tirto.id - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sempat bicara kebijakan-kebijakan yang mengarah ke lockdown kota, dalam rangka menangkal penyebaran Corona atau COVID-19 yang semakin masif. Ia, misalnya, mengatakan "Jakarta sudah perlu menutup kegiatan-kegiatan" yang direalisasikan dengan membatasi izin keramaian pada awal Maret lalu.
Ia juga bicara soal pembatasan akses transportasi dalam jumpa pers Minggu (15/3/2020). "Mulai Senin tanggal 16 Maret hingga dua pekan nanti, ketiga jenis angkutan umum akan beroperasi pukul 06.00 hingga pukul 18.00," katanya. Tiga jenis angkutan yang ia maksud adalah Trans Jakarta, MRT, dan LRT.
Hal ini dilakukan atas dasar yang sama: semakin banyak orang berkumpul dalam satu tempat, semakin tinggi pula potensi penyebaran Corona, yang tersebar lewat tetesan cairan manusia. Ditambah, Jakarta adalah episentrum penyebaran penyakit ini.
Per 12 Maret kemarin, ada 17 pasien yang berasal dari ibu kota dari nyaris seluruh kotamadya.
"Jakarta saat ini merupakan salah satu tempat di mana virus tersebut telah menular dari satu pribadi ke pribadi lain," kata Anies.
Bagi anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta Gilbert Simanjutak, opsi lockdown ala Anies tidak tepat diterapkan saat ini. Menurutnya hal itu akan berdampak pada perekonomian ibu kota. Politikus PDIP itu lantas menyarankan agar Pemprov DKI lebih fokus mengedukasi masyarakat seperti membuat video cara yang benar mencuci tangan, membuat masker, dan apa-apa saja yang mesti dilakukan untuk mengantisipasi terpapar Corona.
"Semua bahan pendidikan untuk ini perlu segera disebar melalui media sosial, membayar iklan di media dan melalui RT/RW," kata dia.
Ketua Forum Warga Kota Jakarta (FAKTA) Azas Tigor Nainggolan menilai Anies pada dasarnya memang ingin Jakarta di-lockdown untuk mencegah penyebaran Corona, tapi ada kesan "malu-malu" dan setengah hati. Hal ini menurutnya karena kebijakan lockdown bukan kewenangan pemprov.
"Anies bisa menyalahi aturan kalau dia mau seenaknya lockdown," kata Tigor kepada reporter Tirto, Senin (16/3/2020).
Anies akan semakin sulit mendeklarasikan keinginannya untuk lockdown kota saat kebijakannya membatasi moda transportasi justru menimbulkan masalah. "Karena dibatasi, akibatnya jadi chaos dan antre panjang sampai jalanan," ucapnya.
Ditolak Jokowi
Anies sebenarnya sadar bahwa dia "tidak bisa memutuskan sendiri." "Harus dikonsultasikan dengan Kepala BNPB sebagai pimpinan di dalam pengendalian atau penanganan Corona," katanya.
Ini lantas ditegaskan dengan pernyataan langsung dari Presiden Joko Widodo. Ia mengatakan kepala daerah tidak bisa me-lockdown kotanya karena itu sepenuhnya "kebijakan pemerintah pusat." "Kebijakan ini tidak boleh diambil oleh pemerintah daerah," katanya di Istana Bogor, Jawa Barat, Senin (16/3/2020).
Sementara pemerintah pusat, katanya, tidak akan menerapkan lockdown hingga saat ini. Ia mengatakan pemerintah pusat akan mengedepankan cara-cara lain.
Mantan Wali Kota Solo itu lantas mengimbau seluruh kepala daerah agar berkonsultasi terlebih dahulu dengan pemerintah pusat, instansi terkait, maupun satgas jika ingin mengambil kebijakan penting dalam menangani Corona.
"Semua kebijakan besar di tingkat daerah terkait dengan COVID-19 harus dibahas terlebih dahulu dengan pemerintah pusat," kata Jokowi menegaskan.
Dengan pernyataan Jokowi ini, dapat dipastikan rencana Anies--lockdown "malu-malu"--gagal terealisasi. Anies, misalnya, memastikan "kembali menyelenggarakan kendaraan umum di Jakarta dengan frekuensi tinggi."
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Rio Apinino