tirto.id - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyebut minimnya minat baca warga bukan akibat harga buku yang mahal. Anies justru menganggap masalah utama Indonesia adalah minimnya daya baca warga terhadap buku.
"Saya agak khawatir bahwa sesungguhnya di Indonesia itu, bukan kita tidak punya minat baca, minat bacanya mungkin ada, tapi daya bacanya yang rendah. Dan kita harus bedakan antara minat baca dengan daya baca," kata Anies saat memberikan sambutan di Indonesia Internasional Book Fair (IIBF) 2019 di Jakarta Convention Center, Rabu (4/9/2019) siang.
Maslaah minat baca rendah sudah pernah digaungkan Anies. Pada tahun 2017, Anies sempat menyinggung rendahnya minat baca di Jakarta. Ia pun mengaitkan terus menurunnya angka partisipaasi murni (APM) di tiap tingkat pendidikan semakin turun begitu tingkat pendidikan meningkat.
Anies mencontohkan salah satu buku karya Thomas Piketty berjudul "Capital in the Twenty-First Century", yang isinya 800 halaman. Ia ragu buku tersebut akan dibeli masyarakat meski diterjemahkan ke bahasa Indonesia kemudian harga buku disubsidi sehingga harganya bisa dijangkau masyarakat.
"Kira-kira laku tidak? Jadi jangan salahkan harga dulu. Asumsikan harganya disubsidi habis-habisan sehingga dari harga 800 ribu rupiah, jadi cuma 30 ribu rupiah. Saya hampir yakin, tidak laku. Bukan persoalan harganya, tapi persoalan daya bacanya. Karena itu target yang harus kita dorong sesungguhnya bukan hanya meningkatkan minat baca," katanya.
Anies malah menyindir masyarakat Indonesia yang memiliki daya dan minat baca yang tinggi terhadap aplikasi WhatsApp (WA). Sebagai informasi, minat baca Indonesia turun akibat perkembangan media sosial. Ikatan Penerbit Indonesia daerah Jawa Barat pun menyebut kalau minat baca masyarakat lebih kepada facebook dan WA sejak 2017.
"Alhamdulillah, minat baca kita tinggi, minat baca WA. Itu cukup tinggi. Bangun lagi buka WA, minat baca tinggi. Tapi WA pun begitu agak panjang skip. Kemampuan kita untuk membaca. Karena itu kalau kita lihat novel-novel bagus panjang dan laku keras, maka kita harus berterima kasih kepada penulisnya. Karena sudah merangsang daya baca," katanya.
Salah satu contoh penulis buku tebal yang dapat merangsang daya baca adalah buku mengenai Harry Potter, kata Anies.
"Saya dulu ketika Harry Potter berkembang begitu pesat, sepertinya kalau dari isinya plus minus lah kalau soal selera. Tapi saya senang ada anak anak membaca buku 700 halaman, 800 halaman di usia SD. Maka percaya diri dia atas buku tebal meningkat. Kalau tidak, lihat 100 lembar pun dia sudah mundur. Kita harus mendorong daya baca meningkat," katanya.
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Andrian Pratama Taher