bidang yang akan dikosongkan. Terdiri dari 157 bidang yang sebelumnya mendapat tenggat waktu untuk dikosongkan pada 24 November 2017 dan 39 bidang yang ditenggat waktu pada 30 November 2017. Upaya pengosongan ini, juga berlaku bagi 42 rumah warga yang masih menolak NYIA (Paguyuban Warga Penolak Penggusuran-Kulon Progo/PWPP-KP).
Didik menegaskan, tanah yang akan dikosongkan secara paksa itu, telah mendapatkan ganti rugi dari pengadilan, sudah mendapat putusan hukum, dan telah diberikan surat peringatan satu hingga tiga kali.
Pengosongan lahan IPL sebelum tahapan land clearing, dilakukan tiga tahap. Pertama, pengosongan lahan warga yang sudah menempuh konsinyasi dan sudah menerima ganti rugi.
Kedua, lahan warga yang sudah dikonsinyasi dan minta dihitung ulang, tahap ketiga lahan warga yang sudah proses konsinyasi, tapi sampai saat ini masih menolak.
PT AP I akan tetap memproses serta menghitung ulang warga yang meminta penghitungan ulang, baik itu lahan, rumah maupun tanaman.
"Proses akan terus berjalan, bila masih ada yang menolak setelah 4 Desember, tahapan terus berjalan. Yang pasti ditargetkan akhir Desember ini selesai," katanya.
General Manager Bandara Adisutjipto PT AP I Agus Pandu Purnama mengatakan PT AP I mendorong warga sesegera mungkin pindah dari lahan pembangunan NYIA, jajarannya siap membantu warga yang akan memindahkan barang dan perabotan rumah mereka.
Nantinya, perabotan itu bisa disimpan sementara waktu di Balai Desa Glagah untuk barang milik warga Glagah dan di Balai Desa Palihan, bangunan sebuah sekolah untuk warga Palihan. Warga tidak perlu khawatir soal lokasi berlindung, karena mereka bisa tinggal sementara di rumah susun yang disediakan oleh pemerintah daerah.
Pandu mengatakan saat ini PT AP I masih melakukan pendekatan agar warga yang masih bertahan menolak pindah, untuk segera berubah pikiran, dan meninggalkan lahan IPL. Namun bila hingga 4 Desember 2017 warga masih bersikeras, maka yang akan melakukan pendekatan kepada warga secara perseorangan, adalah Pemkab Kulon Progo.
PT AP I akan melibatkan segenap jajaran Pemkab. Ia berharap warga bisa dengan sadar untuk pindah dan mendukung proyek NYIA. Karena ada banyak dampak positif yang bisa mereka ambil.
"Pengosongan lahan ini menjadi pekerjaan rumah bagi kami. Kami memiliki dasar untuk melakukan percepatan pembangunan dari peraturan Presiden [Jokowi], bahwa NYIA harus operasional pada 2019, dan sudah mengantongi surat tugas dari Kejaksaan Tinggi DIY No.1905/LB05.01.01.2017/PP tentang Surat Tugas Pengosongan Lahan, tertanggal 24 November 2017," katanya.
Pengosongan lahan yang dilakukan AP I ini mendapat kecaman keras dari warga yang tergabung dalam PWPP-KP. Mereka menilai tindakan AP I sewenang-wenang dan melanggar HAM.
Menurut Sofyan, perwakilan dari PWPP-KP, pihak AP I bersama aparat mengancam warga untuk mengosongkan tanah dan rumah yang dianggap telah menjadi milik AP I karena sudah dikonsinyasi dan telah ada pemutusan hak atas tanah di pengadilan.
"Namun, di depan AP I dan aparat kepolisian, kami menyatakan sikap kami, bahwa kami tetap menolak proyek bandara Kulon Progo," kata Sofyan.
Penulis: Dipna Videlia Putsanra
Editor: Dipna Videlia Putsanra