Menuju konten utama

Anak Gunung Rinjani Meletus, Ratusan Pendaki Dievakuasi

Letusan Gunung Barujari, anak Gunung Rinjani, mengakibatkan para pendaki terjebak. Dari ratusan pendaki yang naik, baru tiga orang yang dapat turun.

Anak Gunung Rinjani Meletus, Ratusan Pendaki Dievakuasi
Gunung Baru Jari menyemburkan abu vulkanis terlihat dari Kecamatan Bayan, Tanjung, Lombok Utara, NTB, Selasa (27/9). Gunung Baru Jari yang merupakan anak Gunung Rinjani kembali meletus pada Selasa pukul 14.45 WITA, dengan amplitudo sebesar 52 milimeter dan melontarkan abu vulkanik setinggi 2.000 meter. ANTARA FOTO/Santanu Bendesa/AS.

tirto.id - Gunung Barujari yang merupakan anak Gunung Rinjani kembali meletus pada Selasa (27/9/2016) siang. Letusan itu mengakibatkan ratusan pendaki di Rinjani terjebak karena jalur pendakian telah ditutup. Untuk mengatasi kondisi tersebut Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (BTNGR) segera mengambil tindakan evakuasi.

"Tim sudah diberangkatkan pagi ini ke atas gunung untuk melakukan proses evakuasi," kata petugas Polisi Kehutanan wilayah kerja Pos Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (BTNGR), di Kecamatan Sembalun, Kabupaten Lombok Timur, Taufikurrahman, seperti dikutip dari Antara, Rabu (28/9/2016).

Berdasarkan laporan BTNGR, jalur pendakian Rinjani di Desa Sembalun, Lombok Timur telah digunakan oleh 112 pendaki mancanegara dan 8 pendaki domestik sejak Selasa pagi. Sementara itu, yang tercatat pada hari Senin (26/9/2016) terdapat 136 pendaki asing dan 18 pendaki lokal.

Selain melalui Desa Sembalun, para turis juga mendaki lewat beberapa jalur lain seperti jalur Desa Timbanuh, Kabupaten Lombok Timur; jalur pendakian Desa Aik Berik, Kabupaten Lombok Tengah; dan jalur pendakian Desa Senaru, Kabupaten Lombok Utara.

Dari ratusan turis yang naik, baru tiga orang yang turun. Sebabnya, mereka baru saja mencapai Pos 3 atau Pos Bawak Nao saat mendaki, yang notabene hanya berjarak 5 kilometer dari Pos BTNGR Sembalun. Sementara itu, menurut Taifikurrahman, sisa pendaki lainnya diperkirakan berada di sekitar Danau Segara Anak.

Padahal menurut Mutaharlin, petugas vulkanologi di Pos Pengamat Gunungapi Rinjani di Sembalun, Gunung Rinjani saat itu tengah berada di level II (waspada) dengan radius aman 3 kilometer dari pusat letusan. Seharusnya, Mutaharlin menerangkan, pendaki tidak boleh berada di sekitar Danau Segara Anak yang jaraknya dekat dengan pusat letusan.

"Kalau ratusan pendaki yang di danau, kami belum bisa mendeteksi kondisinya, namun diperkirakan mereka dalam posisi aman. Tapi, kami harus melakukan evakuasi karena jalur pendakian sudah ditutup," ujar Taufikurrahman menambahkan.

Menindaklanjuti situasi itu, ia pun telah menghubungi para porter yang masih berada di atas untuk turun secepatnya guna menghindari risiko lain yang mungkin terjadi akibat letusan.

Letusan Gunung Barujari yang terletak di sisi timur kaldera Gunung Rinjani terjadi pada Selasa pukul 14.45 WITA. Tinggi letusan abu vulkanik itu mencapai 2.000 meter dengan amplitudo 55 milimeter. Menurut Mutaharlin, letusan ini berbeda dengan yang biasanya.

"Letusan yang terjadi kemarin sangat berbahaya dan sulit diprediksi kapan terjadinya. Beda dengan letusan rutin, bisa kami pantau tiap jam, tiap hari," ujar Mutaharlin.

Sebagaimana terlansir di Antara, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) NTB Muhammad Rum mengimbau agara masyarakat di Pulau Lombok waspada terhadap dampak letusan abu vulkanik Gunung Barujari yang cenderung bergerak ke arah barat daya pulau.

"Masyarakat diminta waspada, terutama di sekitar Kabupaten Lombok Utara dan diperkirakan mencapai Mataram. Siapkan masker jika ada tanda tanda hujan abu," imbaunya.

Sebelumnya, Gunung Barujari juga pernah meletus pada 20 Oktober 2015 sekitar pukul 10.45 WITA dan menyebabkan jalur pendakian ditutup serta aktivitas penerbangan dari dan menuju NTB dihentikan karena ketinggian letusan berbahaya bagi keselamatan penerbangan.

Baca juga artikel terkait GUNUNG RINJANI atau tulisan lainnya dari Yuliana Ratnasari

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Yuliana Ratnasari
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari