tirto.id - Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, menjadi salah satu kandidat terkuat yang akan mendampingi Prabowo sebagai Cawapres dalam kontestasi Pilpres 2024.
Kemungkinan Khofifah maju sebagai Cawapres Prabowo dikonfirmasi oleh juru bicara Partai Gerindra, Andre Rosiade, pada Selasa, 10 Oktober 2023.
Menurut dia, memang benar pihaknya mempertimbangkan Khofifah sebagai salah satu kandidat Cawapres Prabowo.
Andre bilang, Khofifah juga merupakan salah satu kandidat ketua tim sukses yang cocok untuk memenangkan Prabowo sebagai Presiden 2024.
Prabowo hingga saat ini masih belum memutuskan nama Cawapres. Andre menjelaskan bahwa masih ada beberapa nama yang akan dibahas oleh pimpinan Koalisi Indonesia Maju (KIM).
Nama-nama kandidat Cawapres Prabowo, kata dia, mengerucut pada Erick Thohir, Airlangga Hartarto, Gibran Rakabuming Raka, dan Khofifah Indar Parawansa.
Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Gerindra, Habiburokhman, pada Senin, 25 September 2023 menerangkan bahwa DPD Gerindra Jawa Timur mengusulkan Khofifah sebagai tim sukses Prabowo.
Salah satu alasannya karena Khofifah dianggap memiliki rekam jejak yang gemilang di Jatim. Habiburokhman menambahkan, Khofifah menjadi tokoh yang dibanggakan masyarakat Jawa Timur saat ini.
Jika mantan Menteri Sosial itu bersedia didapuk sebagai ketua Timses Pemenangan Prabowo pada Pilpres 2024, maka memberikan dampak kemenangan, terutama untuk wilayah Jawa Timur.
Ketua DPD Gerindra Jatim, Anwar Sadad, mengatakan Khofifah memang sudah diincar sejak jauh hari untuk bisa bergabung dengan tim pemenangan Prabowo.
Khofifah dan Pemilih di Jawa Timur
Penentuan Cawapres adalah hal yang sangat krusial bagi Capres yang akan maju dalam Pilpres 2024. Banyak yang menilai, bahwa pemilihan Cawapres sangat berpengaruh untuk meningkatkan peluang menang.
Pada Pilpres 2019 lalu, Prabowo-Sandiaga kalah di Jawa Timur. Sebagai catatan, Jawa Timur adalah daerah dengan pemilih terbanyak kedua di Indonesia. Total Daftar Pemilih Tetap (DPT) Jawa Timur pada Pemilu 2024 mencapai 31.402.838 orang pemilih.
Oleh karena itu, pada Pilpres 2024, Jawa Timur menjadi pekerjaan rumah yang mesti diwaspadai oleh kubu Prabowo. Menggaet tokoh dari Jawa Timur dengan tingkat keterpilihan tinggi menjadi salah satu manuver politik yang sangat patut dipertimbangkan.
Inilah mengapa, tidak mengejutkan jika Khofifah menjadi kandidat yang saat ini masuk ke dalam bursa cawapres Prabowo.
Dalam Pilgub Jatim 2018, Khofifah berhasil menang ketika maju bersama Emil Elestianto Dardak yang selanjutnya diangkat sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Jatim periode 2019-2024.
Kala itu, Khofifah-Emil mampu mengalahkan pasangan Saifullah Yusuf (Gus Ipul)-Puti Guntur Soekarno (Mbak Puti). Pasangan Khofifah-Emil meraih total 10.465.218 suara atau setara 53.55 persen.
Pasangan Gus Ipul-Mbak Puti meraih 9.076.014 suara atau sekira 46,5 persen. Selisih suara mencapai 1.389.204 suara.
Pasangan Khofifah-Emil didukung koalisi Partai Demokrat, Golkar, Hanura, PPP, PAN dan Nasdem. Sementara, pasangan Gus Ipul-Mbak Puti diusung koalisi PDIP, PKB, PKS dan Gerindra.
Khofifah-Emil tampil sebagai pemenang dengan cara yang cukup mengejutkan, pasalnya saat itu Khofifah tidak didukung oleh mantan partainya, PKB, yang punya basis pendukung cukup besar di Jawa Timur.
Bagaimana Jika Khofifah Jadi Cawapres Prabowo?
Khofifah saat ini tidak terikat dengan partai politik mana pun, akan tetapi pada awal karier politiknya, dia terkenal sebagai politikus dari PPP yang kemudian beralih ke PKB.
Ada satu simulasi yang mungkin terjadi jika Prabowo ingin Khofifah menjadi Cawapresnya yaitu dengan meyakinkan KIM untuk bersepakat mengusung Khofifah.
Saat ini, Khofifah tidak memiliki partai pengusung untuk melengkapi syarat ambang batas presiden atau presidential threshold. Prabowo bersama Gerindra saja juga tidak cukup untuk memenuhi regulasi itu.
Sebagaimana tertuang dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017, Capres dan Cawapres harus didukung oleh parpol atau gabungan parpol yang memiliki setidaknya 115 kursi di DPR RI atau 20 persen dari jumlah parlemen.
Saat ini, partai utama pengusung Prabowo adalah Gerindra diperkuat Golkar, PAN, Demokrat serta sejumlah partai non-fraksi yang tergabung dalam KIM.
Untuk mengamankan posisi, Khofifah perlu memiliki partai pendukung dengan setidaknya 37 kursi di DPR RI. Pasalnya, Gerindra hanya memiliki 78 kursi.
Oleh karena itu, langkah yang paling mungkin ditempuh oleh Prabowo dan Khofifah adalah meyakinkan KIM. Tetapi, cara ini cukup sulit untuk terwujud karena di dalam internal KIM sudah ada sejumlah nama yang diusulkan menjadi Cawapres Prabowo.
Dalam proses meyakinkan KIM dan membuat mereka membulatkan suara mendukung Prabowo-Khofifah, maka gejolak dan dinamika politik internal koalisi sangat mungkin terjadi.
Namun demikian, jika KIM mencapai kesepakatan untuk mengusung kemenangan Prabowo-Khofifah, maka rincian kekuatan dari perolehan kursi di DPR RI adalah berikut ini:
- Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra): 78 kursi (13,57 persen)
- Partai Golongan Karya (Golkar): 85 kursi (14,78 persen)
- Partai Amanat Nasional (PAN): 44 kursi (7,65 persen)
- Partai Demokrat: 54 kursi (9,39 persen)
- Total: 261 kursi (45,39 persen)
Perlu diingat, untuk meningkatkan peluang kemenangan dalam Pilpres 2024, tidak cukup melihat perolehan kursi dalam koalisi. Faktor elektabilitas atau tingkat keterpilihan menjadi hal yang sangat krusial.
Pada akhirnya, pasangan Capres dan Cawapres yang akan memenangkan Pilpres 2024 adalah mereka yang mampu mendulang suara terbanyak.
Elektabilitas Khofifah Sebagai Cawapres Prabowo
Ada sejumlah indikator yang menjadi pertimbangan partai pendukung Capres untuk menentukan wakilnya, di antaranya jabatan di parpol, kursi parpol, kekuatan di akar rumput, hingga elektabilitas atau tingkat keterpilihan.
Merujuk sejumlah hasil lembaga survei elektabilitas Cawapres, sejak jauh hari Khofifah sudah masuk ke dalam bursa kandidat Cawapres bersaing dengan sejumlah tokoh lainnya.
Sejak memasuki politik di usia yang masih belia pada 1992, Khofifah sudah beberapa kali menjabat posisi strategis. Dia mengawali karier politiknya sebagai anggota DPR periode 1992 hingga 1999 dan 2004 hingga 2009. Selama menjadi wakil rakyat, Khofifah pernah menjabat sebagai Wakil Ketua DPR RI.
Kemudian, pada era Presiden Gus Dur, dia diangkat sebagai Menteri Dewan Pemberdayaan Perempuan Indonesia periode 1999 hingga 2001.
Khofifah lalu menjabat sebagai Menteri Sosial Indonesia pada era pemerintahan Presiden Joko Widodo periode pertama yakni pada 2014 hingga 2018.
Setelah itu, dia bertarung untuk merebutkan kursi orang nomor satu di Jawa Timur pada Pilkada 2018. Dia menang dengan cukup gemilang, sejak 13 Februari 2019, Khofifah ditetapkan sebagai Gubernur Jawa Timur.
Lembaga Poltracking Indonesia sudah merilis hasil survei tingkat keterpilihan sejumlah kandidat Cawapres pada rentang waktu 25 September hingga 1 Oktober 2023.
Hasilnya, Khofifah menempati posisi keempat kandidat Cawapres dengan perolehan 13,7 persen. Dia kalah dengan tiga kandidat lainnya yaitu Erick Thohir 20,8 persen; Mahfud Md 17, 2 persen; dan Muhaimin Iskandar alias Cak Imin 16,7 persen.
Dalam melakukan survei, Poltracking menyasar 1.000 responden yang telah dipilih melalui metode stratified multistage random sampling. Responden adalah warga Jawa Timur berusia di atas 17 tahun yang telah mempunyai hak untuk memilih.
Survei dilakukan dengan cara wawancara oleh surveyor yang terlatih. Margin of error dari survei ini lebih kurang 3,1 persen degan tingkat kepercayaan mencapai 95 persen.
Sementara itu, lembaga survei Poling Institute juga merilis hasi survei mengenai simulasi pasangan Cawapres untuk Prabowo yang dilakukan pada 1 hingga 3 Oktober 2023.
Peneliti Poling Institute, Kennedy Muslim memaparkan pada Kamis, 12 Oktober 2023 bahwa simulasi pasangan Prabowo-Khofifah unggul tipis di angka 0,7 persen jika dihadapkan dengan Ganjar-Mahfud MD. Dengan rincian Prabowo-Khofifah 33,8 persen dan Ganjar-Mahfud Md 33,1 persen.
Survei Polling Institute dilakukan dengan menyasar 1.206 responden berusia 17 tahun atau sudah menikah, yang dipilih melalui teknik random digit dialing (RDD).
Survei dilakukan melalui wawancara telepon oleh pewawancara yang terlatih. Margin of error survei kurang lebih 2,9 persen dengan tingkat kepercayaan mencapai 95 persen.
Penulis: Balqis Fallahnda
Editor: Alexander Haryanto